![]() |
Gayus Lumbuun |
Jakarta, infobreakingnews - Hakim agung Gayus Lumbuun meminta para hakim agung terbuka ke publik untuk menjelaskan berbagai putusan kontroversi yang membuat polemik di masyarakat. Terakhir, publik dibuat bingung dengan putusan yang menimpa dr Bambang Suprapto SpB.M.Surg.
"Menyampaikan informasi kepada publik menjadi sangat penting karena publik menjadi jelas tentang hak-hak hukum berkaitan dengan hukum acara sebagai hukum formil maupun hukum substansial yang sesuai dengan perundangan yang berlaku," kata Gayus saat berbincang dengan infobreakingnews.com, Minggu (14/9/2014).
Hal itu sesuai dengan ketentuan yang mengatur pada kode etik dan pedoman perilaku hakim tahun 2009 yang dilengkapi dengan panduan penerapan kode etik tahun 2012. Pada bagian 'Pengaturan Berperilaku Arif dan Bijaksana' angka 3.2.4 disebutkan:
Hakim dapat memberikan keterangan atau menulis artikel dalam surat kabar atau terbitan berkala dan bentuk-bentuk kontribusi lainnya yang dimaksudkan untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai hukum atau administrasi peradilan secara umum yang tidak berhubungan dengan masalah substansi perkara tertentu.
"Seperti hakim masih menggunakan ketentuan hukum yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat pencari keadilan walaupun terhadap putusan hakim tersebut tidak bisa serta merta dinyatakan batal kecuali melalui mekanisme upaya hukum lanjutan," ujar Gayus.
Pasal 1 ayat KUHP menyatakan suatu perbuatan pidana tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang telah ada. Sedangkan ayat dua menyatakan bilamana ada perubahan perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan terdakwa maka diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan.
Namun di sisi lain, hakim memiliki diskresi dalam mengadili sebuah perkara. Sehingga MA diminta memberikan keterangan klarifikasi atas berbagai putusan yang kontroversi dalam masyarakat
"Hal-hal tersebut perlu diinformasikan kepada publik dan sebaliknya publik akan menerima dengan kesadarannya melalui informasi yang tepat bahwa hal-hal yang diduga dilakukan salah ternyata tidak benar melalui klarifikasi yang disampaikan sebagai bentuk informasi kepada publik agar MA tidak lagi sebagai lembaga yang terkesan tertutup," paparnya.
Bagi Gayus, beban seorang hakim agung sangatlah besar. Oleh sebab itu dibutuhkan profesionalitas dan integritas tinggi. Meski putusan hakim tidak bisa diganggu gugat, tetapi terhadap profesionalitas dan integritas hakim dalam memutus bisa dipertanyakan.
"Terhadap hakim yang bersangkutan bisa diadukan dan diproses sebagai pelanggaran kode etik hakim dengan sanksi peringatan, non palu (tidak boleh memeriksa/memutus perkara) sampai dengan pemberhentian sebagai hakim," ujar Gayus.
Pada 19 Juni 2007 MK menganulir ancaman pidana dalam pasal 76 dan pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran. Lima bulan setelahnya, dr Bambang menangani pasien Johanes Tri Handoko dan melakukan bedah untuk mengangkat tumor di ususnya. Tidak berapa lama, Johanes dirujuk ke Surabaya. Sepulangnya dari Surabaya, Johanes mempolisikan dr Bambang pada Februari 2008 terkait izin praktiknya. Pada 20 Juli 2008, Johanes meninggal dunia.
Setelah perkara diperiksa PN Madiun, dr Bambang divonis lepas dari segala tuntutan hukum. Anehnya, pada 30 Oktober 2013 MA mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara kepada dr Bambang.
MA menyatakan dr Bambang terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik dan tidak memenuhi kewajibannya memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Duduk sebagai ketua majelis Dr Artidjo Alkostar dengan anggota Prof Dr Surya Jaya dan Andi Samsan Nganro. Namun anehnya MA tidak menjatuhkan pidana denda kepada dr Bambang sehingga putusan MA terhadap kasus dr. Bambang ini menjadi polemik serta keraguan dimata publik.*** Rachmadi Wibisono.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !