Headlines News :
Home » » OC Kaligis Surati Puan Maharani

OC Kaligis Surati Puan Maharani

Written By Info Breaking News on Minggu, 12 April 2020 | 07.00



Jakarta, Info Breaking News – Katanya semua pribadi sama di mata hukum, namun dalam praktiknya hukum di Indonesia masih timpang dan kerap diskriminatif.

Hal inilah yang dirasakan oleh O.C. Kaligis, seorang advokat senior yang kini menjalani masa tahanan di Lapas Sukamiskin, Bandung. Se

Menyoroti hal ini, O.C. Kaligis pun kembali menulis surat terbuka yang kali ini dilayangkan kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani dan segenap jajaran DPR RI lainnya.

Berikut surat beliau seperti diterima oleh redaksi infobreakingnews.com:

Sukamiskin, Jumat 10 April 2020.

Hal: Perlakuan diskriminatif bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan prinsip equality before the law.

Kepada yang terhormat Ketua DPR RI ibu Puan Maharani dan para Wakil Ketua DPR RI.

Dengan segala hormat,

Perkenankanlah saya Prof. Otto Cornelis Kaligis, sebagai warga negara Indonesia, yang kepentingan hukum saya dan warga negara lainnya, diwakili oleh Yang Mulia Ketua dan Wakil Ketua DPR RI beserta semua jajarannya menyampaikan inti perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya, yang bertentangan dengan hak Asasi Manusia dan asas persamaan di depan hukum (equality before the law).

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1. Indonesia adalah Negara Hukum, bukan Negara Kekuasaan.

2. Pancasila menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia berdasarkan keadilan menuju masyarakat yang makmur. (Sila kedua dan kelima)

3. Pasal 1(3) Undang Undang Dasar dengan jelas mengatur Indonesia sebagai Negara Hukum. Makna dari ketentuan ini adalah bahwa setiap warga Negara diberikan oleh Negara Perlindungan Hukum (legal protection) dan pelaksanaannya (legal enforcement) tanpa diskriminasi.

4. Sebagai anggota PBB kita juga mengakui Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948. Dua pokok fondasi dari Declaration of Human Right yang diakui anggota PBB termasuk Indonesia adalah prinsip Equal Right dan non-discrimination. Bahkan angka 7 Prinsip Umum Deklarasi tersebut berbunyi sebagai berikut: “Perlakuan hak yang sama di depan hukum dalam perkara pidana dengan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah  tanpa adanya diskriminasi.” Ini yang menjadi pertimbangan lahirnya Undang-Undang HAM, Undang Undang nomor 39/1999. Sayangnya dalam pelaksanaan Hukum Pidana, diskriminasi itu tetap berlaku bagi vonis Korupsi warga binaan. Persamaan kedudukan Hukum dirusak oleh PP 99/2012.

5. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar adalah fondasi Asas Perlakuan Persamaan di depan hukum. Pasal 28 D (1) mengatur mengenai Hak Asasi yang merupakan bagian tak terpisah dari kehidupan setiap manusia dan diakui oleh kovenan-kovenan PBB, sebagai hak universal yang melekat pada setiap subyek hukum, tanpa kecuali.

6. Pasal 9 Undang-Undang Dasar, mewajibkan Kepala Negara dalam sumpahnya untuk taat kepada Undang-Undang, sebagai konsekuensi Indonesia yang adalah Negara Hukum.

7. Sebagai bagian dari anggota PBB, Hukum Nasional Indonesia tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang dianut PBB.

8. Kita menggratifikasi ICCPR dan Transnational Organized Crime masing-masing dengan Undang-Undang nomor 12/2005 dan Undang-Undang nomor 5/2008. Kita turut mengakui prinsip-prinsip persamaan perlakuan di depan Hukum dan prinsip non diskriminasi sejalan dengan ratifikasi kedua undang-undang tersebut. Sayangnya ratifikasi Transnational Organized Crime belum sesuai dengan Hukum Pidana kita dalam pelaksanaannya. Kita juga mengakui Mandela Rule yang diakui PBB serta semua kovenan tersebut diatas yang berdasarkan Hak Asasi Manusia, mengesampingkan perlakuan diskriminatif.

9. Undang-Undang Pemasyarakatan nomor 12/1995 yang dimulai dengan pertimbangan Pancasila dan Konstitusi sebagai Dasar menyatakan tidak berlakunya Undang Undang Pemasyarakatan peninggalan Pemerintahan Hindia Belanda. Asas Undang-Undang tersebut terdapat di Pasal 5: “Pengayoman terhadap warga binaan atas dasar penghormatan terhadap   harkat dan martabat warga binaan sejalan dengan sila kedua Pancasila.  Pasal 14 mengenai hak-hak warga binaan. Harus diberlakukan secara non diskriminasi, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional di PBB, yang sekali lagi dengan tegas mengatur bahwa Diskriminasi bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.

10. Non diskriminasi, Bapak Persamaan Hak adalah Bapak Nelson Mandela penerima hadiah Nobel, yang tak henti-hentinya sampai akhir hidupnya konsisten memperjuangkan persamaan hak. Kata Nelson Mandela: “Keep Fighting against Injustice”. Jangan berhenti berjuang melawan ketidakadilan.

11. PP 99/2012 memporak-porandakan dasar utama fondasi Republik ini yaitu Pancasila Dan Konstitusi.

12. Hasil Pansus DPRRI terhadap KPK menemukan fakta betapa oknum-oknum KPK korup dan sering melakukan kejahatan jabatan. Sayangnya ketika fakta pelanggaran ini menyangkut KPK, penegak hukum segan menindaklanjuti penyelidikan serta penyidikan terhadap mereka.

13. Mestinya Bibit, Chandra Hamzah, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Novel Baswedan, Prof. Denny Indrayana semua mereka sudah seharusnya diadili. Hal ini bila dibandingkan bagaimana KPK menyidik seseorang, penyidikan yang penuh intimidasi, rekayasa keterangan saksi, tuntutan yang copy paste, dakwaan mengesampingkan fakta persidangan.  Semuanya itu terungkap di dalam Laporan Panitia Angket DPR RI pada Bab III di bawah judul Fakta, Data dan Hasil Penyelidikan.

14. Sekalipun hasil Pemeriksaan BPK terhadap korban-korban penyidikan KPK: tidak terdapat Kerugian Negara, yang bersangkutan tetap dipenjara berdasarkan kesaksian de auditu hasil rekayasa penyidik KPK. Sedangkan oknum-oknum KPK termasuk Prof. Denny Indrayana yang gelar perkaranya menyimpulkan bahwa Prof. Denny adalah tersangka koruptor, toh Prof. Denny tetap bebas melenggang.  Bahkan yang bersangkutan mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Selatan.  Jelas jelas mereka ini Kebal Hukum.  Bibit, Chandra Hamzah, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, para tersangka deponeering, namanya tidak pernah direhabiliter. Bambang yang di Mahkamah Konstitusi menolak mati-matian kepemimpinan Jokowi, sekarang penikmat uang Negara sebagai pejabat di DKI Jakarta. Idem dito dengan Chandra Hamzah sebagai Komut Bank Tabungan Negara. Dan yang benar-benar super kebal hukum adalah tersangka pembunuhan, Novel Baswedan.

15. Ketika semua media, ICW dan LSM pendukung diskriminasi dan dengan meminjam nama rakyat selalu menggiring masyarakat agar memandang kami sebagai sampah tanpa punya persamaan hak, satu-satunya harapan kami adalah Ibu dan Bapak yang duduk sebagai Pimpinan DPR RI. Semoga dapat memperjuangkan perlakuan persamaan hak bagi kami para warga binaan vonis Korupsi.

16. Sejujurnya banyak di antara kami tidak merampok uang Negara. Saya tidak menyuap satu sen pun Hakim Tripeni untuk perkara saya yang dikalahkan dan dalam proses banding. Saya bukan tersangka OTT. Tidak satu sen pun uang suap/THR disita dari tangan saya. Semua yang OTT divonis antara 1 sampai 4 tahun. Saya 7 tahun untuk uang THR 5000 dolar singapura yang diberikan oleh advokat Garry yang di OTT. Advokat Garry pemberi uang THR hanya divonis oleh KPK 2 tahun disertai remisi.

17. Yang merasa diperlakukan tidak adil bukan siapa-siapa, melainkan saya sendiri termasuk kawan-kawan yang divonis tanpa bukti perampokan uang negara dan teman senasib warga binaan lainnya di Sukamiskin. Silahkan pertanyakan sendiri fakta ini kepada Bapak Barnabas Suebu, Surya Dharma Ali, Jero Wacik, Johannes Kotjo, Johar Firdaus, DR. Drs. H. Ridwan Mukti MH ex Gubernur Bengkulu yang divonis tanpa bukti,  Helmi Kamal Lubis Mantan Direktur DP Pertamina yang menguntungkan perusahaan yang selama ini terus merugi dan banyak korban lainnya.

18. Cukup banyak ahli Hukum yang mengkritisi kinerja KPK di masa lalu, yang terjun bebas tanpa pengawasan. Laporan Panitia Angket DPR RI adalah bukti nyata bagaimana banyak oknum KPK yang tempatnya seyogyanya di penjara-penjara di Indonesia. Bedanya, mereka punya media, LSM pendukung yang dengan beritanya dapat mempengaruhi Presiden, sehingga Presiden SBY yang semboyannya “Katakan Tidak Kepada Koruptor,” akhirnya membebaskan tersangka Korupsi Bibit-Chandra Hamzah melalui deponeering. Beda dengan nasib besannya sendiri Aulia Pohan, yang demi pencitraan SBY, pantang diberi predikat deponeering. Sejak taktik deponeering yang diperlakukan saat itu, Peradilan Indonesia, Penegakan Hukum Indonesia berantakan dan hancur lebur.  Persamaan kedudukan di depan Hukum tidak berlaku bagi oknum-oknum KPK yang selalu bisa lolos Pidana karena dukungan ICW, LSM dan Medsos pendukung.

19. Permohonan:  Saya O.C. Kaligis sebagai pribadi dan mewakili teman teman warga binaan. Kami hanya memohon satu hal. Bukankah Bapak Presiden tidak pernah menolak revisi Undang-Undang Pemasyarakatan? Beliau hanya memakai istilah “menunda”. Bagaimana kalau para Pimpinan DPR meminta Kepada Bapak Presiden agar mencabut masa penundaan tersebut dan mensahkan Undang-Undang Pemasyarakatan yang telah disetujui DPR RI? Pengesahan itu pasti berguna bagi Yang Mulia, wakil-wakil Rakyat, juga bagi kami para warga binaan, berguna bagi keluarga dan anak cucu anda. Semoga diantara mereka tidak pernah ada yang tertimpa musibah dipenjarakan. Atas perhatian Yang Mulia saya ucapkan banyak terima kasih.

Hormat saya.

Otto Cornelis Kaligis Warga binaan usia usur, 78 tahun, dipenjara sudah 5 tahun tanpa remisi. Penghuni Lapas Sukamiskin Blok Barat atas nomor 2.

Cc. Menteri Hukum Dan Ham Yth. Bapak Yasonna Laoly Phd. ***Armen Fosters


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved