Headlines News :
Home » » Akhirnya Dua Terpidana Korupsi di Ambon Ditahan

Akhirnya Dua Terpidana Korupsi di Ambon Ditahan

Written By Infobreakingnews on Senin, 19 Januari 2015 | 17.24


Ambon, infobreakingnews -Terpidana kasus korupsi di Ambon akhirnya ditangkap, yakni dua terpidana korupsi Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) fiktif tahun 2010 Semuel Kololu, mantan Kepala Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Provinsi Maluku yang selama ini menjadi Daftar Pencairan Orang (DPO), dan terpidana korupsi kasus suap Christian Huwae yang adalah mantan Direktur Perusahaan Daerah (PD) Panca Karya, Jacob Huwae. 


Setelah kurang lebih enam bulan masuk dalam dalam DPO, mantan Kepala  (BLK) Provinsi Maluku, Semuel Kololu akhirnya ditangkap tim intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (14/1) pekan lalu.

Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaa Tinggi (Kejati) Maluku, Bobby Palapia di Ambon, Senin (19/1) mengatakan, terpidana kasus SPMK fiktif tahun 2010 itu, ditangkap saat berada di Hotel Fiducia Otista, Jakarta Timur (Jaktim), pukul 18.15 WIB. Eksekusi terhadap Kololu sudah dilakukan dan saat ini sementara diamankan di Rutan Kejari Jakarta Selatan.

Sejak ditetapkan sebagai DPO dan masuk dalam media centre Kejagung akhirnya, keberadaan Kololu dapat dilacak sehingga oleh tim intelijen berhasil meringkusnya. "Eksekusi Kololu dilakukan berdasarkan putusan MA Nomor : 1245K/Pid/2013 tertanggal 17 September 2013. MA menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 20 juta subsider dua bulan kurungan kepada Kololu. Setelah mengantongi salinan putusan, Kejari Ambon menyurati Kololu. Tiga kali dipanggil, ia tak memenuhi panggilan jaksa, dan memilih kabur ke Jakarta. Olehnya, Kejari Ambon menetapkan Kololu dalam DPO sejak  16 Juli 2014 lalu," kata Bobby .

Dalam kasus SPMK fiktif ini jaksa menyeret tiga tersangka, yaitu Semuel Kololu yang saat itu menjabat Kepala BLK Maluku, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hanny Samallo serta Direktur CV Aneka Ong Onggianto Andreas. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ajit Latuconsina menuntut mereka dengan hukuman bervariasi. Kololu dituntut tiga tahun penjara, denda Rp 55 juta subsidair satu tahun penjara. 

"Samallo dituntut tiga tahun penjara, denda Rp 20 juta subsidair satu tahun penjara. Sedangkan Ong Andreas dituntut empat tahun penjara denda Rp 500 juta subsidair satu tahun penjara. Dalam sidang  3 Juli tahun 2012 Pengadilan Tipikor Ambon memvonis bebas ketiganya. Jaksa kemudian mengajukan kasasi," katanya.

Namun hanya baru putusan MA atas Kololu yang diterima Penga-dilan Tipikor Ambon. Sementara putusan terhadap Samallo dan Ong Andreas belum turun.

Sebagimana diketahui, kasus SPMK fiktif ini berawal ketika sekitar tahun 2009-2010 Ape Sohilait menemui Ong Andreas dan mengaku sebagai keluarga dekat mantan Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu. Dalam pertemuan itu, Sohilait menjanjikan proyek kepada Ong.

Selanjutnya pada 4 Januari 2010 sekitar pukul 09.00 WIT, Sohilait menjemput Ong dan bertemu dengan Kololu dan  Samallo. Dalam pertemuan itu, Kololu menjelaskan kalau UPTD yang dipimpinnya mempunyai proyek senilai Rp 1,9 miliar yang bersumber dari APBD. 

Pertemuan tersebut, berlanjut kepada pemberian proyek kepada Ong Andreas, namun ada permintaan dari Kololu dan Samallo agar Ong memberikan Kololu satu unit mobil Toyota Fortuner, sedangkan Samallo satu unit mobil Toyota Rush. 

Tapi setelah dihitung nilai mobil tersebut Rp 700 juta, Ong menyata-kan tidak sanggup. Pasalnya nilai proyek hanya Rp 1,9 miliar. Ketidaksanggupan Ong kemudian disampaikan kepada Sohilait untuk selanjutnya diberitahukan kepada Kololu. 

Setelah mendengar penjelasan Ong, Kololu kemudian mengatakan kepada Ong kalau pihaknya juga mempunyai proyek dengan anggaran Rp 2 miliar yang bersumber dari APBN, sehingga total SPMK senilai Rp 4 miliar. Mendengar penjelasan Kololu, Ong menyanggupi untuk membeli mobil sebagaimana permintaan Kololu dan Samallo.

Selanjutnya, Samallo kemudian menandatangani tiga buah Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) meski pada saat itu yang bersangkutan belum memiliki Surat Keputusan (SK) penunjukan sebagai PPK pada BLK Maluku.

Ketiga SPMK yang ditandatangani itu adalah, SPMK Nomor: 911.0287 tanggal 12 Januari 2010 untuk pekerjaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan pada Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Maluku tahun 2010 dengan nilai pekerjaan Rp 845. 000.000. Selanjutnya SPMK Nomor : 911.0288 tertanggal 12 Januari 2010 untuk pekerjaan pengadaan peralatan laboratorium pada Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Maluku tahun 2010 senilai Rp 1.160. 000.000. Kemudian SPMK Nomor : 911.0289 tertanggal 12 Januari 2010 untuk pekerjaan pengadaan peralatan pemeriksaan Napza pada Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Maluku tahun 2010 senilai Rp 2 miliar.

Setelah memperoleh tiga SPMK tersebut, Ong menja-dikannya jaminan untuk mengajukan kredit ke Bank Maluku Cabang Utama Ambon sebesar Rp 2,4 miliar meskipun ia menge-tahui ketiga SPMK yang diterbitkan itu, sebelum adanya DPA dan DIPA, tetapi baru merupakan usulan dan belum melalui proses tender serta tanpa adanya kontrak atau perjanjian kerja alias fiktif.

Sementara itu, di waktu yang sama Rabu (14/1) pekan lalu, selain Kololu, Kejati Maluku juga mengeksekusi mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah ( PD) Panca Karya, Yacob Christian Huwae, terpidana kasus suap mantan Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku, Jafet Damamain.

Huwae dieksekusi berdasarkan vonis Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya  dengan 1 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara. Sebelum dieksekusi, Huwae menandatangani berita acara eksekusi di Kantor Kejati Maluku, sekitar pukul 14.00 WIT, ia langsung digiring ke Lapas Klas II A Ambon.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Bobby Palapia mengaku, jaksa telah menerima salinan putusan MA, sehingga eksekusi dilakukan terhadap Huwae. "Ini putusan MA sesuai dengan pengajuan kasasi yang dimintakan kejati karena sebelumnya Penga-dilan Ne-geri (PN) Ambon memvo-nis Hu-wae bebas. Sebelumnya Huwae divonis bebas murni (vrijspraak) oleh PN Ambon. Vonis tersebut dibacakan majelis hakim yang terdiri Sabar Simbolon selaku hakim ketua, didampingi hakim anggota masing-masing Agam Syarief Baharudin dan Halija Wally dalam sidang, Kamis (16/2) tahun 2014 lalu. Sementara Huwae dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan pidana satu tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider enam bulan kurungan," kata Bobby.

Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan, terdakwa tidak terbukti secara sah menurut hukum melakukan perbuatan suap sebagaimana yang didakwakan JPU Jerry Tulungalo. Olehnya majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan JPU, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya serta membebankan biaya perkara kepada negara. Begitupun dengan uang Rp 5 juta, yang dijadikan barang bukti suap dikembalikan kepada pihak dari mana uang tersebut disita.

Dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim berpendapat, terdakwa tidak terbukti melakukan suap, sebab dari sekian saksi yang dihadirkan di pengadilan, tidak ada seorang pun yang tahu dan menerangkan kalau terdakwa memberikan uang senilai Rp 5 juta yang diisi di dalam amplop cokelat kepada Jafet Damamain, mantan Ketua Komisi C DPRD Maluku, kecuali Jafet Damamin sendiri. Hakim juga mengatakan, keterangan Jafet Damamin juga kontradiktif dengan keterangan anaknya Christine Damamain. Namun jaksa tak puas dengan putusan PN Ambon. Upaya hukum kasasi dilaku-kan, dan MA menyatakan Huwae terbukti menyuap Jafet Damamin. *** Ivodius Jeujanan
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved