Jakarta, infobreakingnews - Rabu (14/5) kemarin, PKB dan Partai Nasdem secara resmi menyatakan berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Tiga partai ini sepakat mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden. Masing-masing Ketua Umum diberi kesempatan untuk menyampaikan pidato politiknya di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung.
Nun jauh di sana, seseorang sedang menahan geram. Dirinya merasa dikhianati. Ya, dia adalah Raden Haji Oma Irama (biasa dikenal dengan Rhoma Irama). Tokoh yang menyebut dirinya sebagai Raja Dangdut ini pernah diiming-imingi oleh Imin (Muhaimin Iskandar, Ketum PKB) sebagai kandidat calon presiden. Memang lidah tak bertulang, Imin begitu saja mengubah pendiriannya. Tinggallah Rhoma, keluarga dan pendukungnya merana.
Bang Haji sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan resmi. Namun, putri kandung beliau terlihat amat gusar. Pun demikian halnya dengan fans berat Rhoma. Bagi mereka, perlakuan PKB ibarat peribahasa ‘air susu dibalas air tuba’. Mereka amat meyakini, kenaikan suara PKB secara signifikan adalah berkat dukungan dari penggemar Rhoma Irama (Rhoma effect).
Sungguh saya tidak bermaksud merendahkan Rhoma, tapi sejujurnya saya katakan beliau terlalu naif. Keputusan politik PKB saat ini sudah bisa diprediksi sejak jauh hari. PKB memang tidak pernah benar-benar serius soal pencapresan Rhoma. Sayang, musisi dangdut senior ini sudah telanjur gede rasa (ge-er).
Soal Rhoma Effect, saya juga tidak begitu yakin signifikan dalam kenaikan suara PKB, karena seharusnya asumsi ini dibuktikan lewat hasil exit poll. Jika kita lihat perolehan suara mereka di pemilu 1999, angkanya pun tidak jauh dengan sekarang. Artinya, bisa saja basis massa PKB yang di pemilu sebelumnya memilih partai lain (swing voters) sekarang memutuskan pulang kandang. Tapi sekali lagi, analisis soal perilaku memilih tidak valid tanpa didasari hasil survey.
Andai Rhoma menggunakan nalar sehatnya, ia seharusnya sadar jauh sebelum pileg bergulir, tepatnya saat PKB juga menyatakan Mahfud MD dan Jusuf Kalla sebagai kandidat capres. Bagaimana mungkin satu partai punya tiga capres? Terlalu.
Sekarang Bang Haji mau apa? Marah-marah, ngambek atau menarik dukungan dari PKB? Paling juga Cak Imin cuek aja. Suruh siapa dulu percaya? Ketum partai satu itu kan memang terkenal oportunis.
Bang Haji kan bukan orang baru loh di politik. Sejak decade 70-an ia sudah berkecimpung di PPP. Kalau dulu istilah Rhoma Effect sudah popular, mungkin akan digunakan untuk menjelaskan kemenangan PPP di Jakarta pada pemilu 1977. Rezim orde baru yang gerah dengan sepak terjang Rhoma, akhirnya mencekal dia selama nyaris 11 tahun.
Rhoma tak kehilangan akal, dia tetap berpolitik lewat lagu. Salah satunya adalah melalui single berjudul ‘Pemilu’, yang ia ciptakan menjelang pemilu 1982. Rhoma Irama dengan cerdik memasukkan lirik yang mengandung dua arti. yaitu lirik yang berbunyi : "Diantara tiga tanda gambar....Pilih satu yang paling anda suka...". Arti pertama : Lirik ini seakan memberi pelajaran politik kepada semua pemilih untuk memilih hanya satu dari tiga kontestan peserta Pemilu, yaitu PPP, Golkar dan PDI, karena jika memilih lebih dari satu maka suara tidak sah. Arti kedua : Lirik ini adalah seruan bagi penggemar Soneta untuk memilih nomor satu, yaitu PPP. Cerdas bukan?
Setelah agak berdamai dengan rezim berkuasa, pencekalan terhadap Rhoma dicabut. Ia dan Soneta bisa tampil lagi di TVRI. Bukan cuma itu, Rhoma pun sempat duduk sebagai anggota parlemen dari utusan golongan, yakni mewakili kelompok seniman.
Pada 1995, Rhoma memutuskan hijrah ke Golkar. Ia beralasan tak lagi harus mendukung PPP lantaran semua partai telah berasaskan Pancasila. Pascaruntuhnya Orba, Rhoma kembali berpolitik melalui Partai Bintang Reformasi (PBR). Ironis sekali, Rhoma yang cukup kenyang pengalaman di politik justru dikelecein oleh politisi kemarin sore sekelas Cak Imin. Ya, begitulah balada politik Sang Ksatria Bergitar.

.jpg)

0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !