Headlines News :
Home » » Reportase Persidangan Mengungkap Sindikat Mafia Hukum di MA

Reportase Persidangan Mengungkap Sindikat Mafia Hukum di MA

Written By Info Breaking News on Kamis, 15 Juni 2023 | 05.17

Advokat/Pengacara Hukum. Alexius Tantradjaja, SH MH.

Bandung, Info Breaking News -
 Dari hasil reportase persidangan kasus suap atau yang lebih vulgarnya disebut kasus transaksi jual beli perkara alias makelar kasus (Markus) yang merupakan sebagai sindikat mafia hukum yang dilakukan para oknum penegak hukum ditingkat Mahkamah Agung (MA), ditemukan bukti baru sebagai pengakuan yang blak blakan dari sejumlah pegawai dan staf yang menjadi terdakwa dan sebagai saksi mahkota dalam perkara yang di split di pengadilan tindak pidana korupsi Bandung.

Secara umum para saksi mahkota itu akhirnya bernyani merdu didepan persidangan, karena merasa selama ini mereka para terdakwa dibiarkan dan tidak mendapat support pembelaan dari atasannya, padahal mereka para PNS yang kini menghuni sel penjara itulah yang paling tau bagaimana permainan kotor para oknum sindikat mafia hukum ditingkat dewa MA.

Dari nyanyian merdu para terdakwa itu terjadi saat menjadi saksi mahkota pada memberikan keterangan dihadapan majelis hakim pengadilan Tipikor Bandung, sehingga mencuatlah tersangka baru lainnya yang merembet ke Sekretaris MA Prof. Hasbi Hasan yang kini menjadi tersangka oleh pihak penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga terkuaknya dugaan kuat sifat hakim agung Prof. Takdir Rahmadi yang dikenal oleh para terdakwa lainnya sebagai hakim agung senior yang memiliki tarif Milyaran Rupiah jika ingin perkara yang sedang ditangannya akan diputus bebas, menang atau ditolak atau dikabulkan, sesuai permintaan order pesanan dari para makelar kasus jahanam yang tidak pernah mau bersyukur sekalipun negara sudah memberikan gaji besar dan fasilitas rumah mewah serta mobil dinas dengan supirnya yang dibayarkan oleh negara.

"Sehingga sangat wajarlah jika para penegak hukum yang melanggar hukum seperti yang terjadi dibenteng terakhir bagi para pencari keadilan dinegeri ini, mendapat hukuman maksimal seperti yang dilakukan Almarhum Hakim Agung Artidjo Alkautsar yang menghukum penjara seumur hidup mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akiel Muctar itu " kata Alexius Tantrajdjaja, SH, advokat ternama Ibukota spesial hanya kepada kepada Info Breaking News, Kamis (15/6/2923) di Jakarta.

Lebih lanjut Alex yang dikenal akrab oleh kalangan wartawan bidang hukum ini menyebutkan bahwa sangat banyak perkara yang dia tangani menang ditingkat bawah dan banding, tapi justru kalah ditingkat Dewa di MA karena pria yang memiliki putra mahkota Rere itu juga adalah merupakan advokat dan praktisi hukum yang belakngan melejit namanya lewat banyak perkara perdata dan pidana.

"Apa boleh buat, kalau memang nasib saya harus terus menerus kalah ditingkat MA dan berakibat saya tidak jadi dibayar lunas oleh klien saya, dan berdampak terhadap kepercayaan klien lainnya yang mencabut kuasa hukumnya dari saya karena saya tidak bisa melakukan under table dibawah meja dengan amplop berisi pecahan uang dolar itu, ya tidak apa apa lah, karena mungkin saya hanya bisa sebagai seorang pengacara ditingkat bawah saja yang mana sidang terbukanya untuk umum dan dapat diliput oleh semua rekan wartawan" katanya seperti menahan tekanan batin akibat permainan kotor ditingkat atas yang sudah dirasakannya.

Apa yang dirasakan oleh pengacara Alex diatas adalah sama cerita nyatanya nyanyian nyaring dari Edy Wibowo telah didakwa secara bersama-sama menerima suap Rp 500 juta dan SGD 202 ribu. Ia disebut berperan sebagai penghubung ke Hakim Agung Takdir Rahmadi supaya mengabulkan perkara kasasi dengan nomor 1262K/Pdt.Sus-Pailit/2022 yang diajukan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar, serta menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Nomor 43PK/Pdt.Sus-Pailit/2022 KSP Intidana.

Sementara Wahyudi Hardi, didakwa sebagai pemberi suap sebesar Rp 500 juta. Uang itu telah disiapkan supaya permohonan kasasi Nomor 1262 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 dari Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar dikabulkan.

Dalam kesaksiannya, Muhajir mengatakan pusaran kasus suap itu bermula saat ia dikenalkan oleh seseorang bernama Ramli dengan Wahyudi Hardi sekitar Agustus 2022. Wahyudi pun saat itu meminta bantuan Muhajir supaya permohonan kasasi kepailitan yang diajukan yayasan rumah sakitnya di tingkat MA bisa dibantu untuk diurus.

Di pertemuan itu, Wahyudi juga menjanjikan uang sebesar Rp 250 juta kepada Muhajir jika kasasinya bisa dikabulkan. Muhajir lantas menyanggupi permohonan itu dan langsung meminta bantuan kepada Albasri, staf Takdir Rahmadi yang bertugas di Kamar Pembinaan Mahkamah Agung.

"Saya menyampaikan kepada Pak Wahyudi, coba koordinasi dulu. Ternyata pas bertemu itu nomor registernya sudah ada, majelisnya juga sudah ada. Nomor perkaranya 1262 dan ketua majelisnya Prof Takdir, panitera penggantinya Pak Edy Wibowo," kata Muhajir di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (14/6/2023).

Muhajir kemudian menghubungi Albasri yang dianggapnya bisa menghubungkan permintaan ini kepada Takdir Rahmadi melalui asistennya, Edy Wibowo. Ia juga menyampaikan akan disiapkan uang Rp 250 juta untuk mengurus perkara ini. Albasri kata Muhajir, menyanggupinya dan mengatakan akan mengkoordinasikan hal tersebut.

Tak lama setelah itu, Albasri menghubungi balik Muhajir. Albasri menurut keterangannya, meminta tambahan uang jika nanti perkara kasasinya bisa dikabulkan. Kemudian dari obrolan tersebut, keluarlah angka Rp 500 juta supaya perkara ini bisa diurus seseuai permintaan.

"Itu tarif Rp 500 juta untuk Hakim Agung Prof. Takdir, keluar dari Albasri. Saya tidak tahu itu inisiatif dia atau dari siapa," ucapnya seraya menangis tangis karena rasa menyesal yang datangnya selalu terlambat, dan rindunya hati pria jangkung ini kepada sang isteri yang memiliki perawakan molek, dan ada ketakutan dalam hatinya jika diluaran sana banyak lelaki berotak mesum selalu ingin menggoda isterinya, karena terlalu banyak kisah dibalik terali besi alias penjara pengab itu, para isteri menjadi kesepian dan kegatelan tergoda akibat kesepian dari ditinggal suami masuk kekamar penjara terlalu lama ditahannya, padahal sejatinya mereka yang terpaksa harus menjadi kelompok sindikat mafia hukum dan makelar kasus itu adalah juga untuk bisa selalu membahagiakan sang isteri anak dan keluarga yang dirasa semakin konsumtif inginhidup bermewah mewah dan plesiran keluar negeri.

Itu lah kesaksian didepan majelis hakim Tipikor Bandung, sehingga tarifnya sang hakim agung Takdir yang berlatar belakang sebagai akademisi Universitas ternama Padang Sumbar itu disepakati.

Dan itu juga yang membuat Albasri kembali mengatakan bahwa perkara kasasi tersebut bisa dikabulkan melalui keputusan majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Takdir Rahmadi. Albasri juga meminta ke Muhajir supaya uangnya segera disiapkan sebelum perkara itu diputus pada 14 September 2022 dalam bentuk Dolar dan dibayar tunai. Kayak amar akad pernikahan didepan penghulu layaknya.

Namun gilanya lagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Wawan Sunaryanto lantas menanyakan mengenai tarif ratusan juta tersebut. Menurut Muhajir, itu sudah menjadi pola dari dulu jika perkaranya ditangani Takdir Rahmadi, maka harus ada uang terlebih dahulu yang diberikan supaya permohonan yang diajukan bisa dikabulkan.

"Iya, benar. Sama-sama paham dengan Albasri kalau seperti itu (penyerahan uang terlebih dahulu jika ketua majelisnya Hakim Agung Takdir Rahmadi). Saya tidak tahu itu (permintaan) dari Prof (Takdir) atau Pak Edy. Tapi pikiran saya pada saat itu (permintaan dari) Pak Edy. Karena Albasri mengkoordinasikan dulu dengan Pak Edy," tutur Muhajir.

Muhajir kemudian meminta kepada Wahyudi Hardi untuk segera menyiapkan uangnya sebelum perkara itu diputus 14 September 2022. Uang Rp 500 juta pun kemudian diserahkan bertahap dalam 2 kali yaitu di Makassar dan di Jakarta.

"Setelah sidang, disampaikan Albasri hasilnya sesuai. Putusannya Kabul dan sesuai dengan permohonan Setelah tanggal 14 itu saya bertemu dan Albasri menyerahkan uang Rp 10 juta ke saya. Karena menurut dia, dia dapat uang Rp 25 juta. Uangnya diserahkan di mobil, di parkiran depan masjid Mahkamah Agung," ungkapnya.

Perkara suap yang diduga melibatkan Hakim Agung Takdir Rahmadi kembali berlanjut saat ada permintaan untuk menolak PK kasasi kepailitan KSP Intidana. Saat itu, pihak yang telah dimenangkan pada perkara kasasi sebelumnya yaitu Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma melalui pengacaranya Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno, meminta supaya permohonan PK itu ditolak.

Muhajir pun mendapat permintaan itu melalui perantara PNS MA lainnya, Desy Yustria. Pada intinya, Desy meminta bantuan kepada Muhajir supaya bisa mengurus penunjukan Hakim Agung yang nantinya bakal menolak permohonan PK yang diajukan.

"Desy menyampaikan, kira-kira mas, ketika PK pailit dilanjutkan, itu majelis PK-nya siapa. Bisa enggak diamankan. Saya sampaikan ke Desy, kalau di tingkat kasasi ketua majelisnya adalah hakim senior, dalam hal ini Hakim Agung yang sudah lama, biasanya di PK pimpinan yang akan menjadi pemutusnya atau ketua majelisnya," ujarnya.

Dari situ, Muhajir mengaku sesuai kebiasaan yang telah diamatinya, ada dua kemungkinan Hakim Agung yang akan ditunjuk untuk menjadi ketua majelis. Yaitu Hakim Agung I Gusti Agung Sumanatha dan Hakim Agung Takdir Rahmadi.

Muhajir kemudian menawarkan perkara itu ke Desy diatur supaya ketua majelisnya adalah Hakim Agung Takdir Rahmadi. Sebab ia meyakini, Hakim Agung Takdir Rahmadi bisa memenuhi permintaan dari Heryanto Tanaka cs mengenai penolakan PK kasasi kepailitan KSP Intidana. Alasannya pun kata dia sederhana yaitu Takdir Rahmadi lebih akurat karena sudah ada permintaan di awal pengurusan perkara.

"Saya sampaikan ke Desy, kalau memang bisa, nanti coba saya koordinasikan (hubungkan) ke prof (Takdir Rahmadi). Karena sudah kebiasaan di prof itu lebih akurat karena mintanya di awal. Itu bahasa saya ke Desy," ungkapnya.

Desy kemudian mengiyakan rekomendasi Muhajir. Ia lantas meminta bantuan kembali ke Albasri supaya bisa menjadi penghubung ke Takdir Rahmadi melalui asistennya Edy Wibowo. Meski sempat tidak menemui kejelasan di awal pengurusan perkara, namun ternyata, ketua majelis yang ditunjuk untuk menangani PK ini adalah Takdir Rahmadi.

Muhajir lantas menghubungi Desy kembali supaya segera menyiapkan uang dari Heryanto Tanaka cs selaku pemesan permohonan tersebut. Desy kemudian kata Muhajir, memastikan biaya untuk tidak dikabulkan PK kasasi ini sudah disiapkan senilai Rp 2 miliar. Dalam dakwaan rupanya uang yang disapkan adalah sebesar SGD 202 ribu.

Sebelum uang itu diterima Desy, keduanya sudah sepakat untuk menyiapkan uang sekitar Rp 250 juta untuk Takdir Rahmadi. Sebab menurut keduanya, kisaran tarif penunjukan Takdir Rahmadi sebagai majelis saja mencapai Rp 150-250 juta.

"Apakah ada pembicaraan dengan Desy mengenai seting majelis supaya ke Prof Takdir?" tanya JPU KPK.

"Jadi itu Desy mengharapkan Prof takdir supaya jadi ketua majelisnya. Saya menyampaikan, jadi saya berpikir itu hanya spekulasi saya saja waktu itu. Kan ditanya, kira-kira berapa, mas, kata Desy. Coba Des 250 (Rp 250 juta). Karena range-nya itu dua, 150 dan 250 supaya prof jadi ketua majelisnya," tutur Muhajir.


Menurut Muhajir, uang itu disiapkan hanya untuk kebutuhan setelah Takdir Rahmadi ditunjuk menjadi ketua majelis. Jika perkaranya sesuai pesanan, maka uang senilai Rp 2 miliar sudah disiapkan termasuk dibagi untuk Takdir Rahmadi melalui perantara Albasri ke Edy Wibowo.

Uang senilai Rp 2 miliar kemudian sudah Desy terima pada 21 September 2022. Namun di malam harinya, Desy terkena OTT KPK dan uang haram tersebut tak jadi dibagikan ke sejumlah pihak yang mengurus perkara tersebut.

Di persidangan terpisah, Albasri, staf Takdir Rahmadi yang bertugas di Kamar Pembinaan Mahkamah Agung juga turut menyampaikan kesaksiannya. Albasri sendiri sudah ditetapkan sebagai terdakwa dalam pusaran kasus suap MA tersebut.

Dalam keterangannya, Albasri mengaku setelah menerima uang Rp 500 juta dari Muhajir untuk pengurusan kasasi kepailitan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar yang diajukan Wahyudi Hardi. Ia lalu mengantarkan uang tersebut ke ruangan asisten Takdir Rahmadi, Edy Wibowo. Dari uang haram tersebut, ia mendapat Rp 25 juta lalu turut dibagi Rp 10 juta kepada Muhajir Habibie.

Kemudian sisanya, diakui Albasri langsung diantar ke ruangan Edy Wibowo. Uang tersebut diserahkan dengan cara dibungkus dalam plastik berwarna hitam dan disimpan di bawah mejanya Edy Wibowo selaku asisten Takdir Rahmadi.

Bisa dibayangkan betapa buruknya kinerja pegawai dan segelintir oknum hakim agung di MA setelah kini dikomandoi oleh KMA Prof. Syarifuddin yang sejak menjabat ketua mahkamah agung nyaris tidak pernah lagi melakukan acara pembinaan kedaerah dengan membawa sejumlah mitra kerja MA kalangan jurnalis, sebagaimana sejak dulu acara pembinaan dan gathering dengan kalangan wartawan acap kali dilakukan pada masa era KMA sang Maestro Hukum Prof. Hatta Ali, yang srong penuh wibawah bahkan KMA ke 13 Hatta Ali lah satu satunya yang pernah melakukan pemecatan pada hakim agungnya karena ketauan berbuat curang dalam amar putusan perkara PK. 

Begitu juga sang Maestro hukum yang fenomenal Hatta Ali, satu satunya KMA yang berani menantang akan mundur dari jabatannya jika masih ada lagi Ketua Pengadilan Tinggi se Indonesia yang kena OTT oleh KPK. Tapi tantangan itu menjadikan semua insan hakim diseluruh Indonesia menjadi tau diri dan mencintai Hatta Ali sampai KMA yang mendesaign gedung MA mampu lebih tinggi dari Istana Negara itu memasuki masa purnabakti pada akhir 2019 digantikan oleh KMA Syarifuddin yang terkesan sangat susah bertemu dengan kalangan wartawan sekalipun awak media itu sudah dikenal lama dikalangan MA dengan integritas dan ketangguhan investigasi liputan dilapangan dunia persilatan hukum, dimana yang berani bayar besar bisa lebih sering menang ketimbang yang tidak bersalah lalu dihukum karena tidak sanggup untuk membayar under table. 

"Padahal saat nanti ajal tiba dan dimasukan kedalam kubur, yang dibawa hanya kain kafan dan berbantalkan onggokan tanah liat, lalu hidungnya dihadapan menyentuh tanah agar cepat bersatu keasal nya dari tanah dan debu yang hina" pungkas Alex. *** Armen Fosters

Jangan lupa baca berita menarik lainnya, hanya tinggal klik Beranda dibawah ini

 
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved