![]() |
Suasana Diskusi Online “Menakar Potensi Korupsi Dalam Penanganan Pandemi Covid-19” pada Jumat (1/5/2020) |
Jakarta, Info Breaking News - Institute
for Action Against Corruption (IAAC) menggelar diskusi online dengan topik “Menakar Potensi Korupsi Dalam Penanganan Pandemi Covid-19” pada Jumat
(1/5/2020) pukul 15.00 via Zoom. Dalam diskusi ini terdapat 4 orang narasumber
yakni Saut Situmorang (Mantan Komisioner KPK), Dr. Umbu Rauta, SH., M.Hum
(Pakar Hukum Tata Negara FH UKSW), Rian Ernest (Politisi Partai Solidaritas
Indonesia) dan Chrisman Damanik (Penagamt Hukum) serta dimoderatori oleh Dodi
Lapihu (Direktur Eksekutif IAAC).
Dalam
diskusi ini, Umbu Rauta memaparkan bahwa lahirnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020
berdasar Pasal 22 UUD 1945 yakni “dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa”
artinya terdapat kedaruratan pengaturan. Disebut darurat pengaturan karena
belum ada aturannya aau sudah ada namun kurang memadahi.
Menurut
Umbu, pengujian Perppu terdapat 2 cara yakni legislative review dan judicial
review. “Apa yang diuji? Jika menggunakan persepektif legislative review maka
yang diuji hanya aspek formil karena DPR hanya menyetujui atau tidak soal hal
ikhwal kegentingan yang memaksa dan tidak mengubah/mencabut norma. Sedangkan
jika menggunakan perspektif judicial review, maka selain aspek formil, ada pula
aspek materiil,” papar Umbu.
Lebih
lanjut Umbu mengatakan tidak sependapat bahwa Pasal 27 ayat (2) Perppu Nomor 1
Tahun 2020 dianggap seolah-olah memberikan hak imunitas dan dapat melahirkan
celah korupsi. “Karena ada syarat bahwa tindakan yang dilakukan dengan itikad
baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kalau yang
terjadi sebaliknya ya tidak bisa dilindungi,” tegasnya.
Sementara
itu, Rian Ernest menilai bahwa Perppu ini adalah itikad baik pemerintah.
Terkait dengan bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah, dirinya
memberikan masukan agar pendataan khususnya untuk penerima bantuan lebih
diperhatikan dan valid agar tepat sasaran. Ernest juga memberikan pendapatnya
tentang kartu pra kerja yang belakangan menjadi sorotan publik.
“Kartu
pra kerja adalah suatu program yang digaungkan Pak Jokowi sejak kampanye dan
merupakan suatu hal yang baik. Namun format pelatihan dan training pra kerja
adalah hal yang belum dibutuhkan saat ini. Bagaimana pekerja memperoleh
pekerjaan sedangkan situasi saat ini banyak perusahaan melakukan efisiensi
tenaga kerja? Ini hanya persoalan timing saja yang kurang tepat, namun pada
dasarnya program ini baik,” kata Ernest.
Dalam
kesempatan ini, Saut Situmorang mengatakan bahwa sebetulnya jika para pemangku
kepentingan menjauhi 7 bentuk korupsi, maka Perppu ini tidak diperlukan.
“Pengalaman menunjukkan bukan peraturan tidak ada atau aparat penegak hukumnya
tidak ada, namun persoalan conflict of interest,” ungkap Saut.
“Saya
ingin sampaikan kepada para apparat penegak hukum bahwa KPI anda adalah UU
tipikor. Disana terdapat keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Kepada para
pemangku kepentingan saya ingatkan, jangan melakukan persekongkolan, jangan
menerima suap, dan jangan ada benturan kepentingan,” kata Saut.
Sedangkan
Chrisman Damanik menegaskan pentingnya peran serta masyarakat dalam hal
pengawasan. Chrisman juga berpendapat bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2020 ini tidak
memberikan kekebalan hukum. “Karena ada rambu-rambu yakni setiap tindakan harus
dilakukan dengan itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Jangan berpikir Perppu ini akan melahirkan kekebalan hukum
dan celah korupsi. Perppu ini adalah itikad baik pemerintah, berikanlah
kepercayaan pada pemerintah,” pungkasnya. ***Vincent Suriadinata
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !