![]() |
Komachi-dori, Kamakura |
Kamakura, Info Breaking News
– Salah satu kota di Jepang, Kamakura baru-baru ini memberlakukan peraturan
terbarunya yang melarang para turis untuk makan sambil berjalan.
Alasan
utama pemberlakuan larangan itu adalah sampah dari kemasan dan sisa makanan dapat
menarik perhatian hewan di sana, sehingga hal tersebut bisa sangat merepotkan
terutama bagi para penduduk setempat untuk membersihkannya.
Meski sudah resmi
diterapkan, tidak ada denda atau sanksi yang diberikan kepada mereka yang
melanggar. Perwakilan dari Kamakura menyebut, peraturan tersebut sejatinya diciptakan
untuk membangun kesadaran para pelancong terkait dengan masalah sampah
ketimbang untuk menghukum mereka.
Secara
khusus, pihak berwenang setempat menitik beratkan fokus mereka di Komachi-dori,
gang yang dikelilingi oleh deretan toko pakaian dan penjual makanan. Jalan
kecil ini ramai dikunjungi turis lantaran serta para pemburu kuliner lokal,
meskipun juga menjadi area komersial.
Kamakura sendiri merupakan
sebuah kota yang berjarak tidak terlalu jauh dari pusat kota Tokyo. Dibutuhkan
waktu sekitar satu jam saja menggunakan kereta dari Tokyo untuk mengunjungi
Kamakura.
Japan Today melaporkan bahwa 50.000 hingga
60.000 orang mengunjungi Komachi-dori setiap harinya, menyusuri jalan setapak
yang panjangnya hanya 350 meter (1.200 kaki).
Namun, kekhawatiran tentang
"makan sambil berjalan" tidak hanya terkait dengan potensi sampah
atau tumpahan minuman di kain-kain yang dijual di sana atau di jalan.
Penduduk lokal juga percaya
bahwa makan sambil berjalan atau aktivitas fisik lainnya merupakan perilaku
buruk dan tak sopan. Hal tersebut dilarang karena bisa menunjukkan kalau Anda
tidak menghargai makanan Anda.
Bagi
sebagian orang, keyakinan ini berakar pada Perang Dunia II, ketika stok
makanan kala itu sangat langka.
Peraturan
untuk tak makan sambil berjalan tak hanya diberlakukan di Jepang saja.
Di
Italia, tepatnya di kota Florence, pemerintah setempat juga membuat peraturan untuk
tidak makan dan minum di trotoar, jalan raya dan di depan pintu toko serta
rumah-rumah.
Selain karena alasan
kebersihan, kondisi jalan yang sibuk dan ramai ditambah wisatawan yang duduk di
trotoar dinilai akan membuat orang lain sulit untuk lewat atau berjalan.
Dalam kasus di Florence,
pembatasan tersebut disertai dengan denda yang mahal, yaitu 500 euro atau
sekitar Rp 8 juta.
Sementara itu, sebuah kota
dengan jajan pinggir jalan (street food) terbaik
di dunia, Bangkok, telah mencoba mencari tahu apa yang harus dilakukan dengan
pasar dan kedai makanannya selama beberapa waktu.
Beberapa penduduk setempat
menginginkan pembatasan atau bahkan penutupan dari kedai-kedai itu, karena
kerumunan orang yang terus bertambah. ***Jeremy
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !