Yogyakarta, Info Breaking News - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta menolak gugatan atas Surat Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor K.898/I/A/1975 tentang larangan kepemilikan hak atas tanah bagi warga nonpribumi di DIY. Aturan yang dinilai diskriminatif ini digugat oleh Handoko, warga Mergangsan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
"Memutuskan dan mengadili pokok perkara, menolak gugatan penggugat terhadap Instruksi Wakil Gubernur DIY Tahun 1975. Dan menghukum penggugat dengan biaya perkara Rp407 ribu," ujar Hakim Ketua Cokro Hendro Mukti saat membacakan putusan sidang di Pengadilan Negeri Yogyakarta pada Selasa, 20 Februari 2018.
Handoko menggugat aturan dengan tergugat sejumlah pihak dan lembaga, di antaranya Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY.
Surat instruksi yang terbit pada 5 Maret 1975 itu dinilai mengandung unsur diskriminasi karena tak ada penyeragaman hak atas tanah pada seorang WNI nonpribumi. Handoko menganggap instruksi bertentangan dengan Inpres 26 Tahun 1998 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960. Pemerintah DI Yogyakarta dinilai melakukan perbuatan melawan hukum.
Majelis hakim berbeda pandangan dengan Handoko. Hakim Cokro mengatakan Instruksi Wagub DIY itu tak bisa diujikan di pengadilan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ia mengatakan Surat Instruksi itu bukan peraturan perundangan.
"Instruksi itu bukan merupakan peraturan perundangan, namun peraturan kebijakan setelah berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Untuk mengetahui apakah penerapan produk peraturan kebijakan merupakan perbuatan melawan hukum sesuai dalil penggugat. Instruksi ini hanya bisa diuji dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik," katanya.
Selain hal itu, majelis hakim juga berpandangan jika DIY yang memiliki UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan. Berdasarkan UU itu, Pemerintah DIY diberikan kewenangan dalam mengatur tata cara pengisian jabatan dan tugas gubernur/wagub, kelembagaan Pemda DIY, kebudayaan, tata ruang, dan pertanahan.
"Alasan tergugat tentang penerapan instruksi tersebut untuk melindungi masyarakat ekonomi lemah, menjaga kebudayaan dan keseimbangan pembangunan DIY di masa depan, ini tidak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik," katanya.
Atas putusan itu, Handoko mengatakan menghormati putusan hakim. Namun, ia tetap akan mengajukan banding. Ia tetap meyakini jika instruksi itu diskriminatif.
"Tapi saya menyayangkan dengan putusan ini, karena seakan mengakui adanya diskriminasi kelompok tertentu di Yogyakarta," kata dia.
Handoko tak hanya sekali ini menggugat instruksi Wagub DIY 1975. Dua gugatan sebelumnya juga ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.
Kepala Bagian Bantuan dan Layanan Hukum, Biro Hukum Setda DIY, Adi Bayu Kristanto mengaku bersyukur atas putusan majelis hakim. Meski demikian, ia mengaku siap jika penggugat melakukan banding.*** Yohanes Suroso.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !