![]() |
Ilustrasi |
Jakarta, Info
Breaking News – Tren korupsi yang melibatkan kepala daerah atau wakil kepala
daerah di Indonesia menunjukkan penurunan selama masa pemerintahan Jokowi yang
dimulai dari tahun 2014 silam.
"Tren korupsi menurun. Data kami jumlah total kepala
daerah bermasalah kurang lebih 427 orang. Data masa Pak Jokowi kurang lebih 83
orang," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian
Dalam Negeri, Akmal Malik, Kamis (2/8/2018).
Berdasarkan data tersebut, dalam rentang waktu dari 2005-2014,
Akmal menyebutkan ada 344 orang kepala daerah menjadi pesakitan.
"Kami catat per empat tahun semasa 2005-2014, kurang
lebih 150 orang yang kena korupsi. Nah, dalam empat tahun
Pak Jokowi angkanya 83 orang. Artinya dibanding sekarang jauh turun,"
jelasnya.
Ia
mengaku jenis korupsi suap adalah yang paling banyak menjerat kepala daerah
atau wakil selama ini. Operasi tangkap tangan (OTT) dari Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pun meningkat.
"Dulu
jarang OTT. Tapi secara kuantitas, jumlah mereka yang terjerat korupsi
kurang," ucapnya.
Ia tak bermaksud membandingkan jumlah koruptor. Namun ia
menilai hal terpenting disini ialah usaha penegakan korupsi berjalan efektif.
"Faktanya
masih ada yang terjerat. Artinya pendekatan sistem harus kita benahi agar lebih
turun," tegasnya.
Akmal menyebut keberadaan Peraturan Presiden (perpres)
Nomor 54/2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi adalah penting.
Sebab, kedepannya para pihak terkait dapat lebih mengefektifkan pendekatan
sistem dalam mencegah korupsi.
"Solusi
cegah korupsi memang harus pendekatan sistem," ujarnya.
Hal senada disampaikan Tenaga Ahli Madya Kantor Staf
Presiden, Ratnaningsih Dasahasta. Di Tim Nasional Pencegahan Korupsi atau
Timnas KPK, kata Ratna, berdasarkan Perpres 54/2018, KPK menjadi koordinator.
"Jadi
seberapa penting Perpres 54/2018 dan Timnas PK? Ini begitu penting agar ada
satu tim yang solid mengkoordinir semua kementerian, lembaga, termasuk pemda
membuat sistem pencegahan terintegrasi," ujarnya.
Ia menuturkan, selama ini setiap kementerian mempunyai
inisiatif masing-masing dalam kaitannya soal pencegahan korupsi. KPK pun
memiliki program pencegahan tersendiri sehingga kerap menyebabkan terjadinya
tumpang tindih program.
"Selama
ini tumpang tindih. Beban pemda atau kementerian/ lembaga itu juga jadi banyak,
karena diperintah oleh banyak instansi," pungkasnya. ***Raymond Sinaga
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !