Jakarta , infobreakingnews - Berkaitan dengan sorotan tajam terhadap beberapa Hakim yang memiliki usaha bisnis sampingannya, maka perlu adanya kontrol dilapangan yang dilakukan oleh masyarakat luas, serta melaporkannya ke Mahkamah Yudisial dan lembaga peradilan lainnya,guna membentuk pengadilan yang mandiri dan berwibawa. Karena hakim dilarang berbuat banyak hal. Apalagi sebagai 'wakil Tuhan' di bumi, hakim harus bisa menjadi pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan,sebagaimana tuntutan profesi yang sangat mendasar.
Putusan pengadilan yang diucapkan dengan dibawah sumpah jabatan 'Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa' menunjukkan kewajiban menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan itu wajib dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada semua manusia, dan secara vertikal dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa," demikian pengantar kode etik hakim dan pedoman perilaku hakim .
Kode etik ini ditandatangani dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung (MA)-Ketua Komisi Yudisial (KY) pada 8 April 2009 silam. Soal larangan berbisnis, tegas ditulis poin 'Menjunjung Tinggi Harga Diri' dalam butir Aktivitas Bisnis.
"Pertama, hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai hakim. Kedua, seorang hakim wajib menganjurkan agar anggota keluarganya tidak ikut dalam kegiatan yang dapat mengekploitasi jabatan hakim tersebut," jelasnya.
Dalam poin 5.2.3 Hubungan Finansial, diatur juga yaitu hakim harus mengetahui urusan keuangan pribadinya maupun beban-beban keuangan lainnya dan harus berupaya secara wajar untuk mengetahui urusan keuangan para anggota keluarganya. Hakim juga dilarang menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar kepentingan pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga dalam hubungan finansial.
"Ketiga, hakim dilarang mengizinkan pihak lain yang akan menimbulkan kesan bahwa seseorang seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat memperoleh keuntungan finansial," lanjutnya.
Rumusan ini lalu dituangkan dalam petunjuk pelaksanaan (juklak) di Peraturan Bersama MA-KY tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Perilaku Hakim yang ditandatangani pada 27 September 2012.
Dalam poin 11.4.a disebutkan hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai hakim. Bagi yang melanggar kode etik ini, dalam Pasal 18 angka 3 huruf j dikategorikan sebagai pelanggaran berat.
"Sanksi berat yaitu pembebasan dari jabatan, skorsing 6 bulan-2 tahun, penurunan pangkat setingkat lebih rendah, pemberhentian tetap dengan hak pensiun dan pemberhentian tidak dengan hormat," demikian ancaman Pasal 19 huruf 4.Ancaman atas penyimpangan ini sudah saatnya diterapkan secara tegas dan terbuka,agar para hakim yang masih nyambi itu merasa malu diri kepada masyarakat luas" Demikian secara tegas diucapkan Pengacara Kondang DR.Hotman Paris Hutapea,SH kepada infobreakingnews.com di Jakarta, Selasa (23/4).
Isu hakim berbisnis nyambi ini menjadi mencuat setelah didapatkan seorang Hakim yang saat ini bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Upiek memiliki saham disebuah cafe bergengsi dikawasan Bali.***Mil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar