Headlines News :
Home » » Greget dibalik Putusan Bebas Hakim Agung Gazalba Saleh

Greget dibalik Putusan Bebas Hakim Agung Gazalba Saleh

Written By Info Breaking News on Selasa, 28 Mei 2024 | 11.34


Jakarta, Info Breaking News -
 Suka atau tidak, memang tidak bisa terbantahkan jika nasib Gazalba Saleh jauh lebih baik ketimbang rekannya yang tertangkap KPK seperti hakim agung Sudrajat Dimyati dan mantan sekretais MA Hasbi Hasan dan lainnya yang kini mendekam dalam, sel bui penjara dan hilangnya semua kehormatan yang pernah ada.
Paling tidak vonis bebas Gazalba menjadikan pihak KPK harus bercermin ngaca diri, jangan terlalu merasa hebat, padahal KPK saat ini lagi runtuh karena sarat dengan munculnya berbagai kasus yang menimpa internalnya. 

Dan haruslah juga tau diri bahwa Mahkamah Agung itu bukan sekedar mitra kerja nya, tapi adalah merupakan benteng terakhir bagi para pencari keadilan di negeri tercinta. 

Sudah dua kali Gazalba Saleh bebas dari persidangan, walau pun sejatinya alasan majelis hakim tipikor Jakarta membebaskan nya berdasarkan hal yang sangat sepele soal pendelegasian kewenangan jaksa KPK dari induknya Jaksa Agung RI, dasar pembebasannya baru kali ini pula ditemukan oleh pengacara terkenal Aldres Napitupulu, yang dikenal sebagai lawyer dalam banyak kasus kasus besar.

Hal ini jelas terlihat dari sikap tegas majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengabulkan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Aldres Napitupilu saat membela kliennya sang mantan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh. 

Awalnya, hakim menjelaskan bahwa KPK adalah lembaga yang juga memiliki tugas penuntutan. Perintah penuntutan yang dilakukan jaksa KPK, di bawah perinyah Direktur Penuntutan KPK.

Namun, menurut hakim Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapat pendelegasian kewenangan dari Jaksa Agung RI.

"Menimbang bahwa meskipun KPK secara kelembagaan memiliki tugas dan fungsi penuntutan namun jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asas single prosecution system," kata hakim anggota Rianto Adam Pontoh dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (27/5/2024).

Hakim mengatakan syarat pendelegasian itu dalam perkara Gazalba tak terpenuhi. Sehingga, kata hakim, jaksa KPK tidak berwenang melakukan penuntutan kepada hakim agung nonaktif tersebut.

"Menimbang bahwa surat perintah Jaksa Agung RI tentang penugasan jaksa untuk melaksanakan tugas di lingkungan KPK dalam jabatan Direktur Penuntutan pada Sekretaris Jenderal KPK tidak definitif," kata hakim Rianto.

"Artinya, tidak disertai pendelegasian wewenang sebagai penuntut umum, dan tidak adanya keterangan (penjelasan) tentang pelaksanaan wewenang serta instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang. Sehingga dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian tersebut di atas, maka menurut pendapat majelis hakim Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum, dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi serta TPPU," ujarnya.

Hakim mengatakan jaksa yang melakukan penuntutan kasus Gazalba harus memiliki surat perintah dari Direktur Penuntutan KPK, tetapi Direktur Penuntutan KPK sendiri menurut hakim tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan kasus Gazalba lantaran. Sebab, tidak mendapat surat perintah pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung.

Karena itu, hakim menyatakan jaksa KPK yang menangani kasus Gazalba juga tidak berwenang melakukan penuntuan terhadap Gazalba.

"Menimbang bahwa setiap jaksa pada KPK yang bertindak sebagai penuntut umum dalam melakukan penuntutan setiap perkara tindak pidana korupsi dan TPPU adalah berdasarkan surat perintah Direktur Penuntutan KPK. Padahal Direktur Penuntutan KPK sebagaimana sudah dipertimbangkan di atas, tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan TPPU. Sehingga jaksa pada KPK juga tidak berwenang melakukan penuntutan setiap perkara tindak pidana korupsi dan TPPU," jelasnya.

Dalam putusan selanya, hakim mempertimbangkan Pasal 18 ayat 1 UU RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung. Dia mengatakan surat perintah penunjukan penuntut umum harus diterbitkan lebih dulu sebelum melakukan penuntutan.

"Menimbang bahwa sedangkan surat perintah Jaksa Agung RI sebagaimana dalam pendapat penuntut umum atas keberatan Terdakwa/ Tim penasehat hukum Gazalba Saleh adakah jaksa Agung menunjuk jaksa untuk bertugas di KPK, dan tidak serta merta berwenang sebagai penuntut umum dalam perkara atas nama Gazalba Saleh karena harus terlebih dahulu diterbitkan surat perintah penunjukan penuntut umum untuk menyelesaikan perkara dari Direktur Penuntutan KPK, padahal Direktur Penuntutan KPK belum mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi berdasarkan Pasal 18 ayat 1 UU RI No 11 tahun 2021," ujarnya.

Ketua majelis hakim Fahzal Hendri mengatakan perkara Gazalba tidak dilanjutkan ke tahap pembuktian pokok perkara lantaran syarat formil. Dia mengatakan jaksa KPK dapat mengajukan kembali jika syarat administrasi berupa surat petunjuk pendelegasian wewenang penuntutan dari Jaksa Agung itu sudah dipenuhi.

"Jadi ini tidak masuk kepada pokok perkara, biar saya jelaskan, ini hanya persyaratan kalau ada surat itu, sudah ada surat itu bisa diajukan lagi. Jadi hanya formalitasnya aja, jadi karena ini yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa maka akan kami pertimbangkan. Dan putusannya seperti itu," kata Hakim Fahzal.

"Kira-kira begitu ya penuntut umum, silakan dilengkapi surat-suratnya, administrasinya, pendelegasiannya, kalau ada, diajukan lagi bisa kok. Ini hanya formalitas aja," lanjutnya.

Kalimat terakhir yang diucapkan hakim Fahzal itu pula yang membuat Gazalba Saleh terdiam menunduk kurang semangat walau akan menghirup udara bebas pada malam harinya keluar dari sel penjara yang sangat menyiksa bagi kaum intlektual apalagi sekaliber hakim agung.

Kalau saja hakim Fahzal menyebutkan bahwa perkara itu batal demi hukum dan harus segera bebas dari sel penjara secepatnya, tanpa menyebutkan soal administrasi agar ditahan dan diproses lagi secara hukum, pastilah akan membuat kapok dan mikir panjang kalangan KPK untuk memproses ulang perkara Gazalba Saleh kembali'

Sebelumnya, Gazalba Saleh didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima gratifikasi yaitu menerima uang sejumlah Rp 650.000.000,00 dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2023).

Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara

Tapi apapun itu jika manusia tau akan imannya, pasti Tuhan mengijinkan semua terjadi karena atas ijin NYA juga, karena bisa saja seperti pepatah dunia yang mengatakan "uang setan dimakan hantu", agar semakin banyak pengeluaran uang Gazalba sejak awal hingga kapan waktu. *** Mil.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved