Jakarta, infobreakingnews - Setelah melalui proses penyidikan yang memakan waktu panjang, akhinya perkara Pengacara Hukum DR.B Hartono, SH, AK, MH disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis, (3/4/2014).
Hartono yang berprofesi sebagai pengacara hukum di Jakarta, didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pasal penggelapan 372. Yang sanksi hukuman maksimalnya dibawah 4 tahun penjara, yang memungkinkan bagi Hartono untuk bisa menjalani prosesi penyidikan tanpa harus dilakukan penahanan.
Kuatnya konspirasi beberapa pihak yang memiliki kepentingan dibalik kasus yang sedang ditangani B.Hartono, membuatnya harus mendekam di tahanan Polres Jakarta Pusat hingga kini menjadi tahanan Kejaksaan di LP.Salemba.
Padahal inti persoalan yang terungkap di persidangan sebagaimana tertuang pada Eksepsi yang langsung dibacakan oleh Penasehat Hukum Khairul & Herson Sitepu, yang dipercaya oleh terdakwa untuk membelanya di depan peradilan, mengungkapkan secara rinci bahwa semula perkara ini terjadi antara Budi santoso, yang awalnya merupakan klien dari terdakwa, dimana Budi memberikan kuasa melalui surat perjanjian kepada B.Hartono, untuk menagih uang sebesar Rp.400 juta kepada PT. Hutama Karya.
Surat Kuasa tertanggal 26 Juli 2010 itu menyebutkan bahwa B.Hartono akan mendapatkan komisi sebesar 20 % jika berhasil menagih uang tersebut diatas dari PT.Hutama Karya. Dan pada kenyataannya terdakwa berhasil menagih uang tersebut dalam waktu yang cukup panjang, karena PT, Hutama Karya membayar uang tersebut dengan cara mencicil selama 12 kali, atau total waktu dalam 18 bulan lamanya uang sejumlah Rp.400 juta tersebut dapat ditagih oleh terdakwa dari PT.Hutama Karya.
Padahal didalam jangka 18 bulan cicilan itu, terdakwa sudah mengeluarkan biaya operasional dalam rangka menagih itu sebesar Rp.200 juta. Hal perjanjian inilah yang dipaparkan oleh penasehat hukum terdakwa Khairul dan Herson Sitepu, SH, perakara ini murni merupakan perkara perdatam, bukan pidana.
Apalagi selama itu hingga desember 2013 saat penyidik Polres Jakarta Pusat memanggil saksi korban,Budi Santosa, guna duduk bersama untuk menghitung honor sesuai perjanjian diantara masing masing pihak, namun Budi Santosa tidak memebuhi panggilan penyidik.
Lebih lanjut Khairul dan Herson Sitepu menilai bahwa perkara yang didakwakan kepada kliennya B.Hartono merupakan konsprirasi pembunuhan karakter dan Kriminalisasi, untuk menghindari kewajiban saksi korban Budi Santoso itu sendiri.
Apalagi sampai saat ini uang Rp 400 juta hasil yang ditagih itu masih utuh tersimpan didalam rekening kantor hukum terdakwa, karena belum ada kesepakatan untuk membagi uang tersebut sebagaimana akta perjanjian yang ada. Begitu juga terhadap biaya operasional yang sudah dikeluarkan oleh terdakwa sebesar Rp.200 juta dalam jangka 18 bulan masa cicilan yang dibayarkan oleh PT.Hutama Karya.
Lebih daripada itu, penasehat hukum terdakwa mengungkapkan bahwa sebelumnya Budi Santoso pernah meminta terdakwa untuk menyelesaikan kasus anaknya di Polda Metro Jaya dimana saat itu anak Budi Santoso bernama Evita Santoso sedang menghadapi kasus, dan terdakwa dijanjikan Rp 75 juta, namun yang baru dibayar hanya Rp 50 juta, sehingga masih tersisa Rp 25 juta yang belum dibayarkan oleh Budi Santoso sampai saat ini kepada terdakwa.
Begitu juga halnya kasus hotel Maxone, dimana Budi Santoso berjanji akan membayar terdakwa sebesar Rp 300 juta, dan kenyataannya baru dibayar Rp 250 juta, sehingga sampai kini Budi Santoso masih menahan sisa Rp.50 juta lagi hak dari terdakwa.
Oleh karenanya Khairul dan Herson Sitepu meminta kepada majelis hakim yang diketuai oleh Jamaluddin Samosir, agar menyatakan surat dakwaan Jaksa batal demi hukum, dan memohon agar majelis hakim berani menyatakan bahwa perkara ini adalah merupakan perdata murni. Persidangan ditunda pekan depan guna mendengar tanggapan jaksa.*** Mil
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !