![]() |
| Tiga Sekawan Koruptor |
Jakarta, infobreakingnews - Jika dipikir keberanian Anas yang secara ektrem menyatakan siap digantung di MOnas jika terbukti menerima satu rupiahpun, ternyata bagai langit dan bumi pernyataan Anas itu dibandingkan apa yang dibeberkan sebegitu banyak uang yang diterima Anas seperti uraian Jaksa KPK pada surat dakwaanyang dibacakan padasidang perdana di depan majelishakim Tikor Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum terancam pidana selama 20 tahun penjara karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dan pencucian uang terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Dalam dakwaan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Anas selaku anggota DPR RI dengan masa jabatan 2009-2014, menerima hadiah atau janji berupa 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 650 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire Rp 750 juta dari PT Atrindo Internasional.
Kemudian ia juga menerima fasilitas survei senilai Rp 487 juta dari Lingkaran Survei Indonesia, terkait pemenangan sebagai Ketum PD, serta menerima uang sejumlah Rp 116 miliar dan US$ 5,2.
"Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan, agar terdakwa selaku anggota DPR RI melancarkan proyek Hambalang dan proyek lain di Kempora (Kementerian Pemuda dan Olahraga), proyek-proyek di Dirjen Pendidikan Tinggi pada Kementerian Pendidikan Nasional dan proyek-proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat Permai Grup," kata jaksa Yudi Kristiana saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (30/5).
Namun uniknya, dikatakan bahwa penerimaan uang sebanyak itu disebutkan sebagai modal untuk maju sebagai Presiden RI.
"Sekitar tahun 2005, terdakwa keluar dari KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan berkeinginan untuk tampil jadi pemimpin nasional, yaitu Presiden RI sehingga butuh kendaraan politik," ujar Yudi.
Untuk memenuhi keinginan tersebut, lanjut Yudi, terdakwa menggunakan PD, dengan duduk sebagai Ketua Bidang Politik sehingga memudahkannya untuk mengatur proyek-proyek. Kemudian ia mentargetkan untuk menjadi Ketua Umum PD, sebelum akhirnya mewujudkan keinginannya menjadi Presiden RI.
Selanjutnya, diungkapkan Yudi, penghimpunan dana untuk mempersiapkan logistik terdakwa dan eks Bendahara Umum PD, Muhammad Nazaruddin bergabung dalam Anugrah Grup dan berubah nama menjadi Permai Grup.
"Terdakwa mendapat fee 7 persen sampai 22 persen dari Permai Grup, yang disimpan dalam brangkas Permai Grup," ungkap Yudi.
Selain gabung dengan Permai Grup, Anas juga disebut membentuk kantong-kantong dana dan dikelola oleh Yulianis dan Mindo Rosalina Manullang untuk proyek di Kemendiknas dan Kempora. Kemudian, Machfud Suroso untuk proyek universitas, gedung pajak dan Hambalang.
Tetapi, lanjut Yudi, terdakwa keluar dari Permai Grup setelah terpilih menjadi anggota DPR RI dan menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR.
Sementara itu dalam surat dakwaan milik terdakwa Teuku Bagus Mokhamad Noor, Anas Urbaningrum disebut mempercepat terbitnya sertifikat tanah Hambalang dan memerintahkan Muhammad Nazaruddin untuk mundur dari proyek Hambalang.
Kemudian, agar Nazaruddin mau mundur, Anas dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang Selasa (8/4)), memerintahkan Machfud Suroso memberikan uang ke Nazaruddin sebesar Rp 10 miliar.
Masih dalam surat dakwaan, terungkap bahwa uang Rp 10 miliar yang diberikan ke Nazaruddin berasal dari uang yang diterima Machfud dan PT Dutasari Citralaras (DCL) sebesar Rp 45.300.942.000, yang merupakan realisasi sebagian fee 18 persen dari PT Adhi Karya untuk mendapatkan pengerjaan proyek Hambalang.
"Uang yang diterima Machfud, atas persetujuan Teuku Bagus, diberikan kepada Nazaruddin sebesar Rp 10 miliar yang sebelumnya juga tertarik untuk mendapatkan proyek Hambalang. Namun, diminta mundur oleh Anas Urbaningrum," kata jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/4).
Terkait dakwaan mengumpulkan dana untuk menjadi Presiden RI, Anas pernah membantahnya.
Pendiri Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) tersebut menyebut dakwaan jaksa, yang menyebut dirinya mengumpulkan uang dari proyek-proyek sejak tahun 2005 untuk menjadi Presiden adalah imajenasi.
"Tahun 2005, katanya saya sudah kumpulkan uang untuk nyapres (menjadi calon presiden). Hanya satu kata, imaginer. Sudah itu saja," kata Anas usai bersaksi dalam sidang dengan terdakwa Andi Mallarangeng di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/5).
Sebelumnya, Nazaruddin sempat menuding bahwa Anas turut andil dalam berbagai proyek di pemerintahan, yang nilai keseluruhannya mencapai Rp 64 triliun dan mendapatkan fee atau komisi mencapai Rp 12 triliun.
"Memang semuanya fakta, jika Mas Anas itu punya tujuh kantong usaha, punya proyek Rp 64 triliun, punya fee yang harus diterima sampai Rp 12 triliun," kata Nazaruddin ketika ditemui di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/1).
Beberapa proyek yang melibatkan Anas sehingga totalnya mencapai Rp 64 triliun tersebut, di antaranya, proyek Hambalang, e-KTP (kartu tanda penduduk elektronik), pengadaan pesawat merpati, PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan proyek pembangunan pabrik vaksin flu burung.
Menurut Nazaruddin, perihal proyek-proyek tersebut diketahuinya dari buku catatan yang disita dari rumah Anas oleh penyidik KPK.
"Saat penggeledahan ketemu catatan laporan keuangan pengeluaran yang dicoret-coret sama istrinya Mas Anas. Saat diperiksa (KPK) ditanyakan perihal buku catatan itu," ungkap Nazaruddin.
Anas yang didampingi banyakkalangan pengacara dan semua dikoordinir oleh lawyer senior Adnan Buyung Nasution akan menagajukan eksepsi pada pekan depan.*** Mil

.jpg)

0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !