Indikator utama sebuah negara gagal dapat dilihat dari
sistem pemerintahannya yang korup. Pejabat negara nya lebih mementingkan
kepentingan pribadi dan golongannya untuk memperkaya diri sendiri, sementara
kehidupan rakyatnya semakin memperluas kesenjangan antara si kaya dan si miskin, serta hak rakyat tidak semakin dikebiri.
Jakarta, Infobreakingnews - Pemerintahan SBY begitu geram tatkala mendapatkan kritik
yang cukup keras dan tajam dari pimpinan lintas agama beberapa waktu lalu yang
menyatakan bahwa Indonesia adalah negara gagal (failure state). Pernyataan pimpinan lintas agama tersebut dianggap
tidak mendasar dan ditanggapi pemerintah sebagai kritikan yang biasa saja untuk
mencari sensasi di mata rakyat.
“Tidak perlu melakukan perdebatan panjang soal indikasi
sebuah negara yang dikatakan gagal, cukup dilihat bagaimana sistem pemerintahan
dalam suatu negara yang begitu menyuburkan
praktik korupsi oleh penyelenggara negara nya,” demikian ditegaskan Bahauddin
Thonti sebagai pemerhati politik yang juga sebagai Ketua Umum Gerakan Bangun
Desa (Gerbang Desa).
Lanjutnya, Indonesia jelas-jelas mengarah kepada negara
gagal. Indikasi utamanya adalah maraknya korupsi di negeri ini begitu subur dan
massif. Tidak hanya di kalangan eksekutif saja yang melakukan korupsi, tapi
juga terjangkit merata di lembaga legislatif dan yudikatif. Untuk itu, Thonti
menawarkan melakukan perubahan mendasar terhadap sistem pemerintahan yang tepat
bagi bangsa Indonesia yang bisa menyejahterakan bagi seluruh rakyat Indonesia
kedepan, apakah akan menggunakan sistem ‘demokrasi
non-liberal’ atau kah ‘non-demokrasi
tapi liberal’.
Anggaran Jebol, Negara Gagal
Ditengah anggaran negara yang diujung kebangkrutan, sikap Presiden
SBY dalam musyawarah perencanaan pembangunan nasional (Musrenbangnas) pada 30
April 2013 tidak menunjukkan visi nya sebagai kepala pemerintahan yang cerdas
dan mampu mengatasi anggaran negara. “Pemerintahan SBY sudah kehabisan akal
untuk membiayai APBN, dan lagi-lagi SBY mengambil keputusan klasik yang tidak
kreatif dengan menaikkan harga BBM sebagai pendapatan negara, kalau keputusan seperti
itu sih, siapapun bisa menjadi presiden kalau hanya untuk menghabiskan anggaran
negara yang dikorup pula oleh pejabat dan kroninya,” ujar Thonti.
Seharusnya SBY mampu menggali sumber pendapatan lainnya
dari sumber daya alam negara yang kaya ini dan menggunakannya secara tepat, efektif
dan efisien. “Untuk mengelola keuangan negara dibutuhkan pemimpin yang mampu
memahami wawasan nusantara secara utuh, cerdas, kreatif dan sanggup memberantas
kebocoran uang negara serta membebaskan negaranya dari segala praktik korupsi
bawahannya,” ujar Thonty ,yang juga pemerhati masalah kehidupan masyarakat desa.
Menurut Thonti, kedepan nanti pemimpin bangsa Indonesia
harus yang mampu dan dapat membebaskan bangsa Indonesia dari jeratan utang yang
terus menumpuk turun temurun untuk membiayai APBN nya. Dan pemimpin itulah harus
berani berdiri di garis terdepan untuk memberantas korupsi dalam sistem
birokrasi pemerintahannya. Bukan hanya mampu mengucapkan ‘menghunus pedang’ tanpa kemampuan menebaskannya.
“Jika tidak mau dikatakan sebagai negara gagal, maka
pemeberantasan praktik korupsi di Indonesia harus dibasmi ke akar-akarnya dan
harus dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitarnya,” ujar Thonti.
Dalam paparannya, Thonti menegaskan bahwa pemberantasan
korupsi di Indonesia masih sekedar dijadikan pertunjukan politik (political show), dan dijadikan alat
untuk saling menyandera kepentingan politik dan golongan tertentu. Akibatnya, pemberantasan
korupsi hanya dijadikan “gertak sambal” untuk saling menutupi dan menyelamatkan
kepentingan politik dan golongan yang terlibat dalam berbagai mega skandal.
“Anggaran negara yang seharusnya diperuntukkan bagi
kepentingan dan kesejahteraan rakyat dikorup oleh pejabat pemerintah untuk
memperkaya diri sendiri. Tidak ada pilihan lain, untuk menyelamatkan negara
dari kebangkrutan, bangsa Indonesia harus melakukan perombakan mendasar bagi
seluruh penyelenggara negara yang bebas dari praktik korupsi,” katanya.
Ciri gagalnya dari sebuah negara demokrasi yang menganut
trias politika adalah meratanya korupsi baik di tingkat eksekutif, legislatif
maupun yudikatif. “Jika pemerintahan SBY sudah tidak mampu membiayai APBN
akibat dikorupsi oleh pejabat dan bawahannya, maka Indonesia akan menjadi
negara yang gagal
melaksanakan amandeman UUD45. Ini akan sangat terlihat betapa banyaknya
persoalan krusial muncul kepermukaan saat tahun 2014 nanti SBY turun dari kursi
kepresidenan. ***Nadya Emilia
H.Bahaudddin Thonti, menetap di jakarta , adalah pakar politik sekaligus juga penggerak badan perkoperasian masyarakat desa.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !