Headlines News :
Home » » Mengenal Otto Sugiri, Bill Gates nya Indonesia

Mengenal Otto Sugiri, Bill Gates nya Indonesia

Written By Info Breaking News on Senin, 27 Desember 2021 | 16.40

Otto Sugiri

Jakarta, Info Breaking News
- Padahal dulu saat tumbuh remaja hingga dewasa pria yang sehari hari dipanggil Sugiri ini dianggap remah bahkan disebut sebagai seniman karena rambutnya yang panjang dan berpenampilan unik bahkan penggemar baju warna hitam tanpa banyak asesories. Namun siapa mengira Sugiri bakal menjadi orang paling kaya dari hobby nya akan internet dan perangkat digitalnya.Sehingga pantes juga Sugiri disebut sebagai Bil Gates nya Indonesia, dan membuat bangga anak bangsa. Begitulah jika sesuatu yang diminati secara terus menerus secara fokus akan menjadi berhasil sukses dan besar dibidangnya.

Nama Otto Toto Sugiri menjadi perhatian publik karena pertama kalinya muncul dalam daftar 50 orang terkaya Indonesia 2021 yang dirilis oleh Forbes.

Tak tanggung-tanggung, namanya langsung menempati urutan ke-19 dalam daftar tersebut. Pendiri sekaligus Presiden Direktur PT DCI Indonesia Tbk ini memiliki kekayaan sebesar US$2,5 miliar atau setara Rp35,7 triliun.

Kekayaannya hari ini adalah buah manis dari usaha yang telah dia lakukan selama ini. Sejak 1989, dia telah banyak berinovasi untuk kemajuan bidang teknologi Indonesia. PT DCI Indonesia Tbk kini menjadi pusat data terbesar di Indonesia. Harga sahamnya pun meroket sejak terdaftar pada Januari 2021.

Chief Operating Officer (COO) Dattabot, Tom Malik, bahkan menjulukinya sebagai Bill Gates-nya Indonesia. “Sugiri itu ibaratkan Bill Gates dari Indonesia,” kata dia, dikutip dari Forbes, Jakarta, Kamis, 16 Desember 2021.

Berikut perjalanan Otto Toto Sugiri yang telah Dream rangkum dari berbagai sumber.

Pda tahun 1989, pria yang akrab disapa Toto ini mendirikan perusahaan pertamanya yang bernama Sigma Cipta Caraka. Kala itu, Sigma adalah salah satu perusahaan software paling awal di Indonesia dan berhasil menembus penjualan terbesar, mengalahkan provider software impor.

Sugiri mendirikan Sigma setelah meninggalkan pekerjaannya di Bank Bali. Dia mendirikan perusahaan itu bersama Marina Budiman yang hingga kini masih menjadi rekannya dengan modal sekitar US$200 ribu.

Tahun-tahun itu, sektor perbankan tengah berkembang pesat berkat berlakunya aturan baru dari pemerintah. Klien pertama Sigma adalah salah satu dari bank baru tersebut. Tak perlu menunggu setahun, Sigma telah berhasil meraup pendapatan US$1,2 juta.

Lalu pada suatu hari, teman Sugiri mendatanginya dengan ide mendirikan penyedia layanan internet pertama di Indonesia. Tujuan mereka sesederhana agar para pelajar Indonesia dapat mengakses materi pembelajaran dengan murah dan cepat.

Dengan diluncurkannya Indonet pada 1994, untuk pertama kalinya pelajar bahkan seluruh masyarakat Indonesia dapat berselancar di situs web yang sama dengan orang-orang di seluruh dunia. Pada masa itu, buku masih menjadi barang mahal dan butuh waktu untuk sampai ke Indonesia.

Pada tahun 2000, ia melebarkan sayap dengan mendirikan BaliCamp, perusahaan sekunder Sigma. Untuk menjalankannya, Sugiri tinggal di sebuah resort yang terletak di Bali dengan gaya hidup yang murah dan tenang. Langkah ini dia lakukan untuk menggaet talenta, baik dari lokal maupun internasional.

Salah satu proyek yang dilakukan BaliCamp adalah membuat pengecek ejaan bahasa Indonesia untuk Microsoft. Co-founder Tokopedia yang kini telah merger menjadi GoTo, Leontinus Alpha Edison, mengatakan bahwa BaliCamp kala itu sangat populer dan menjadi tempat terkeren untuk bekerja.

Sayangnya, BaliCamp harus tutup imbas peristiwa bom Bali pada 2002. Meskipun begitu, Sigma sama sekali tak terdampak akan bahkan menjadi lebih kuat dan berhasil bertahan dari krisis finansial Asia.

Pada tahun 2008, Sugiri menjual 80 persen kepemilikan Sigma kepada PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) seharga US$35 juta. Telkom menambahkan bahwa perjanjian itu akan membuat perusahaan jadi terbuka untuk publik.

Namun, janji tersebut tidak terwujud. Akhirnya, dua tahun kemudian, Sugiri menjual sisa kepemilikan sahamnya senilai US$9 juta dan berpikir untuk pensiun.

Ide pensiun itu tidak berlangsung lama dan langsung pupus setelah pemerintah berniat membangun pusat data yang didirikan oleh orang Indonesia sendiri. Sebagai seseorang dengan jiwa wirausaha yang tinggi, Sugiri bersama enam rekannya tidak tinggal diam atas peluang ini. Dia lalu mendirikan DCI Indonesia.

Agar mendapatkan klien besar, Sugiri bahkan berusaha keras agar perusahaannya itu mendapatkan sertifikasi Tier IV pada 2014 yang merupakan sertifikasi level tertinggi. Untuk mendapatkan sertifikasi itu, Sugiri harus mengeluarkan budget 60 persen lebih banyak daripada sertifikasi Tier III.

Tak hanya itu, persentase online perusahaan pusat data harus 99.995 persen dan memiliki cadangan daya sebagai antisipasi jika terjadi mati listrik untuk mendapatkan sertifikasi itu.

Sugiri pun tertantang untuk membuat fasilitas dengan standar tertinggi, meskipun membutuhkan biaya yang cukup mahal. Meskipun pusat data Tier IV menghabiskan uang lebih banyak 60 persen dibandingkan Tier III, Sugiri berhasil membangun kredibilitas.

DCI kini menjadi pusat data terbesar Indonesia dan melayani lebih dari separuh kapasitas lokal negeri ini. Setelah terdaftar pada Januari 2021, nilai saham DCI meningkat 11.000 persen dan menjadi salah satu perusahaan paling bernilai di Indonesia.

Kapasitas pusat data Indonesia yang sesungguhnya adalah 81 MW, kalah jauh dengan Singapura yang mencapai 613 MW. Mengenai hal ini, pria yang penampilannya identik dengan kaus hitam dan rambut keperakan ini merasa prihatin.

Menurutnya, Indonesia memiliki populasi terbesar di wilayah Asia Tenggara, tetapi masih memiliki kapasitas data per kapita terendah di dunia.

Namun, dia melihat hal ini sebagai sebuah peluang. Dia membangun empat pusat data seluas 8,5 hektare di Cibitung, Jawa Barat. Rencananya, pusat data ini akan menampung hingga 300 MW untuk memenuhi permintaan di masa depan.

DCI juga bekerja sama dengan beberapa klien besar. Sebagai contoh adalah miliarder Anthoni Salim yang memiliki saham 11 persen di perusahaan itu untuk memperluas strategi kerja sama. DCI akan membuat Grup Salim memperluas kapasitas datanya menjadi 600 MW.

Grup perusahaan elite lain yang juga bekerja sama dengan DCI adalah Triputra Group dan grup Sinar Mas. Grup Ciputra juga dikabarkan tertarik untuk merambah ke industri pusat data ini. Namun, belum ada rencana spesifik untuk menindaklanjuti niat tersebut.

Seiring dengan kemajuan internet global dan kesadaran perusahaan teknologi akan pentingnya untuk lebih dekat dengan para penggunanya, pusat data di Indonesia akan menjadi lebih kritis. Sugiri mengungkapkan target perusahaanya saat ini adalah menjadi pemain terbesar di Indonesia. *** Any Christmiaty.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved