Jakarta, infobreakingnews
– Kasus pailit telkomsel yang kini proses hukum nya masih ditingkat kasasi MA,
menimbulkan banyak tanfa tanya besar. Apalagi majelis hakim yang menangani
perkara itu telah dihukum oleh MA, tanpa memberikan kesempatan kepada 4 Hakim
yang dicopot lisensi beracara Niaga itu, untuk membela diri dalam Majelis Etik
Kehakiman, sebagaimana mustinya penjabaran difinisi dari Ketentuab Pokok Kehakiman RI.
Apalagi para hakim yang
menurut SK Mahkamah Agung itu dimutasikan keberbagai daerah dengan lebih dulu
mencabut lisensi niaga ke 4 hakim kasus Pailit Telkomsel itu, jauh sebelum akan memutuskan uuntuk mempailitkan , telah mengadakan
konsultasi dan meminta petunjuk kepada
Suharto, sebagai Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, atasan ke 4 hakim tersebut diatas,
Padahal menurut salah seorang hakim yang dicopt lisensi niaga nya serta rencana akan
dimutasikan ke PN Mataram NTB,
membebankan masing – masing 0,25
% kepada kedua belah pihak, sebagai
pinalti fee atas resiko hukum yang telah dibuktikan dipersidangan Niaga Jakarta
Pusat.
Putusan itu sendiri jauh
lebih rendah dibanding Kepmen 2012 yang mematok pinalty fee sebesar 2%.
Begitupun pihak Telkoimsel lewat kuasa hukumnya Amir Syamsuddin Associate
berkeberatan , lalu mengajukan kasasi ke MA.
Ironisnya , selain putusan pailit PN Jakarta Pusat itu dibatalkan oleh MA , Ketua Mahkamah Agung Hatta
Ali, dengan cepat mengeluarkan SK
pencopotan lisensi Niaga kepada 4 hakim serta memutasikannya keberbagai daerah.
Hal ini dipandang sangat krusial bahkan menjadi preseden buruk bagi para hakim
lainnya didalam menangani perkara, karena ternyata putusannya tidak mendapat
tempat pembelaan dilembaga pradilan tertiinggi, yang katanya MA adalah sebagai
benteng terakhir hukum.
Berbanding langit dan
bumi, sikap MA dalam hal ini bila dibandingkan dengan kasus sekelompok prajurit Kopassus pada kesetiaan
kawannya, mengakibatkan peristiwa bewrdarah diLapas Cebongan Yokyakarta, dimana
Komjen Kopassus Mayjend TNI Agus Sutomo, siap dan ikhlas menggantikan dirinya
ditahan didalam sel, bahkan siap dipecat, karena membela prajuritnya yang
terlanjur sudah salah mengambil sikap.
Sejauh ini hasil
investigasi infobreakingnews.com, Ketua
PN Jakarta Pusat, Suharto , belum pernah diperiksa MA atas keterkaitannya yang mengamini rencana keputusan
mempailitkan Telkomsel itu, dimana Suharto berpesan “agar lebih sedikit hati
hati saja” kata sumber A1 saat dijumpai.
Mustinya Suharto jika memandang keputusan pailit itu akan menimbulkan
kerugian besar atas ke 4 orang hakim, anak buah nya, Suharto harusnya
memberikan sikap tegas,paling tidak berani mengatakan kepada bawahannya, agar
jangan mempailitkan telkomsel tersebut.
Begitu juga dengan sikap
MA yang tidak memberikan ruang pembelaan kepada jajaran yang dipimpinnya, yang
semustinya membawakan masalah ini pada
Majelis Etik Kehakiman. Bahkan banyak pihak menilai SK MA terhadap ke 4
hakim tersebut , telah mengambil porsi kewenangan KY yang tidak pernah
dilibatkan dalam keputusan sepihak itu.***MIL
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !