Headlines News :
Home » » Menyayat Hati, Komersialisasi Pendidikan Hilangkan Cita-Cita dan Nyawa Seorang Mahasiswi

Menyayat Hati, Komersialisasi Pendidikan Hilangkan Cita-Cita dan Nyawa Seorang Mahasiswi

Written By Info Breaking News on Sabtu, 14 Januari 2023 | 19.14


Jakarta
, Info Breaking News - Seorang mahasiswi sebuah universitas di Yogyakarta, Nur Riska Fitri Aningsih, tak mampu melanjutkan kuliah karena uang kuliah tunggal (UKT) yang terlalu tinggi. Mahasiswi angkatan 2020 itu akhirnya harus mengubur mimpinya untuk bisa berkuliah hingga akhir hayat. Kisah Nur viral usai diunggah oleh temannya, Ganta, di akun Twitter @rgantas.

Ganta mengatakan bahwa Nur tidak bisa menjelaskan secara langsung terkait kondisinya karena telah wafat pada 9 Maret 2022. Ganta menjelaskan, Nur berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah, dan kuliah di jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial angkatan 2020.

Menurut Ganta, sahabatnya itu bukan dari kalangan berada. Orangtua Nur hanyalah penjual sayur gerobak di pinggir jalan yang juga harus menghidupi empat anak lainnya yang masih bersekolah. Kasus ini, katanya, adalah di mana nominal UKT yang melampaui kapasitas keuangan pembayarnya. Menurut dia, ini bukan barang baru tapi kasus rekannya sedikit berbeda.

" Ia sudah mengisi nominal pendapatan yang sesuai dengan kondisi ekonominya. Tetapi, saat diminta mengupload beberapa berkas, ia tidak punya laptop. Sehingga ia meminjam hp tetangganya di desa," tulis Ganta.

Dikarenakan ponsel milik tetangganya yang kurang canggih, Nur gagal mengunggah berkas-berkas yang diminta. Nur pun mensinyalir inilah alasan mengapa nominal UKT-nya melonjak hingga Rp3,4 juta. Berkat bantuan guru-gurunya di sekolah dulu maka UKT semester pertama terbayarkan dan Nur bisa menjadi mahasiswa di kampus negeri itu.

" Selama menjadi mahasiswa, ia dikenal sebagai orang yang ceria. Sangat ceria malah menurutku. Sayang keceriannya mulai luntur tiap mendekati pembayaran UKT, seperti sekarang ini. Ancaman putus kuliah, seolah meremas-remas hatinya. Menyergap semua mimpi indah yang ia bangun," tulis Ganta.

Nur mencoba segala cara demi bisa membayar UKT semester 2, termasuk dengan cara bekerja paruh waktu. Dia juga bolak-balik ke rektorat guna mengajukan keberatan terhadap nominal UKT. Tapi, menurut Ganta, rekannya itu malah 'diping-pong' ke sana kemari. Padahal, kata Ganta, dia juga baru mengetahui Nur selalu jalan kaki pulang pergi dari kosannya di daerah Pogung sampai kampusnya. Jaraknya sekitar 2,3 kilometer berdasarkan Google Map.

" Nur memang selalu jalan kaki ke mana saja. Maklum, ia ga memiliki cukup uang untuk memesan driver online," tulis Ganta.

Nur bahkan disebut sangat senang ketika mendapat abon untuk lauk makannya atau pun mie instan. Peralatan mandi juga merupakan pemberian teman-teman yang bersimpati kepada Nur.

" Nur pernah bilang, bila akhirnya dia tidak bisa melanjutkan kuliahnya. Ia ingin kerja agar dapat menguliahkan adiknya. Dia ingin mewujudkan mimpi adiknya. Kata itu terucap saat lagi-lagi masa pembayaran UKT mendekati deadline. Ia nyaris kehilangan asa, karena tak bisa membayar UKT," tulisnya.

Ganta mengaku sempat menghubungkan Nur dengan pihak birokrat kampus untuk pengajuan penurunan UKT. Saat itu pengajuan diterima dan nominalnya berkurang Rp600 ribu. Ganta mencantumkan tangkapan layar percakapan WhatsApp-nya dengan Nur yang pesimis bisa membayar UKT semester 2. Detik-detik akhir bantuan datang dari patungan rekan-rekan, Dosen Pembimbing Akademik (DPA), hingga Kepala Jurusan Nur.

Karena belum cukup, Nur dan orangtuanya mencari sisanya dengan berutang di saat ekonomi keluarga kian sulit akibat badai pandemi Covid-19. UKT semester itu pun terlunasi. Setelahnya, Ganta mengaku tak mendengar kabar Nur lagi. Ada dua informasi yang ia terima, pertama Nur menyerah dan dia lebih percaya kabar kedua yang menyebutkan rekannya itu cuti kuliah untuk bekerja. Belum sampai Ganta bisa mendapat jawaban pertanyaan-pertanyaan di benaknya soal Nur, dia keburu mendapat berita tidak mengenakkan.

" Selama ini dia mengidap hipertensi yang amat buruk. Ancaman putus kuliah kian memperburuk keadaannya. Setelah beberapa waktu tidak kuliah, tiba-tiba muncul kabar ia sedang kritis di RS. Pembuluh darah di otaknya pecah," cuit Ganta.

Nur pun akhirnya meninggal pada 9 Maret 2022. Di hari pemakaman Nur, ibunda almarhumah bercerita ke Ganta bahwa putrinya itu adalah pribadi tangguh yang terbiasa membantu orangtua mencari penghasilan ke sana kemari sedari kecil.

Baginya, Nur adalah korban dari kejamnya institusi dan sistem pendidikan di negeri ini lewat komersialisasi pendidikan. Dia melihat perjuangan dan kepergian Nur jadi alasan semua pihak untuk terus mengawasi tata kelola institusi besar seperti kampus tempat Nur kuliah.

" Karna U** nampaknya tidak pernah belajar. Terbaru, mekanisme penurunan UKT, hanya diberikan pada mahasiswa yang orang tuanya meninggal. Apakah ini tidak terlampau kejam? Apakah harus ada yang meninggal untuk mendapatkan keringanan besar? Logika ini sudah tidak waras," tulisnya. *** Jerremia

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved