Headlines News :
Home » » Ini Rekam Jejak Hakim Yang Bebaskan Terdakwa Korupsi 106 Triliun

Ini Rekam Jejak Hakim Yang Bebaskan Terdakwa Korupsi 106 Triliun

Written By Info Breaking News on Jumat, 27 Januari 2023 | 09.36

Kiri-Kanan, Wakil PN Jakbar Saragih, KPN Jakbar Bondan, Dan CEO Media Breaking News Grup Emil F Simatupang Di Ruang Kerja KPN Jakbar

Jakarta
, Info Breaking News - Kepakaran Ilmu Hukum kejujuran dan integritas akan terlihat pada setiap sidang, putusan dan para eksekutornya.

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat telah menjatuhkan vonis lepas terhadap dua petinggi Koperasi Simpan Pinjam KSP Indosurya  yakni Ketua KSP Indosurya Henry Surya dan Direktur Keuangan June Indria yang menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya dimana kasus ini telah merugikan 23 ribu orang dengan total kerugian mencapai Rp106 triliun.

Dimana June Indria lebih dulu divonis lepas pada Rabu 18 Januari 2023 di PN Jakarta Barat. Hakim menyatakan melepaskan June Indria dari segala tuntutan hukum. Hak-hak June juga dipulihkan. Sidang ini dipimpin oleh hakim Kamaludin selaku ketua majelis hakim serta Praditia Dandindra dan Flowerry Yulidas masing-masing sebagai anggota.

Kemudian, Henry Surya menyusul vonis lepas oleh PN Jakbar pada Selasa 24 Januari 2023. Henry disebut terbukti melakukan perbuatan perdata dalam kasus ini. Sidang ini dipimpin oleh Syafrudin Ainor Rafiek sebagai ketua serta Dede Suryaman dan Sri Hartati masing-masing sebagai anggota.

"Membebaskan terdakwa Henry Surya oleh karena itu dari segala tuntutan hukum yang sebelumnya didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu pertama dan kedua pertama," ujar hakim.

"Memerintahkan agar terdakwa Henry Surya segera dikeluarkan dari Rutan Salemba Cabang Kejagung setelah putusan ini dibacakan," sambung Sang Hakim.

Hasil keputusan vonis bebas ini tentu sangat mengguncang publik. Sangat mencengangkan sehingga mencuatlah rasa keingintahuan terhadap profil para Majelis Hakim yang serempak nekat berpihak pada penjahat yang jelas-jelas menipu rakyat.

Dari berbagai sumber, diketahui Kamaludin selaku ketua hakim yang mengadili June Indria merupakan pria kelahiran Tanjung Iman, Lampung Utara, Lampung pada 13 Juli 1965. Ia berstatus PNS dengan golongan IV/d. Kamaludin pernah tercatat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Muara Enim. Ia pun pindah menjadi hakim PN Jakarta Barat. Kamaludin kini juga menangani perkara gugatan Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) dengan pengembang Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk.

Sementara Hakim Praditia Danindra yang menjadi hakim anggota lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 16 Desember 1970. Praditia seorang PNS dengan golongan IV/b. Praditia pernah bertugas di PN Purbalingga, Jawa Tengah dan PN Buntok, Kalimantan Tengah. Praditia sempat menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bontang pada Mei 2018. Kemudian ia pindah ke PN Jakarta Barat pada Januari 2021.

Praditia dan Kamaludin sempat dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) oleh Jelis Lindriyati dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim pada tanggal 3 Oktober 2022. Laporan diterima pihak KY dengan tembusan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung.

Adapun isi surat pengaduan itu adalah, adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan Register Perkara 414/Pdt/G/2022/PN.Jkt.Brt tanggal 19 Mei 2022 dengan susunan Majelis , Kamaluddin (Ketua Majelis), Julius Panjaitan (hakim anggota), dan Praditia Danindra (hakim anggota).

Selanjutnya Hakim Flowerry Yulidas yang juga hakim anggota lahir di Tanah Datar, Sumatera Barat, 24 April 1970. Flowerry merupakan hakim golongan IV/c. Flowerry pernah menjabat Ketua PN Sawahlunto dan Ketua PN Muaro Bungo. Ia kemudian menjadi Ketua PN Sumedang pada Maret 2020. Kemudian pada 2022, ia bertugas ke PN Jakarta Barat.

Untuk perkara terdakwa Henry Surya dipimpin oleh Syafrudin Ainor Rafiek sebagai ketua serta Dede Suryaman dan Sri Hartati masing-masing sebagai anggota. 

Hakim Syafrudin lahir di Sumenep, Jawa Timur pada 7 April 1959. Ia hakim dengan golongan IV/d. Syafrudin pernah bertugas di PN Sidoarjo, Jawa Timur. Ia juga sempat berdinas di PN Jakarta Timur. Syafrudin saat itu menjabat hakim pengawas bidang hukum dan kearsipan hingga humas PN Jakarta Timur.

Selama bertugas di PN Jakarta Barat, Syafrudin pernah menangani kasus yang menyita perhatian publik, yakni kasus mafia tanah yang menjerat Riri Khasmita dan Edrianto, mantan asisten rumah tangga ibunda Nirina Zubir. Dalam kasus itu, Syafrudin memvonis dua terdakwa itu dengan hukuman penjara selama 13 tahun. Keduanya dinyatakan bersalah atas kasus tindak pidana pemalsuan surat dan pencucian uang.

Kemudian hakim Dede Suryaman lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 1 Desember 1964. Ia merupakan PNS golongan IV/d. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY) pernah mengusut Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Dede Suryaman, yang mengaku menerima suap Rp 300 juta. Rasuah terkait perkara korupsi proyek jembatan di Kediri, Jawa Timur. Saat itu, Dede menjadi hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya yang menangani perkara ini. Hakim Dede Suryaman dihadirkan tim JPU KPK sebagai saksi dalam sidang perkara suap Panitera Pengganti (PP) M Hamdan. Perkara ini merupakan rangkaian dari kasus suap yang membelit Hakim PN Surabaya Itong Isnaini dan pengacara RM Hendro Kasiono.

Selanjutnya hakim Sri Hartati lahir di Tanah Datar, Sumatera Barat, pada 12 September 1961. Ia merupakan hakim dengan golongan IV/c. Hakim Sri juga dikenal sebagai seorang Mediator Bisnis dan Keluarga. Ia pernah menjadi Ketua Pengadilan Agama Simalungun.

Menanggapi putusan para majelis hakim tersebut anggota Komisi III DPR Benny K Harman melayangkan kritik keras terhadap majelis hakim yang melepas dua terdakwa kasus penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya dan June Indria. Benny tak habis pikir dengan vonis lepas terhadap dua terdakwa. Bahkan, Benny menduga majelis hakim dalam perkara ini sudah masuk angin.

"Parah hukum di negeri ini. Menurut saya kuat dugaan majelis hakim yang menangani perkara ini sudah 'masuk angin' mengingat jumlah dana yang digelapkan begitu fantastis, triliunan, sudah banyak kasus serupa ini yang berujung pada kekecewaan nasabah. Hukum lebih melindungi pemilik modal daripada nasabah," papar Benny.

Benny juga mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa putusan hakim dalam perkara tersebut. Menurut Politikus Partai Demokrat itu, jika ada kejanggalan maka patut diduga dalam kasus tersebut ada intervensi dari luar.

"Eksaminasi bisa segera dilakukan. KY sebaiknya jangan diam, tunjukkan bahwa negara hadir, negara melindungi yang lemah, negara menghadirkan keadilan untuk warganya," tutupnya. ***Emil F Simatupang

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved