Jakarta, infobreakingnews - Dengan gaya yang berapi api penuh ledakan dalam melontarkan kesaksiannya, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok menyasar Wakil Ketua DPRD DKI sekaligus Ketua Balegda M Taufik, saat memberikan kesaksiannya untuk terdakwa perkara korupsi dan pencucian uang yang juga adik kandung Taufik, M Sanusi, dengan kapasitasnya sebagai anggota DPRD DKI.
Dalam kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/9) pagi, Ahok kembali menjelaskan proses penyusunan raperda reklamasi Pantai Utara Jakarta yang lamban. Ini lantaran Balegda tidak menghendaki penetapan besaran kontribusi tambahan 15% dari NJOP total lahan.
Proses pembahasan antara Balegda dengan Pemprov DKI "deadlock" karena Balegda ingin menetapkan kontribusi tambahan hanya 5% dalam bentuk tanah bukan dari NJOP total lahan yang dijual.
"Pemahaman saya yang merugikan negara itu korupsi," kata Ahok.
Ahok tidak bisa memastikan mengapa pembahasan raperda di DPRD DKI tidak pernah paripurna. Padahal, jika raperda disahkan, tahun 2016 Pemda DKI bisa mendapat keuntungan mencapai Rp 48 triliun berdasarkan penghitungan dari pihaknya.
Diketahui, proses pembahasan raperda berjalan lamban karena paripurna DPRD DKI tidak pernah kuorum. Dit engah proses tersebut Sanusi menerima suap Rp 2,5 miliar dari Presdir Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja serta asistennya Trinanda Prihantoro. Pembahasan raperda dipimpin oleh Taufik kakak kandung terdakwa Sanusi.
Ariesman dinyatakan terbukti menyuap Sanusi dan dijatuhi vonis 3 tahun penjara, sedangkan Trinanda dipidana penjara 2,5 tahun. Ahok merasa kecewa dengan pengembang yang menyuap Sanusi untuk mengurangi kontribusi tambahan serta mempercepat pembahasan raperda. Sebab, dalam pertemuan dengan Ahok saat dirinya masih wagub para pengembang menyatakan tidak keberatan dengan kontribusi tambahan.
Ahok mengingatkan, proses reklamasi Pantai Utara Jakarta dimulai sejak tahun 1995 sesua Keppres No 52/1995 serta Perda No 8/1995. Dua beleid tersebut telah mengamanatkan kontribusi tambahan namun tidak menyebut angka. Ahok menggunakan diskresi untuk menetapkan angka 15%.
Menurutnya, besaran kontribusi 15% lebih tepat diatur dalam perda bukan pergub. Dirinya khawatir jika nanti tidak menjabat Gubernur DKI atau dirinya sedang cuti ada yang memainkan angka 15% melalui pergub.
"Kalau perdanya keluar saya langsung keluarkan pergub, selesai," kata Ahok.
Selain Ahok, jaksa KPK juga menghadirkan staf Ahok, Sunny Tanuwidjaja sebagai saksi untuk Sanusi. Dalam proses sidang Ariesman, jaksa KPK meemutar rekaman percakapan Sunny dengan Sanusi berkaitan dengan lambannya proses pengesahan raperda. Namun, Sunny membantah percakapan tersebut menyinggung adanya aliran dana untuk mempercepat pembahasan. *** Candra Wibawanti.



0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !