Headlines News :
Home » » Musuh Pendidikan Adalah Manusia Bertopengkan Guru Dan Mafia Penerbitan Buku

Musuh Pendidikan Adalah Manusia Bertopengkan Guru Dan Mafia Penerbitan Buku

Written By Infobreakingnews on Selasa, 02 September 2014 | 10.29

Jakarta, infobreakingnews  - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh mengatakan, keterlambatan distribusi buku Kurikulum 2013 (K-13) hanya persoalan teknis. Menurutnya, persoalan buku K-13 menjadi isu yang berlarut-larut karena pemerintah berjanji menggratiskan buku.
“Buku dulu ditanggung masyarakat, beli sendiri, tidak persoalan. Tapi sekarang mau diberi, gratis, jadi semua nunggu gratis. Padahal dari dulu buku Rp 40.000, dia beli sendiri,” ujar Nuh di Jakarta, Senin (1/9).
Mendikbud, Senin malam menggelar pertemuan untuk membahas buku K-13 dengan para eselon I, bersama perwakilan dari percetakan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Menurut Nuh, persoalan buku sebenarnya bukan lagi tanggung jawab Kemdikbud, sebab proses tender buku dilakukan oleh LKPP, lalu pembayaran dilakukan oleh sekolah.
“Kita hanya pengguna saja, tapi yang ramai di sini,” kata Nuh.
Meski buku belum sampai, Nuh mengatakan proses pembelajaran seharusnya tetap bisa berjalan seperti biasa karena guru bisa mengunduh materi buku K-13 lewat situs Rumah Belajar atau melalui compact disc (CD) yang dibagikan pemerintah ke beberapa sekolah. Tapi persoalannya, sekolah merasa keberatan mengeluarkan uang untuk print out atau fotokopi.
“Saya datang ke Deli Serdang (Sumatera Utara). Dinas pendidikan kreatif. Buku belum datang, tapi sudah kita beri CD, jadi dia print dari CD lalu difotokopi dengan uang BOSDA (BOS daerah). Anak-anak dikasih satu-satu, selesai,” kata Nuh.
Dia mengatakan sudah meminta semua pihak melakukan percepatan, baik percetakan, LKPP, maupun PT POS sebagai pihak pengantar. “Kalau toh ada sekolah yang rewel, sampaikan mana sekolah-sekolah yang tidak mau bayar,” ucapnya.
Nuh menambahkan, keterlambatan distribusi buku sampai ke sekolah, salah satunya disebabkan karena banyak sekolah tak kunjung membayar buku yang sudah dikirimkan. Hal itu mengakibatkan cash flow atau arus kas percetakan terganggu, sehingga percetakan merugi dan enggan untuk mencetak lagi.
“Ada sekolah tidak mau bayar. Ini karena tidak ada komisi. Kondisi pasar tidak ideal. Buku diberi, tapi belum tentu ada yang bayar,” katanya.
Pola pengadaan buku K-13 untuk pelaksanaan K-13 tahun 2014 berbeda dari tahun 2013. Untuk tahun ini, buku dibeli sendiri oleh sekolah dengan memakai dana bantuan operasional sekolah (BOS). Sekolah membeli dari percetakan pemenang tender per wilayah yang telah ditentukan oleh LKPP.
Sementara itu, Kepala Subdit Wilayah I Timur LKPP, Yulianto Prihandoyo mengatakan, pihaknya tidak bertanggung jawab atas keterlambatan buku. LKPP hanya bertugas menentukan pemenang lelang yang diikat lewat kontrak payung.
“Tugas LKPP seperti 'mak comblang' atau tokobagus.com. Jadi yang diikat di kontrak payung hanya harga per satuan buku, bukan oplag. Lalu pemenang tender ditayangkan dalam katalogonline, jadi sekolah tinggal pilih lalu pesan sesuai kebutuhan,” ujar Yulianto.
Menurut Yulianto, kontrak payung memang cukup unik, yaitu kontrak harga satuan antara pihak penyedia (percetakan) dengan pemesan (sekolah). Proses kontrak payung, ujarnya, paling ideal untuk pemesanan buku K-13 yang mencapai 250 juta.
“Problem jadi besar karena harus mengecer, nagih ke sekolah. Jadi ada percetakan yang sudah keluar sekian miliar, tapi buku yang baru dibayar hanya sekian saja,” katanya.
Yulianto mengatakan Kemdikbud sebagai pihak yang membawahi dinas pendidikan dan sekolah, seharusnya bisa mendesak proses pembayaran agar cepat dilakukan. “LKPP bisa push penyedia, tapi saya tidak ada garis komando ke sekolah,” kata Yulianto.
Dari hasil investigasi dilapangan ditengarai dari tahun ketahun ajaran sekolah persoalan Buku seakan tak pernah habisnya, selain Pemerintah semakin hari semakin besar menggelontorkan dana hingga puluhan triliun rupiah, namun sasaran yang dimaksud masih belum utuh jatuh ketangan objec para murid sekolah. Belum lagi ditemukan banyaknya para Guru yang nakal dan pengelolah Sekolah yang selalu mengatasnamakan kemiskinan muridnya, padahal cuma memikirkan uang masuk kekantong pribadi oknum Guru yang tidak memiliki jiwa mendidik.
Dan inilah musuh terbesar bagi dunia pendidikan, jika ada orang bertopeng guru padahal sama sekali didalam dirinya tidak ada jiwa mendidik, karena sesungguhnya otaknya bejad penuh matre dan menambah susah orangtua murid. *** Candra Wibawanti.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved