Headlines News :
Home » » Surati Presiden, OC Kaligis: Penguasa Peradilan Menzolimi Saya

Surati Presiden, OC Kaligis: Penguasa Peradilan Menzolimi Saya

Written By Info Breaking News on Kamis, 15 Juli 2021 | 22.00


JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - 14 Juli menjadi tanggal tak terlupakan bagi sosok OC Kaligis. Di tanggal tersebut, tepat enam tahun yang lalu, dirinya ditangkap terkait kasus korupsi di lingkungan Pengadilan TUN Medan.

Ia akui rasa sakit dan kecewa masih membekas di benaknya mengingat kala itu ia ditangkap tanpa surat panggilan, tanpa BAP dan tanpa barang bukti uang suap yang diduga KPK sebagai fee untuk memenangkan sebuah perkara.


“Seandainya fakta hukum ini diperlakukan sama ketika Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, saudara Jandjri M. Gaffar menerima suap dari Nazaruddin sebesar 120.000 SGD dan setelah beberapa hari mengembalikan uang suap tersebut karena isterinya nangis-nangis agar uang dikembalikan. Karena gratifikasi bukan suap menurut Prof. Mahfud MD, maka tidak ada alasan untuk menjerat panitera dan advokat Gary, karena uang THR bukan uang suap,” tuturnya dalam surat yang ia tulis dan tujukan untuk Presiden Joko Widodo dan disampaikan melalui perantaraan H. Ali Mochtar Ngabalin tertanggal 14 Juli 2021.


Terkait kasus ini, sejumlah upaya sudah OC Kaligis lakukan guna membuktikan dirinya tak bersalah. Proses peradilan yang panjang pun satu per satu ia lalui.


Saat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang pertama, pemeriksaan dilakukan oleh M. Syarifuddin yang saat itu belum menjabat sebagai Ketua MA. Beliau melalui putusan dengan nomor 176 PK/Pid.Sus/2017 tanggal 19 Desember 2017 menyatakan bahwa yang aktif menemui hakim dan panitera untuk memberikan uang THR adalah advokat Muh. Yagari Bhastara Guntur alias advokat Gary. 


“Saya didakwa dengan pasal yang sama. Tapi vonis untuk advokat Gary hanya 2 tahun, sedangkan saya 10 tahun. Kata hakim agung dalam PK pertama saya: disparitas vonis yang menjolok, bertentangan dengan rasa keadilan,” tutur OC Kaligis.


Selanjutnya, OC Kaligis mengajukan PK kedua pada tanggal 25 Maret 2019 atas dasar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014. 


“Majelis Hakim Pengadilan Negeri yang memeriksa syarat formil permohonan PK kedua saya memberikan pendapat bahwa syarat formil permohon PK kedua saya telah terpenuhi dan setuju untuk melanjutkan PK kedua tersebut ke MA yang berwewenang memeriksa substansi PK kedua saya,” ungkap OC Kaligis.


Setelah berkas sampai ke MA, Plt. Panitera Mahkamah Agung Suharto, S.H., M.Hum. pada tanggal 6 September 2019 mengembalikan berkas tersebut untuk dilengkapi dengan syarat formil. Setelah syarat formil dilengkapi, alih-alih diproses, PK kedua OC Kaligis tak kunjung diperiksa oleh MA. 


“Sudah lima belas surat saya kirim tapi tidak ada balasan,” katanya.


Selanjutnya mengenai ide pemberian uang THR menjelang Ketua Pengadilan TUN Medan Pak Tripeni Irianto Putro mudik lebaran, OC Kaligis menyebut semua diciptakan oleh Panitera Syamsir Yusfan tanpa sepengetahuan dirinya maupun Ketua Pengadilan. Hal ini terungkap dalam BAP Syamsir Yusfan.


“Kepergian advokat Gary menemui panitera Syamsir Yusfan tanggal 9 Juli 2015 saat mereka terjaring OTT juga di luar pengetahuan saya dan kantor saya tidak memberi tiket Jakarta-Medan, karena memang hari itu tidak ada agenda ke Medan,” tulis OC Kaligis.


OC Kaligis menjelaskan, ketika terjadi OTT tanggal 9 Juli 2015 terhadap advokat Gary dan para hakim di Peradilan TUN seharusnya dipertanyakan uang itu uang apa dan ketika pada saat itu juga dikembalikan, maka sangkaan suap terhadap mereka tak dapat dijadikan pembenaran OTT oleh KPK. 


“Cuma karena momen itu digunakan  sebagai pintu masuk untuk menjerat saya, maka mereka pun disidik untuk kemudian diadili,” lanjutnya.


Atas pertimbangan tersebut, advokat senior ini menilai seharusnya ia divonis minimal dengan hukuman yang sama karena baik dirinya maupun Gary terbukti memenuhi unsur dakwaan JPU KPK yakni Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Tipikor. Bedanya OC Kaligis tidak pernah mendiskusikan dalam satu acara gelar perkara mengenai gugatan kantornya yang tengah diperiksa di Peradilan TUN Medan.


Tak hanya perkara PK, bahkan saat dirinya sudah menjalani hukuman selama 6 tahun, KPK masih enggan menerima permohonan remisi OC Kaligis. Padahal menurut putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016, setelah putusan in kracht, KPK tidak lagi punya wewenang mencampuri urusan remisi yang menjadi kompetensinya Menteri Hukum dan HAM. 


Oleh karena itu, OC Kaligis melalui suratnya meminta agar Presiden Joko Widodo dapat memberikan atensinya agar permohonan PK kedua yang kembali ia ajukan pada tanggal 25 Maret 2019 dibawah register Akta Pernyataan Peninjauan Kembali No: 4/Akta.Pid.Sus.PK/TPK/2019/PN.JKT.PST dan telah disetujui pemeriksaannya oleh hakim PN terkait, dapat segera diputuskan oleh MA.


“Semoga surat ini melalui Pak Ngabalin bisa menjadi atensi Bapak Presiden untuk saya dapat menggapai keadilan. Semua yang OTT tanggal 9 Juli 2015, terutama advokat Gary telah lama bebas karena cuma divonis 2 tahun.  Fakta hukum ini adalah sekedar untuk menyampaikan betapa bencinya KPK terhadap diri saya, karena melalui buku-buku saya, sampai hari ini, saya masih membongkar oknum-oknum KPK yang terlibat pidana. Berat tugas Pak Firli Bahuri untuk membersihkan KPK-nya Novel Baswedan yang ingin selalu berkuasa di KPK. Semoga perkara saya bisa dilihat secara jernih. Saya seorang pengacara yang tidak pernah merampok  uang negara,” tutupnya. ***MIL




Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved