Jakarta, infobreakingnews - Diluar dugaan dan secara mengejutkan sangat mendadak diujung penghitungan suara KPU Tingkat Nasional, Prabowo Subianto menolak hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.
Prabowo tidak saja menolak hasil Pemilu, tetapi Prabowo juga menyatakan mundur dari Pilpres 2014, hal lni dikarenakan pasangan nomor urut satu itu menganggap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak tanggap terhadap beragam persoalan yang melilit proses pelaksanaan hingga penghitungan suara pilpres.
Kini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus mengambil langkah politik guna mencairkan kebuntuan yang menghantui proses peralihan pemerintahan dan kekuasaan 2014-2019.
"Bola itu sekarang berada di tangan Presiden (SBY). Apabila SBY tidak mengambil exit strategy dalam memecahkan kebuntuan, maka masyarakat yang kembali dibuat bingung. Harus ada keputusan politik dalam menghadapi masalah ini,"kata Sekretaris Jenderal Founding Fathers House (FFH) Syahrial Nasution, Selasa (22/7).
Dikatakan oleh Syahrial, kisruh politik lantaran dilatarbelakangi ketidakmampuan dan ketidakbecusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam merespons beragam persoalan yang mengemuka selama kontestasi Pilpres 2014.
Semua dimulai tidak optimalnya pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT), pengiriman logistik yang terlambat, temuan kecurangan, hingga hilangnya hak politik warga negara.
Bahkan beragam saran dan rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hanya menjadi angin lalu bagi KPU. Karena itu tidak mengherankan apabila muncul pendapat bahwa kualitas demokrasi pada pilpres ini tidak lebih baik dibanding sebelumnya.
"Dalam sosialisasi untuk mensukseskan pilpres, isi kampanye KPU selalu mengharapkan partisipasi warga negara pada 9 Juli lalu. Tapi kenyataannya berbalik," tutur Syahrial lagi.
"Masih ada perlakuan yang berbeda terhadap warga yang kehilangan hak politiknya lantaran kesalahan KPU sendiri. Padahal esensi dari pesta demokrasi itu sendiri itu adalah partisipasi warga negara dalam menggunakan hak politik," ucapnya.
Karena itu, kata Syahrial, SBY sebagai pemegang amanat tertinggi masyarakat Indonesia, harus menyelidiki, mengaudit, dan investigasi penolakan capres nomor urut satu terhadap proses rekapitulasi suara nasional yang dilakukan KPU.
"Jangan sampai persoalan mencoreng wajah pemerintahan SBY atau meninggalkan cacat di mata masyarakat serta citra Indonesia di mata dunia internasional," tuturnya.
Apalagi jauh-jauh hari SBY sudah mengimpikan bahwa pemerintahannya akan khusnul khotimah di pengujung Oktober 2014.
Selain itu, menurutnya, SBY harus mengambil peran aktif untuk mendekati tokoh-tokoh yang ada di belakang kedua pasangan capres cawapres tersebut.
Baik dari kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla maupun Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Dengan begitu, pemerintahan masa akan datang tidak tersandera dengan persoalan-persoalan masa lalu yang menghantuinya.
"Di sinilah kenegarawan seseorang diuji. Apakah Mega (Megawati Soekarnoputri) mau ditemui SBY? Apakah Prabowo mau bersilaturahim dengan Mega? Jika alasan untuk merah putih dan NKRI, tokoh-tokoh itu harus berani," ucapnya.
Paling tidak kini dunia internasional terhenyak dengan kejutan demokrasi yang terjadi di Indonesia,dampaknya langsung hari ini juga Rupiah melemah dan kalangan pengusaha semakin gusar dan penuh berdoa agar hari-hari kedepan tak ada kerusuhan massa sebagaimana yang rame disukan.*** Candra Wibawanti.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !