![]() |
Skenario 2 pola Siskamling dengan menerapkan Physical distancing Pandemi Covid-19 |
Pandemi
Covid-19 yang terjadi di Indonesia tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan
semata, namun berdampak pula pada aspek ekonomi, politik, dan keamanan. Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) menyatakan tingkat kriminalitas meningkat selama
pandemi Covid-19. Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono menyatakan
peningkatan kriminalitas sebesar 19,72 persen dari masa sebelum pandemi. “Pada
Februari ada 17.411 kasus. Di Maret ada 20.845 kasus,” kata Argo pada 13 April
lalu.
Kabaharkam
Polri Irjen Agus Andrianto pada Senin (20/4) lalu menyatakan naiknya tingkat
kriminalitas salah satunya disebabkan banyak orang terdampak secara ekonomi di
tengah pandemi. Mereka akhirnya memilih jalan pintas melakukan kriminalitas.
Agus menyatakan pula, para pelaku kriminal memanfaatkan situasi pembatasan
sosial yang membuat lingkungan sepi untuk melakukan aksinya.
![]() |
Potensi korelasi siskamling tanpa Physical distancing dengan pandemi Covid-19 |
Sementara
itu, Bupati Wonogiri Joko Sutopo meminta masyarakat meniadakan ronda selama
pandemi berlangsung. “Kalau rondanya berlebihan sampai jam dua jam tiga
pagi masih di luar rumah, berkerumun, merokok dan ngobrol kan bisa menurunkan
daya tahan tubuh dan kondisi fisiknya,” jelasnya.
Menyikapi kondisi
tersebut, terdapat sebuah gagasan untuk mengadakan siskamling dengan tetap
memperhatikan physical distancing. “Ada dua skenario yang terpikir; skenario
pertama warga berjaga di halaman rumah masing-masing. Sedangkan skenario kedua
tetap dilakukan ronda keliling namun menerapkan pola tertentu untuk
memninimalisir kontak fisik jarak dekat.
Dalam dua
skenario tersebut sama-sama tidak dilakukan aktivitas berkumpul
bersama baik di Pos Kamling maupun rumah salah satu warga,” terang Satrio
A. Wicaksono.
Lebih
rinci Satrio menjelaskan Skenario 1 yang ia gagas sebagai berikut:
1 1. Setiap
warga bertanggung jawab mengawasi keadaaan dan keamanan di sekitar rumah
masing-msing tanpa keluar dari rumah dengan dibekali kenthongan.
2 2. Pada
jam-jam tertentu yang disepakati secara berurutan (sesuai pola yang disepakati)
warga secara bergiliran memukul kenthongan dari rumah masing-masing.
3 3. Dalam
hal terdapat kondisi yang tidak wajar/mencurigakan pola
pukulan kenthongan diubah sesuai kesepakatan.
4 4. Selama
pelaksanaan Siskamling tetap ada 2 penanggung jawab di setiap ruas jalan yang
berjaga dari rumah masing-masing.
5 5. Penanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada point (4) melakukan pemeriksaan di lapangan
jika terjadi perilaku/situasi tidak wajar/mencurigakan dengan tetap
memperhatikan physical distancing dan mengenakan masker.
6 6. Koordinasi
dan komunikasi selain memanfaatkan kenthongan juga didukung media
lain (ponsel).
Satrio
menuturkan, kelebihan dari skenario 1 ini adalah warga tetap berada di dalam
rumah masing-masing namun nyata bahwa aktivitas pengawasan berlangsung.
“Pelaksana Siskamling tidak merasa jenuh meski dalam berjaga meski tidak secara
langsung bertemu satu sama lain. Dalam kondisi normal (tidak ada hal
mencurigakan yang perlu diperiksa di lapangan) warga tidak perlu melakukan
proses bersih diri (mandi, keramas) serta disinfeksi pakaian dan semua barang
yang dikenakan seusai Siskamling,” kata Satrio.
Namun
skenario 2 ini juga memiliki kekurangan, yakni keterbatasan jumlah SDM (warga)
menjadikan durasi bisa menjadi panjang. “Warga yang bertugas merasa jenuh. Selain
itu, semua warga yang bertugas harus melakukan protokol bersih diri
(mandi, keramas) serta proses disinfeksi terhadap pakaian dan semua barang
yang digunakan usai melakukan Siskamling,” ujar warga Kota Salatiga ini.
Ketika
ditanya alternatif mana yang lebih baik, dirinya mengungkapkan lebih memilih
skenario 1 dengan mempertimbangkan kondisi saat ini (wabah COVID-19).
“Skenario 1 cenderung lebih praktis karena kalau tidak ada kondisi tidak
wajar/mencurigakan warga yang melakukan Siskamling tidak keluar dari halaman
rumah sehingga tidak repot melakukan prosedur bersih diri dan disinfeksi
sesudahnya. Skenario 1 juga tentu saja lebih aman dari
paparan COVID-19 dari benda di luar atau apapun yang memang tak bisa
diawasi dengan mata telanjang,” imbuhnya.
“Jangan
lupa bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah menjaga keamanan
lingkungan, bukan kumpul-kumpul/bersosialisasi. Ini bukan saatnya
bersosialisasi secara langsung, jangan sampai karena ingin mengantisipasi suatu
masalah kita justru menjadi sumber masalah untuk hal lain (COVID-19),”
pesan Satrio. *** Vincent Suriadinata
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !