Jakarta, infobreakingnews - Masih ingat dengan pernyataan Anas "Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas." Demikian kata-kata yang diucapkan Mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat pada 9 Maret 2012.
Ungkapan kekesalan Anas karena terus dituding menerima sesuatu dari proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Padahal, kasus Hambalang saja belum disidik oleh lembaga penegak hukum manapun.
Namun akhirnya pernyataan Anas tersebut menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Pada Februari 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya.
KPK juga menetapkan Anas sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, Anas tetap berkilah tidak menerima apapun dari proyek apapun. Menurutnya, pembuktian bahwa ada penerimaan atau korupsi di pengadilan atau jika sudah diputus oleh majelis hakim.
Hari ini Rabu, 24 September 2014, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, menjatuhkan vonis atas perkara penerimaan hadiah dan pencucian uang dengan terdakwa mantan politisi Partai Demokrat tersebut.
Jika hakim menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, akankah Anas berani merealisasikan janjinya, yaitu digantung di Monas (Monumen Nasional)? Atau sebaliknya, Anas tetap akan berkilah bahwa putusan belum berkekuatan hukum tetap.
Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutannya tetap berkeyakinan bahwa Anas bersalah. Sehingga, dituntut dengan pidana penjara selama 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan.
Sebagai anggota DPR RI dengan masa jabatan 2009-2014, Anas terbukti menerima hadiah atau janji berupa, 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 650 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire Rp 750 juta dari PT Atrindo Internasional.
Kemudian, menerima fasilitas survei senilai Rp 487 juta dari Lingkaran Survei Indonesia terkait pemenangan sebagai Ketum Partai Demokrat, serta menerima uang sejumlah Rp 116 miliar dan US$ 5,2 juta.
Selain itu, terhadap Anas juga terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) antara 16 November 2010 sampai 13 Maret 2013, yaitu membelanjakan uang sebesar Rp 20 miliar untuk pembelian sejumlah tanah dan bangunan.
Pembelian tanah tersebut diketahui atau patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan asal usul harta kekayaan. Dengan melakukan pembayaran melalui orang lain atau diatasnamakan pihak lain.
Sebab, dikatakan sumber pembelian sejumlah tanah tersebut berasal dari dana sisa pemenangan kongres Partai Demokrat, sebesar US$ 1 juta dan Rp 700 juta yang disimpan di Permai Grup.
Selain itu, dikatakan pembelian tanah tersebut juga berasal dari fee-fee proyek dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang dihimpun dari Permai Grup dan kantong-kantong dana lainnya.
Kemudian, Anas juga dikatakan membayarkan atau membelanjakan harta kekayaannya yang diduga dari hasil tipikor, sekitar bulan Januari 2010 sampai tanggal 26 Maret 2010, yaitu membayarkan uang sejumlah Rp 3 miliar untuk pengurusan IUP atas nama PT Arina Kota Jaya seluas 5.000 hektare sampai 10.000 hektare.
Padahal, penghasilan terdakwa sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014, sejak 1 Oktober 2009 sampai 21 Agustus 2010 hanya sebesar Rp 194.680.800 dan tunjangan seluruhnya sebesar Rp 339.691.000.
Apalagi, terdakwa tidak memiliki penghasilan lain di luar gaji sebagai anggota dewan. Sehingga, patut diduga uang yang digunakan dari tindak pidana korupsi.
Akankah Anas gantung diri di Monas? karena masih ada proses hukum lanjutan yang harus ditempuh.*** Candra Wibawanti
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !