![]() |
Siti Hartati Murdaya |
Jakarta, infobreakingnews Totok Lestiyo, salahsatu direktur pada perusahaan Tati Murdaya, setelah sekian lama dirinya ditahan KPK terkait kasus suap mantan bupati Buol, Amran Batalipu, Kamis (24/10/2013) menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan pembacaan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK.
Jaksa KPK Irene Putrie dalam dakwaan nya menyebutkan terdakwa Totok Listiyo Atas perbuatannya, dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Terdakwa yang didampingi lawyer kondang Bambang Hartono, menyatakan secara tegas tidak akan melalukan nota pembelaan eksepsi, dengan pertimbangan agar persidangan ini bisa berjalan secara cepat, dan nanti pada saat pledoi saja akan melakukan pembelaan secara totalitas atas dakwaan yang menjerat klien nya.
Oleh karena itu, persidangan yang dipimpin oleh Hakim Gusrizal , yang sudah mendapat promosi jabatan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini, mengatakan sidang selanjutnya langsung mendengarkan keterangan saksi-saksi.
"Baik kalau begitu, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi pada tanggal 31 Oktober 2011 sekitar pukul 11.00 WIB," kata Gusrizal sebelum menutup sidang.
Seperti diketahui, Totok Lestiyo terancam pidana selama lima tahun penjara karena disangkakan menyuap mantan Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu sebesar Rp 3 miliar terkait penerbitan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Dalam pertimbangnya, jaksa Irene Putrie mengatakan bahwa Totok Lestiyo selaku mantan Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP) terbukti memberikan uang Rp 3 miliar melalui dua kali pemberian, yaitu Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar kepada Amran Batalipu.
"Terdakwa Totok Lestiyo dan Hartati Murdaya, Direktur Keuangan PT HIP, Arim, General Manajer Supporting PT HIP Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono Notohadi Susilo memberi atau menjanjikan uang sebesar Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar sehingga berjumlah Rp 3 miliar kepada pegawai negeri, Amran Batalipu selaku Bupati Buol periode 2007-2012," kata Irene saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/10).
Irene memaparkan semua berawal dari tanah seluas 75.090 hektare milik PT HIP yang merupakan anak perusahaan PT Cipta Cakra Murdaya (CCM) di Buol, Sulawesi Tengah, pada tahun 1994.
Tetapi, pada tahun 1996, dari tanah seluas 75.090 hektare tersebut yang memiliki HGU baru seluas 22.780 hektar.
Kemudian, pada tahun 1999, HIP mengajukan HGU atas tanah seluas kurang lebih 33.000 hektare dari tanah seluas 52.309 hektare yang belum mendapatkan HGU. Tetapi, permohonan ditolak karena pada tahun 1999 ada peraturan baru bahwa satu perusahaan hanya boleh memiliki tanah 20.000 hektar per wilayah.
Padahal, lanjut Irene, tanah seluas 4.500 hektare sudh ditanami kelapa sawit oleh PT HIP. Sehingga, pada tahun 2011, HIP kembali mengajukan HGU atas tanah seluas 4.500 hektare tersebut atas nama PT Sebuku Inti Plantation, anak perushaan CCM tetapi kembali ditolak.
Atas dasar itulah, ungkap Irene, Hartati memerintahkan terdakwa untuk mengatur pertemuan dengan Amran. Hingga, pada akhirnya terjadi pertemuan pada tanggal 15 April 2012 di PRJ antara terdakwa, Hartati, Gondo Sudjono dan Arim.
"Dalam pertemuan itu, Hartati meminta agar Amran setujui surat-surat atas nama PT HIP. Pada saat itu, Amran menyanggupi dengan syarat Hartati berikan bantuan uang," ujar Irene.
Pertemuan kembali terjadi pada tanggal 8 Juni 2012 di PRJ. Saat itu, Amran berjanji akan membantu terbitkan HGU atas tanah seluas 4.500 hektare dan sisa tanah 75.090 hektare yang belum ada HGU-nya. Untuk itu, Hartati akan memberikan uang Rp 3 miliar ke Amran Batalipu.
Melanjutkan kesepakatan itu, pada tanggal 11 Juni 2012, Arim menyerahkan surat-surat ke Amran di sebuah showroom mobil di Jakarta.
Kemudian, terdakwa dan Arim membahas penyerahan uang Rp 1 miliar untuk Amran. Serta, terdakwa memerintahkan Ruth mengirim uang Rp 1 miliar ke Yani Anshori.
"Lalu terdakwa perintahkan Arim ke Buol bersama Yani. Sampai di Buol ajukan surat tetapi ditolak. Kemudian, Arim meminta Yani mengubah surat rekomendasi," kata Irene.
Tetapi, pemberian uang sebesar Rp 1 miliar baru terealisasi pada tanggal 18 Juni 2012 tengah malam di rumah Amran yang dimasukan dalam tas ransel berwarna cokelat.
Setelah uang diserahkan, Arim menerima surat-surat HGU yang telah di tanda tangan Amran.
"Pada tanggal 20 Juni 2012, terdakwa menghubungi Amran lewat telepon. Tetapi, ada permintaan Hartati agar Amran terbitkan lagi surat IUP atas tanah di luar 4500 hektare dan Amran sanggupi," ungkap Irene.
Pemberian, terlaksana pada tanggal 26 Juni 2012 pagi melalui Yani Anshori bersama Gondo Sudjono berupa uang Rp 2 miliar yang dimasukan dalam 2 kardus. Kemudian, sesaat setelah serahkan uang Yani ditangkap KPK.
Menurut Irene, pemberian uang untuk kedua kalinya tersebut dimaksudkan supaya Amran terbitkan IUP atau HGU atas tanah seluas 4.500 hektare atas nama PT CCM dan surat IUP dan HGU atas tanah di luar 4.500 hektare dan IUP atas tanah seluas 22.780 hektare yang sudah memiliki HGU.***Mil
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !