Headlines News :
Home » » Presiden Indonesia ke-7 Harus Yang Mampu Bayar Utang Pemerintah Indonesia

Presiden Indonesia ke-7 Harus Yang Mampu Bayar Utang Pemerintah Indonesia

Written By Unknown on Kamis, 25 April 2013 | 21.28

H. Bahauddin Thonti

Jakarta , Infobreakingnews - Ditengah hiruk pikuk politik jelang pemilu 2014,banyak pihak mensinyalir akan kembali menempatkan koruptor sebagai pemenang pemilu. Hal ini sudah nampak dari proses rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) dalam Pemilu 2014 yang masih memberikan tempat bagi koruptor di beberapa partai politik. 

Jelas, ini merupakan bentuk penyusupan koruptor yang menjadikan partai politik sebagai tempat berlindung dan sarana bagi koruptor untuk menguasai negara ini kembali melalui kekuasaan legislatif yang powerfull. Hal ini dikarenakan tidak adanya persyaratan bagi Caleg yang bebas korupsi, sebagaimana persyaratan Caleg yang bebas Narkoba.

“Saya tidak yakin dengan sistem penjaringan Caleg dari partai politik peserta pemilu saat ini, karena dasar pertimbangannya masih membebankan pada kekuatan finansial si Caleg semata, baik dalam mendapatkan nomor urut maupun dalam penggunaan dana hasil korupsi pada saat kampanye nanti,” demikian ditegaskan Bahauddin Thonti yang juga sebagai salah seorang inisiator pendirian Partai Demokrat.

Menurut Thonti, jika hal ini dibiarkan terjadi maka negara ini semakin mendekati jurang kehancuran. Kebijakan strategis negara ini akan ditentukan oleh koruptor yang telah nyata merampok uang rakyat. Ditengah kebingungan pemerintah yang sudah kehabisan akal untuk membiayai APBN, kini rakyatnya akan dikorbankan kembali untuk menanggung beban perekonomian yang semakin sulit, semakin menyengsarakan dan memiskinkan rakyatnya.

 "Untuk itu, momentum pemilihan presiden (Pilpres) harus menjadi kekuatan rakyat untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dalam menentukan siapa pemimpin bangsa Indonesia yang mampu secara lahir-batin, bukan Capres yang senang melakukan pencitraan atas diri dan kelompoknya.: Lanjut Thonti, yang juga merupakan pemerhati masalah Politik sekaligus penggagas berdirinya beberapa Parpol peserta Pemilu.

 Dalam Pilpres mendatang juga para pemimpin Partai tidak memberikan jaminan akan bisa melakukan perubahan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini menurut Thonti karena sistem pergantian kepala pemerintahan hanya mengganti rezim dan perangkatnya semata.

 Seharusnya bangsa Indonesia harus lebih kritis terhadap sistem pemerintahan yang sudah terbukti gagal menyejahterakan rakyatnya. Perubahan sistem pemerintahan bukanlah hal yang tabu lagi untuk dimusyawarahkan guna mencari bentuk atau system yang ideal bagi bangsa Indonesia.

Selain mengkritisi system pemerintahan, Thonti juga menganggap bahwa Pilpres nanti hanya akan memberikan legitimasi kepada Capres terpilih untuk melakukan peminjaman utang luar negeri yang semakin menumpuk. Akibatnya, utang luar negeri bangsa Indonesia ini akan semakin menumpuk secara turun temurun. Sebagaimana diketahui utang luar negeri saat ini diperkirakan telah mencapai angka 2.000 trilyun rupiah, diluar utang swasta.

“Utang pemerintah Indonesia dari zaman Megawati meninggalkan utang 600 trilyun rupiah dan setelah pemerintahan SBY berkuasa 8 tahun utang luar negeri membengkak menjadi 2.000 trilyun rupiah. Pemerintah pun juga telah melakukan kebohongan kepada rakyat Indonesia dan kepada dunia internasional yang menyatakan bahwa cadangan devisa negara sebesar 100 milyat dollar tanpa ada pihak yang  melakukan audit bagaimana penggunaan utang tersebut buat kesejahteraan rakyat Indonesia,” ujar Thonti kepada  media online digital life infobreakingnews.com,  di Jakarta, Kamis (26/4)

Lanjutnya, apabila rakyat ingin melakukan perubahan, maka perlu diadakan perubahan sistem pemerintahan dan mencari figur pemimpin yang tepat, yaitu pemimpin yang mampu dengan nyata dan secepatnya bisa membayar utang luar negeri tersebut, bukan hanya sekedar wacana atau janji “kalau sudah jadi presiden” aja nanti.


“Figur yang pas untuk menjadi pemimpin bangsa Indonesia yang besar ini harus mengutamakan bisa dan mampu mengangkat kesejahteraan rakyat melalui kesanggupannya membayar utang pemerintah Indonesia dan mengangkat citra bangsa dibanding citra diri hanya sekedar pencitraan belaka yang selalu ditonjolkan beberapa figur calon R1 di era Pilpres mendatang. 

Karena bagaimanapun juga haruslah disadari oleh para ambisius Presiden RI mendatang, bahwa rakyat sudah sangat mapan cara berpikirnya dan tidak akan lagi tergoda dengan janji muluk melalui vissi missi yang selama ini dipublikasikan oleh media. Tetapi rakyat yang akan memilih itu itu nantinya semakin melihat sosok wibawa serta wawasannya , ketimbang ,melihat Parpol yang mengusungnya. 

Contoh yang sangat jelas dimana masyarakat luas ibukota ketika memilih Jokowi menjadi Gubernur Jakarta, tidak ,melihat lagi soal Parpol yang mengusung Jakowi, tetapi justru melihat kemampuan yang dasyat dibalik low profil nya , membuat masyrakat lapisan bawah menyukainya.*** Candra Wibawanti
***Bahauddin Thonti ( Pemerhati masalah Politik dan Pakar Management Koperasi Kerakyatan Masyarakat Desa).
Share this article :

2 komentar:

  1. Setuju sekali Pak, setiap ganti presiden hutang negara makin banyak serta black konglo berganti wajah. bagaimana caranya bila, negara indonesia ini dipimpin bukan presiden?? seperti zaman Soekarno dengan Perdana Mentri nya?? Toh kita banyak kerajaan yang sudah mendunia sebelum republik dan sampai sekarang masih ada serta exis. Bapak kumpulkan saja seluruh Raja dari kerajaan2 di Indonesia dan urun rembuk atas masalah di atas asal jangan salah pilih; "raja2 an jualan ketoprak enak,lupa daratan dan gak sadarrrr". hehehe. Selamat ber karya!

    BalasHapus
  2. Menyambung di atas, bagaimana sebagai pemerhati masalah politik bapak dorong juga KPK lebih independen dan berani juga membuka, membedah serta menangkap pejabat2 - pengusaha2 yang korupsi sejak Soekarno?? hehehe kan usul doank pak.

    BalasHapus

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved