Headlines News :
Home » » Sikap Ngotot Prabowo Tidak Mendidik dan Rakyat Tidak Mau Lagi Terhasut

Sikap Ngotot Prabowo Tidak Mendidik dan Rakyat Tidak Mau Lagi Terhasut

Written By Infobreakingnews on Rabu, 20 Agustus 2014 | 10.48

Jakarta, infobreakingnews  - Jika ternyata besok Kamis 21/8 Mahkamah Konstitusi memutuskan akan menetapkan pasangan Jokowi -JK tetap sebagi pemenang Presiden terpilih, maka Prabowo secara tegas mengatakan akan terus memperkarakan hasil Pilpres hingga ke PTUN dan MA selain juga akan menempuh jalur Pansus DPR. Sikap pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang terus ngotot memperkarakan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) 2014 ini dianggap tidak mendidik, bahkan secara sengaja telah mempertontonkan sikap arogan, dan haus akan kekuasaan, padahal sesungguhnya rakyat sudah tidak bisa lagi terhasut oleh provokasi ganda yang dijalankan oleh orang-orang diseputar Prabowo.
Contoh misal dengan terbentuknya Koalisi permanen itu, sesungguhnya Prabowo telah tertipu dan terbuai dengan orang terdekat sekitarnya, yang semata hanya meilirik kepentingan tertentu berlindung dibalik uang Prabowo dan sikap ngototnya. Padahal sesungguhnya Prabowo mustinya sadar kalau didalam Politik tidak ada teman yang abadi, tapi yang ada hanyalah kepentingan pribadi yang haus akan kekuasaaan.
Pasangan tersebut diharapkan mau menerima apapun putusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat serta mau bersama-sama pemerintah yang baru membangun bangsa. Tidak memperkeruh suasana dengan memprovokasi masyarakat.
"Ini diperlukan agar konsolidasi demokrasi berlangsung efektif, yang diharapkan bisa menciptakan iklim politik yang jernih, tidak keruh," kata pengamat politik Siti Zuhro, kepada kami , di Jakarta, Rabu (20/8).
Siti menilai, sikap dan pernyataan Prabowo yang disampaikan dalam acara silaturahmi dan halal bilhalal dengan relawan Koalisi Merah Putih, di Bandung, Selasa (19/8), yang menyebut bakal memperkarakan ketetapan KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan ke Mahkamah Agung (MA) jika gugatannya ditolak MK, tidak tepat.
"Amar keputusan MK bersifat final dan mengikat. Karena itu harus diterima semua pihak dan juga masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, meskipun suksesi kepemimpinan nasional di Indonesia dalam sejarahnya sering mengalami dinamika bukan berarti hal tersebut harus dilestarikan. Justru sikap saling menghormati antar elite dan menghargai pilihan publik yang harus dibudayakan.
"Meskipun sejarah suksesi di Indonesia menunjukkan jalan yang tak mulus, bukan berarti pengalaman itu perlu diteruskan. Artinya, kontestasi tak semata-mata hanya untuk mendapatkan kekuasaan saja tapi lebih penting dari itu adalah menjamin kompetisi dalam pilpres berjalan jujur, bersih, transparan, adil dan dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Dirinya berpandangan, sejak model pemilihan langsung diterapkan di Indonesia pada 2004 dengan menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi maka keputusan dan sikap politik masyarakat dalam menentukan pemimpinnya harus dijunjung tinggi.
"Setelah model pilpres langsung dilaksanakan sejak 2004, rakyat mempunyai hak politik yang sama dalam menentukan pemimpinnya.
Partisipasi politik masyarakat dalam menentukan pemimpinnya tersebut merupakan prasyarat penting dalam demokrasi. Dan hak politik inilah yang perlu dihormati. Karena itu, kompetisi antar kandidat pasangan calon di pilpres harus dilihat dalam koridor demokrasi," jelasnya.
Menurutnya, demokrasi yang berdiri sejak 1998 harus diimbangi dengan kedewasaan elite dalam berpolitik dengan terus melakukan koreksi dan perbaikan untuk memenangi kontestasi di masa mendatang. Bukan mencederai arti dari demokrasi itu sendiri dengan memprovokasi rakyat. *** Emil F Simatupang.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved