Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri |
Jakarta, Info Breaking News - Kabag Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri menyampaikan pihaknya masih terus menanti disahkannya RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang (UU) yang dinilai akan semakin memmpermudah upaya pemerintah dalam memberantas korupsi di waktu mendatang.
Menurut Ali, koruptor paling takut jika dimiskinkan, sehingga perlu dilakukan perampasan atas aset-aset mereka agar memberikan efek jera.
“Ya, kita masih tunggu disahkannya Undang-Undang Perampasan Aset Hasil Pidana,” tuturnya seperti disiarkan di kanal YouTube KPK, Kamis (29/6/2023).
Meski belum disahkan, Ali menyampaikan KPK sudah menyita banyak aset para koruptor. Penyitaan aset-aset tersebut dilakukan lewat penerapan pasal tindak pidana pencucian uang atau TPPU terhadap para koruptor.
KPK pun sejauh ini mencatatkan capaian positif atas upaya perampasan hasil korupsi. Ali menjelaskan untuk semester I tahun 2023, pihaknya telah menyetorkan uang sitaan serta rampasan hasil korupsi senilai Rp 154 miliar dari berbagai kasus yang ditangani.
“Kami pastikan seluruh perkara yang ditangani oleh KPK arahnya akan selalu dicari dan kemudian dikumpulkan alat buktinya terkait dengan tindak pidana pencucian uang,” lanjut Ali.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus mengungkapkan alasan RUU Perampasan Aset hingga kini belum dibahas oleh DPR meski telah menerima Surpres RUU Perampasan Aset dari Presiden Joko Widodo sejak 4 Mei 2023 lalu.
Surpres RUU tersebut tidak langsung diproses oleh DPR lantaran sebelum dibahas, ada sejumlah mekanisme yang harus dilalui.
"Saya belum tahu prosesnya. Yang jelas kalau di DPR kan ada mekanisme yang harus didahului. Bukan ujug-ujug kita langsung (membahas Surpres UU),” ungkapnya saat ditemui di Kantor DPP Partai Golkar Jakarta, Rabu (28/6/2023).
Salah satu mekanisme yang harus dilakukan agar Surpres RUU bisa langsung dibahas, yakni Surpres tersebut harus diolah terlebih dahulu oleh Badan Keahlian DPR.
“Mekanismenya panjang. Perlu juga menyatukan sembilan fraksi yang di DPR, itu tidak mudah untuk bicara satu hal. Tidak mudah," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memberikan respons terhadap RUU Perampasan Aset yang tidak kunjung dibahas oleh DPR. Ia mengaku telah mendorong hal tersebut 2 kali ke DPR.
"RUU perampasan aset? Udah saya dorong bukan sekali tapi dua kali, sekarang itu posisinya ada di DPR," katanya, Selasa (27/6/2023).
Jokowi menilai, DPR perlu didesak agar segera membahas RUU Perampasan Aset tersebut. ***Assyifa Rizki
Dapatkan berita aktual lainnya, hanya tinggal klik Beranda di bawah ini.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !