![]() |
JC Tukiman Taruno Sayoga, Ph.D. |
Jakarta, Info Breaking News - Pendaftaran
peserta didik lewat sistem zonasi tahun ajaran 2019/2020 s aat ini, menggambarkan
dengan sangat jelas betapa besar potensi orang tua peserta didik untuk berperan
serta dalam pendidikan. Mereka menunjukkan atensinya terhadap “semua yang
terbaik untuk anak,” meskipun di sisi lain ada rasa khawatir karena hak anak
(peserta didik) untuk diberi kesempatan belajar mengurus diri dengan berbagai
urusan administrasi pendaftaran “diambil alih” begitu saja oleh orang tuanya.
“Anak
disuruh “duduk manis” dan tidak diberi kesempatan bersusah payah memenuhi
segala persyaratan. Kalau pun anak ikut ke mana-mana, akan tetapi orang tua lah
yang berperan. Dalam kondisi seperti ini pertanyaan yang muncul ialah: “Kapan
anak akan diberi kesempatan belajar menghadapi permasalahan hidupnya?” kata
Akademisi Unika Soegijapranata Semarang, JC Tukiman Taruno Sayoga, Ph.D.
Lebih
lanjut Taruno mengatakan, besarnya energi orang tua untuk menyekolahkan
anak-anaknya, harus dipelihara terus bukan saja hanya pada saat pendaftaran ini
saja, melainkan perlu terus dilibatkan dalam proses pendidikan perserta didik
dari tahun ke tahun. antara
hal-hal yang ditanamkan di sekolah dan di rumah masing-masing,” ujar pria yang
terus mengembangkan konsep dan implementasi MBS.
Memanfaatkan
waktu sekitar 30 menit bersama orang tua, pasti akan besar manfaatnya bagi
sekolah maupun orang tua di rumah masing- masing. Materi yang dikupas bahkan
pasti akan sampai ke bagaimana mendampingi anak mengerjakan PR (pekerjaan
rumah), mengapa sarapan di rumah itu sangat penting, menu apa saja yang
sebaiknya disantap saat sarapan dan apa saja yang sebaiknya dihindari.
“Tegasnya,
kalau “gerombolan” orang tua itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pihak sekolah
sebagai “sekolah khusus” bagi orang tua, serta dilaksanakan secara konsisten
dan konsekuen, dapat diyakini bahwa dalam kurun dua tahun saja, pasti di
sekolah itu akan terjadi perkembangan yang sangat signifikan,” papar Taruno.
Aparatur
dinas pendidikan dapat memberikan dorongan entah lewat surat edaran, ikut
memberikan materi, bahkan juga menyusun materi sederhana agar kepala sekolah
terdorong untuk menyelenggarakan “sekolah khusus” dimaksud. Rambu-rambu dapat juga
disusun juga oleh dinas pendidikan. “Sekolah
khusus” seperti ini pasti dapat berlangsung pada setiap tahun pertama peserta
didik memasuki satuan pendidikan; sedangkan pada tahun-tahun berikutnya
sebaiknya sekolah memberikan fasilitas berdirinya paguyuban orang tua kelas.
“Pihak
sekolah mendorong orang tua siswa kelas II, III, IV dan V serta VI membentuk
paguyuban untuk membantu proses pendidikan. Demikian juga di satuan pendidikan
SMP, “sekolah khusus” dapat dimulai bagi orang tua siswa kelas VII, selanjutnya
orang tua siswa kelas VIII dan IX meneruskannya dalam paguyuban orang tua. Hal
yang sama dapat terjadi untuk orang tua siswa di satuan pendidikan SMA/SMK. Melibatkan
peran serta orang tua dengan model “sekolah khusus” dan paguyuban kelas ini
pasti akan dengan cepat dapat menyelesaikan permasalahan sepelik apa pun
menyangkut hak anak untuk pendidikan. Sekolah tidak mungkin menyelenggarakan
sendiri pendidikan anak bangsa,” tutupnya. *** Vincent.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !