Headlines News :
Home » » Tekanan Pemerintah Pusat, PT.Freeport Bangun Smelter Kedua Di Indonesia

Tekanan Pemerintah Pusat, PT.Freeport Bangun Smelter Kedua Di Indonesia

Written By Unknown on Sabtu, 15 Maret 2014 | 17.15

Jakarta, Infobreakingnews.com. Kebijakan yang beruba-ubah setiap Pemimpin Republik ini, baik Executif, Legislatif, maupun Yudikatif, sangatlah berdampak pada Pembangunan di Indonesia dan terkesan Pincang sebelah tidak seimbang antara Pusat dan Daerah. Kebijakan selalu bermuara pada kepentingan Politik praktis Partai atau Golongan tertentu dan cenderung tidak tepat dan sesuai realitas kebutuhan di daerah, terutama Kawasan Timur Indonesia yang masih tertinggal jauh dibanding Wilayah Jawa dan Sumatera. Dipandang dari Sektor Investasi, Indonesia bagian Barat sangat pesat pertumbuhannya dibanding kawasan timur, lebih lagi di Provinsi paling timur seperti Papua dan Papua Barat yang kaya tapi masih merana.

Kehadiran PT Freeport Indonesia (PTFI) di Timika Papua diharapkan dapat mampu mengangkat Perekonomian rakyat di tanah yang kaya akan berbagai mineral tersebut, namun pada kenyataannya belum maksimal (tinjauan umum). Hal ini semua imbas dari kebijakan Pemerintah Pusat yang dirancang semaunya seakan ikut merebut porsi dengan penduduk Papua dari kehadiran Perusahaan Tambang Raksasa terkemuka di dunia ini. Berbagai upaya keras dari Pemda dan juga para executive PT Freport untuk menumbuhkembangkan SDM dan SDA Bumi Cenderawasih demi kemakmuran seluruh rakyatnya, namun sering terhambat dengan kepentingan pusat yang terkesan separuh hati bangun Papua. Hal ini terlihat jelas dari setiap Kebijakan yang dilahirkan untuk Papua.

S.P.Morin (VP PTFI / Govrel), salah satu executive PT Freeport yang juga pernah duduk di Parlemen Senayan beberapa periode lalu ini termasuk Politikus Senior terbaik yang dimiliki Papua, masih kerja keras untuk rakyat Bumi Cenderawasih sampai sekarang tetap gigih penuh semangat.

Saat breakingnews berjumpa di Senayan usai Raker tgl 3 maret 2014 sejak pk 10.00-16.00, pak Morin (lasimnya dipanggil) mewakili PTFI dalam Rapat Kerja (Raker) dengan beberapa Komisi DPRRI tentang Penyelesaian masalah Otsus Papua dan Pembangunan Smelter Perusahaan Tambang, bersama Pemerintah Pusat yang di hadiri oleh Mendagri, Menteri ESDM, Kepala BIN, BAIS, Panglima TNI, Kapolri, Kepala UP4B, dan sejumlah pejabat terkait lainnya. 

Sementara dari daerah Papua dan Papua Barat yakni Gubernur Papua, Ketua-ketua DPRP, Gubernur Papua Barat, Ketua-ketua DPRPB, dan semua pejabat terkait dari kedua Provinsi ikut hadir dalam Raker tersebut. PTFI sudah pernah bangun Smelter di Gresik Jawa Timur dengan kapasitas 40% Pengolahan hasil Produksi, namun Pemerintah Pusat melalui Menteri ESDM Jero Wacik yang mengeluarkan PP Thn 2012, menganggap masih kecil bahkan belum cukup, sehingga diperlukan pembangunan Smelter lagi dengan kapasitas Produksi yang lebih besar dengan target 60% hasil Produksi yang belum diolah dalam Negeri dapat dikelola sepenuhnya. Pada kenyataannya hanya mampu menyerap kurang lebih 500-an tenaga kerja. Ada apa dengan dengan desakan Pemerintah Pusat ini.... ?

Padahal Kebijakan Strategi Pemerintah pusat sendiri sudah mengenakan Bea Keluar Progresive pada PTFI sebesar 25% yang dirasakan begitu tinggi sekali, bagi perusahaan Export ibarat pasang tali di leher alias mencekik leher. Di sisi lain, UU Kontrak Karya mewajibkan Perusahaan tersebut harus taat membayar 13 macam Pajak Badan tiap tahunnya pada Pemerintah Indonesia sebesar 35%, sesuai Kontrak karya PTFI yang sebetulnya tidak sesuai karena lebih tinggi dari ketentuan UU Perpajakan Indonesia yaitu 25%. 

Pertanyaannya, Ke mana dan untuk apa 15% selebihnya jika rakyat belum makmur dan sejahtera...? 

Freeport adalah salah satu dari perusahaan-perusahaan tambang lain yang termasuk pembayar pajak terbesar di Republik ini. Semoga Pemerintah menggunakannya dengan baik demi kemakmuran Rakyatnya, bukan kemakmuran Rajanya. Hal desakan Pemerintah untuk membangun Smelter ini, akan sangat berdampak pada pengurangan ketenagakerjaan besar-besaran yang bisa mencapai 15000 jiwa yang kini sedang menggantungkan hidupnya dari kehadiran Perusahaan Tambang tersebut dan juga termasuk karyawan dengan predikat pembayar pajak penghasilan terbesar, dengan sendirinya akan lahir pengangguran yang begitu besar. 

Dampak lain yang akan dirasakan langsung adalah Kabupaten Mimika yang dengan Freeport ibarat ikan dengan air, ketika air itu kering, maka ikan akan mati. Bagaimana tidak, dari Total 91% Gross Domestik Bruto (GDP) dari Timika adalah kontribusi besar dari kehadiran perusahaan tambang raksasa dunia tersebut. Dampak ekonomi yang besar terlihat saat Mogok Kerja Karyawan Freeport hampir 1 bln penuh pada tahun 2011 yang menimbulkan kerugian hingga lebih 300-an milyar dan harus ditanggulangii oleh Freeport.   ,

Menurut Morin, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak dari kebijakan yang diambil demi kepentingan nasional, bukan berarti Freeport menolak atau menentang kebijakan Pemerintah untuk membangun Smelter dalam mendukung dan mendorong Industri Hilir dalam Negeri, yang sebetulnya Pemerintah sendiri tidak mempersiapkannya secara baik.

Hal ini terlihat dari kebijakan yang tidak teratur dan berubah-ubah sampai muncul kebijakan terbaru di thn 2012, terkesan sangat mendesak penuh tekanan yang dirasakan oleh Freeport sendiri, namun wajib disampaikan untuk memberi pertimbangan dengan melihat kenyataan yang ada. Jadi kebijakan itu harus dievaluasi kembali, sehingga tidak memukul lapangan pekerjaan yang mana menyangkut kepentingan Nasional demi kesejahteraan rakyatnya. Bukan untuk menyengsarakan rakyat...! ****Petra






Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved