Jakarta, Info Breaking News - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menaikkan cukai rokok rata-rata sekitar 10,04 persen. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang ditandatangani Menkeu Sri Mulyani pada 24 Oktober 2017. Kebijakan itu mulai berlaku 1 Januari 2018.
Dengan kenaikan tersebut, cukai tertinggi rokok di Indonesia saat ini mencapai 55,3 persen untuk sigaret putih mesin (SPM). Harga jual sebungkus rokok sesuai banderol sekitar Rp 12.500 sampai Rp 23.000. Untuk harga eceran rokok sekitar Rp 895 sampai Rp 1.130 per batang, bahkan ada yang bisa lebih murah yang mencapai Rp 200 per batang untuk sigaret kelembak kemenyan.
Bagi aktivis antitembakau, kebijakan pemerintah tersebut dinilai belum mampu mengendalikan konsumsi rokok yang prevalensinya terus meningkat.
Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari menyatakan dengan uang jajan anak sekolah antara Rp 5.000 sampai Rp 10.000 dan harga rokok eceran sekitar Rp 1.000 sebatang, tak sedikit dari mereka yang mulai belajar merokok. Oleh karena itu, dia mendesak agar cukai rokok dinaikkan setinggi-tingginya, sehingga harga sebungkus rokok minimal Rp 50.000 dan tidak boleh dijual eceran, sehingga diharapkan anak sekolah tidak membelinya.
Simulasi yang dibuat Centre for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia pada 2016 menunjukkan harga rata-rata sebungkus rokok bisa mencapai Rp 50.000 bila cukai dinaikkan hingga 438 persen. Artinya, kenaikan cukai 10,04 persen tidak berdampak signifikan bagi upaya pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.
Kurangi Konsumsi RokokMenurut peneliti di Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, apabila ingin serius mengendalikan konsumsi rokok, Pemerintah Indonesia bisa belajar dari Filipina dan Thailand. Di kedua negara tersebut, kenaikan cukai yang signifikan terbukti mampu mengurangi konsumsi rokok secara signifikan. Sebaliknya, Pemerintah Indonesia gagal mengendalikan konsumsi produk tembakau.
Filipina, kata Abdillah, melakukan penyederhanaan jenis cukai rokok. Sebelum tahun 2013, terdapat empat jenis cukai rokok, lalu pada 2013 disederhanakan menjadi dua jenis cukai dan sejak 2017 tinggal satu jenis cukai. Bandingkan dengan Indonesia yang memiliki 16 jenis cukai rokok dan ke depan direncanakan disederhanakan menjadi lima jenis cukai rokok.
Cukai rokok pun dinaikkan secara signifikan. Tahun 2012, cukai rokok sebesar 5,6 peso (sekitar Rp 1.500 dengan kurs Rp 270), lalu naik menjadi 14 peso (2013), 19 peso (2014), dan pada 2015 menjadi 22,8 peso (Rp 6.150).
Anggaran kesehatan yang diperoleh dari cukai pun melonjak signifikan dari sekitar 40 juta peso menjadi 100 juta peso.
Lalu di Thailand dilakukan ekstensifikasi cukai, tidak hanya rokok dan minuman beralkohol seperti di Indonesia, tetapi juga cukai terhadap bahan bakar minyak (BBM), mobil, sepeda motor, kapal pesiar hingga parfum. Tak hanya itu, Thailand juga mengenakan cukai atas jasa pijat dan klub malam serta diskotek.
Dari beragam jenis cukai di Thailand, pada 2016 pemerintah mendapat pemasukan US$ 14,7 juta (sekitar Rp 200 miliar dengan kurs Rp 14.000). Cukai rokok memberi pemasukan bagi negara sekitar Rp 26 miliar.
Peningkatan cukai rokok yang signifikan di Thailand berkontribusi terhadap penurunan prevalensi merokok dari 32 persen pada 1991 menjadi 21,4 persen pada 2011.
“Kenaikan cukai yang signifikan di Filipina dan Thailand ternyata bisa menurunkan konsumsi rokok di kedua negara tersebut,” kata Abdillah.
Target penerimaan negara sekitar Rp 175 triliun dari cukai rokok dalam APBN 2018 sesungguhnya bisa lebih mudah diraih apabila pemerintah menaikkan cukai rokok berpuluh kali lipat dari 10,04 persen saat menjadi minimal 400 persen. Dari skenario yang dibuat CHEPS, bila cukai rokok dinaikkan 438 persen, penerimaan negara bisa mencapai Rp 259 triliun. Tak hanya itu, konsumsi rokok pun bisa berkurang sekitar 50 persen. Kata pepatah, sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui apabila cukai rokok dinaikkan setinggi-tingginya. *** Jerry Art.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !