![]() |
Jakarta, Infobreakingnews - Maraknya kasus penganiayaan guru yang dilakukan oleh orangtua murid belakangan ini banyak menyita perhatian publik. Sekjen PGRI M Qudrat Nugraha bahkan mengatakan bahwa kini guru membutuhkan perlindungan hukum dalam menjalani profesinya.
"Jumlah guru di Indonesia itu empat juta orang tetapi kami tidak mengerti hukum. Persoalan yang terjadi di Sidoarjo dan di Makassar telah kami bahas, tetapi kami tidak paham. Di Sidoarjo misalnya, antara orangtua dengan guru sudah damai tetapi tuntutan tetap berjalan, kami tidak mengerti," kata Qudrat saat menghadiri acara 44 Tahun Berdirinya Kantor Hukum Gani Djemat & Partners, di Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Acara tersebut seharusnya diselingi dengan penandatanganan nota kesepahaman antara PGRI dengan CSR Gani Djemat & Partners mengenai perlindungan hukum terhadap guru. Namun, agenda itu ditunda karena pihak PGRI ingin menandatangani kerja sama disaksikan Mendikbud.
Dalam acara tersebut juga hadir mantan hakim agung dan hakim konstitusi Laica Marzuki, hakim agung Dudu Duswara Machmudin, dan Ketum PPP versi Muktamar Jakarta Djan Faridz.
Qudrat melanjutkan, PGRI menyambut baik rencana kerja sama dengan kantor hukum Gani Djemat & Partners dan berharap banyak kantor pengacara lainnya memerhatikan profesi guru yang belakangan rentan berhadapan dengan hukum.
"Ini luar biasa sekali karena memberi perlindungan hukum secara cuma-cuma. Kami berharap banyak pendekar hukum yang memerhatikan guru. Sebab, seperti (kasus) di Sidoarjo ada guru yang mau dipanggil sebagai saksi sudah terkencing-kencing karena kami tidak paham hukum, ilmu kami tidak sejauh itu," katanya.
Humphrey Djemat mengatakan, kantor hukum Gani Djemat & Partners melihat persoalan guru tidak dari kasus per kasus tetapi secara menyeluruh. Guru harus digugu dan ditiru yang artinya harus memiliki karakter mendidik. Maka tindakan yang mengganggu proses mengajar meskipun datang dari orangtua murid dapat dikategorikan pidana mengingat guru berkuasa penuh di sekolah.
Dengan begitu, Humphrey menilai, perlu adanya perumusan UU Perlindungan Guru agar ada jaminan hukum terhadap guru saat proses belajar-mengajar. Sehingga jelas definisi pelanggaran yang dilakukan guru yang dapat diancam pidana maupun tidak.
"Sejauh ini baru ada PP-nya saja, yaitu PP No 74/2008 yang tidak cukup menjadi payung hukum. Ada juga yurisprudensi Mahkamah Agung tetapi belum cukup. Maka perlu UU Perlindungan Guru," kata Humphrey. ***Sam Bernas
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !