Patung tersebut dijuluki "Statue of Love" atau Patung Cinta. Monumen Ali dan Nino adalah simbol cinta |
Kisah ini pertama kali diceritakan dalam salah satu novel di Austria pada 1937 yang tidak diketahui siapa penulisnya. Namun, karya sastra tersebut didaftarkan di bawah kredit Kurban Said. Buku yang menceritakan kisah asmara Ali dan Nino telah menjadi karya sastra klasik di daerah tersebut, serta dianggap sebagai novel nasional di Azerbaijan.
Kisah Ali dan Nino terjalin pada saat Perang Dunia I. Sepasang kekasih yang saling jatuh cinta walaupun berbeda etnis dan agama. Saat itu Georgia dan Azerbaijan merupakan negara berdaulat sebelum kemudian dipaksa bergabung dengan Uni Soviet pasca revolusi Bolshevik. Di negara-negara tersebut Islam dan protestan tumbuh berdampingan dengan rukun.
Ali Shirvashir adalah seorang Muslim Azzerbaijan. Ia anak seorang aristokrat Persia beragama Islam Syiah yang tinggal di bagian kota tua Baku, di rumah besar yang penuh pelayan dan permadani. Saat menyelesaikan pendidikannya, Ali jatuh cinta pada Nino Kipiani, seorang anak pangeran Georgia yang beragama Protestan pada tahun 1918-1920, dan hendak memperisterikannya. Pada awalnya, mereka bertemu di sekolah menengah atas humanistika yang dibangun kemaharajaan Rus di Baku.
Keduanya pun menjalin kasih. Ali berencana akan melamar Nino setelah ia menyelesaikan sekolahnya. Awalnya, Nino ragu. namun Ali meyakinkan dan berjanji tidak akan membuat Nino memakai kerudung atau menjadi bagian harem (bagian rumah terpisah khusus untuk kaum perempuan di negeri Arab).
Agama bukan lagi sebuah sekat bagi sepasang kekasih yang saling mencintai satu sama lain. Inilah yang dipercayai oleh Ali dan Nino, untuk bisa bersama, mereka harus melewati berbagai skandal pribadi, pertumpahan darah keluarga, Perang Dunia I, dan Revolusi Bolshevik.
Sudah tentu, tak mudah proses itu. Hambatan etnis dan agama membentang. Walaupun Islam dan Protestan hidup berdampingan saat ini, tetapi Pangeran Kipiani tetap menolak lamaran Ali Khan secara halus lantaran perbedaan etnis dan agama, dengan memberikan jawaban atas lamaran tersebut setelah perang usai. Tetapi, Ali tentu saja tidak setuju lantas membatin. Tak ada yang mengetahui kapan usainya perang tersebut. Pada saat pulang berkuda setelah lamarannya ditolak, Ali bertemu dengan seorang Armenia bernama Malik Nacharayan.
Ia menceritakan ihwal penolakan lamaran yang ia sampaikan kepada Pangeran Kipiani. Setelah mendengar cerita tersebut, Malik hendak membantunya dengan berbicara kepada Pangeran Kipiani bahwa akan ada keuntungan-keuntungan yang didapatkan dari segi politik dan budaya jika lamaran tersebut bisa diteruskan.
Tak disangka, pada suatu malam, Malik yang menemani Nino untuk menonton Opera, tiba-tiba saja menculiknya dan mengajak untuk tinggal bersama di Moscow. Ali yang mendengar kabar tersebut, langsung mengejarnya. Perkelahian pun terjadi. Malik meninggal, Nino mendapatkan aib dari peristiwa tersebut, dan Ali meninggalkan Baku menuju Dagestan untuk bersembunyi sementara waktu agar tak jadi incaran keluarga Nacharayan yang hendak membunuhnya.
Walaupun telah melewati masa-masa sulit maupun bahagia, kadangkala memang harus diberi titik sebagai tanda perpisahan. Jika akhir tersebut tak seperti yang kita sangka, tentu saja seniman dan pematung asal Georgia, Tamara Kvesitadze tak membuat dua buah patung monumen bergerak yang berbentuk pria dan wanita yang saling bertemu hingga kemudian saling terpisah dan menghadap kearah yang berlawanan , dengan setinggi 26 kaki (8 Meter) yang dikerjakan pada tahun 2007 dan berakhir pada tahun 2010, terletak di Batumi, Georgia, sebagai simbol kisah cinta yang tragis. Karyanya ini terbuat dari cakra logam dan diberi nama Ali dan Nino.
Semoga kitapun berakhir pada labuhan cinta yang abadi luar biasa dan cinta yang ketika kita memejamkan mata cinta itulah yang tetap ada, cinta pada saat yang tepat, cinta kuat dan dahsyat yang namanya akan menjadi cerita untuk anak cucu kita.*** Lisa Afrida Fachriany
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !