| Budi Asrin Manurung, S.H. |
Medan, Info Breaking News – Marah,
miris dan sangat terluka mungkin tak cukup menggambarkan isi hati Siliyana
Angelita Manurung, seorang gadis muda asal Deli Serdang yang harus melihat
ibunya diarak oleh warga kampung dan diikat di sebuah pohon dengan hanya
mengenakan pakaian dalam.
Wanita yang akrab disapa
Angelita tersebut pun akhirnya meluapkan jeritan hatinya melalui media sosial
karena merasa teraniaya oleh warga di wilayah tempat tinggalnya.
Melalui akun Facebooknya Angelita
yang tinggal di daerah Medan Estate, Deli Serdang tersebut menceritakan kronologis kejadian yang menimpa
ia dengan sang ibu sambil bercucuran air mata.
Kejadian bermula pada hari Selasa
(11/9/2018) malam saat dua orang pemuda datang ke kediaman mereka dengan maksud
untuk menjual sepatu kepada ibunya yang juga dikenal sebagai penjual tuak dan
memiliki lapo.
"Awalnya ibu saya
menolak, tapi anak itu memaksa karena dengan alasan ingin membeli nasi, belum
makan." ungkapnya.
Meski begitu, ia mengaku
sang ibu pun akhirnya membeli sepatu tersebut.
Selanjutnya, hari Rabu (12/9/2018) pagi Angelita tiba-tiba dibangunkan oleh seorang pekerja lapo milik
ibunya.
"Tadi pagi, saya juga
tidak tahu bagaimana ceritanya, saya masih tidur di kamar, pekerja disini
membangunkan saya (mengatakan) 'Kak, mama di arak-arak sama orang kampung sini.
Gara-gara mama beli sepatu dari si Basir," ujarnya.
Sontak, Angelita pun
langsung bergegas keluar rumah untuk mencari sang ibu. Namun, miris ketika ia
sampai di lokasi dirinya harus melihat kondisi ibu yang sudah terikat di sebuah
pohon.
"Hati seorang anak
begitu sampai di TKP melihat kondisi ibunya diikat layaknya seperti binatang,
hanya menggunakan baju dalam dikalungkan karton dikalungkan sepatu yang dia
beli."
![]() |
| Penampakan luka pada bibir Siliyana Angelita Manurung akibat pukulan MP (kiri); lapo tuak milik sang ibu yang dihancurkan warga (kanan) |
"Hati saya sebagai
seorang anak sangat teriris," katanya sambil menangis.
Tak hanya itu, Angelita yang
hendak menolong ibunya pun ikut menjadi korban kekerasan seorang pria
berinisial MP yang disebut sebagai ketua sebuah ormas.
Menurut pengakuannya, MP
memukulnya sebanyak dua kali di bagian wajah setelah Angelita berkata bahwa
pria itu tidak berhak menghakimi ibunya.
Angelita yang hendak
membalas pun malah justru ditahan oleh warga hingga terjatuh.
“Lalu saya ingin maju lagi,
tetapi masyarakat memegang saya sampai saya terjatuh di tanah. Kemudian mama
saya diarak-arak lagi sampai di lapangan bola samping rumah saya," kata Angelita
yang diketahui adalah seorang anak yatim yang tinggal hanya berdua dengan
ibunya.
Kekejaman warga di sekitar
daerah tempat tinggalnya pun tak selesai sampai di situ saja. Setelah diarak,
warga memberi dua pilihan kepada ibu dan anak itu; mereka angkat kaki dari
wilayah itu atau jika tidak warga akan menghancurkan kedai tuak mereka.
Namun kenyataannya, kedai
tuak milik sang ibu pun tetap diporak-porandakan.
Selain itu, menurut
Angelita, warga juga mengambil paksa dua sepeda motor dari rumahnya dan menuduh
bahwa motor itu juga adalah barang curian.
Ia dan ibunya bukanlah orang
yang sempurna, namun ia berharap mendapatkan keadilan. Ia pun meminta tolong
kepada warganet, lembaga bantuan hukum (LBH), dan para jurnalis untuk menolong
ia dan ibunya yang menurutnya telah menjadi korban persekusi.
"Hari ini saya sebagai
warga indonesia menanyakan dimana kedilan itu.. saya hanya anak dari keluarga
tidak mampu yg di aniaya.. kemana masyarakat indonesia yang cinta
kedamaian.." katanya.
"Lihat si pemilik mobil
putih yg menganggarkan harta dan premanismenya menganiaya seorang anak gadis yg
hanya ingin membela ibunya. Bagaimana mereka yang memakan uang rakyat ??"
"Lalu apa bedanya kami
yang justru melakukan sebuah kekeliruan kecil yang dibesar-besarkan kami dan
menambah fitnah."
"Saya harap buat saudara
semua yg melihat postingan saya, meluangkan waktu untuk menshare kisah seorang anak
yg ingin menyelamatkan ibunya," kata Angelita.
Advokat
Asrin Budi Manurung, S.H. sebagai praktisi hukum mengomentari kejadian yang
dinilai sangat barbarik, tak bermoral dan juga merusak nilai budaya Batak tersebut.
“Bahwa perbuatan seperti ini
adalah perbuatan manusia barbar yg hidup pada jaman batu. Padahal ini kan sudah
jaman modern kenapa perilaku masyarakat seperti ini masih ada? Peristiwa ini
sangat memalukan dan melanggar hukum. Selain melanggar hukum perilaku ini jelas
bertentangan dengan moral dan adat istiadat kebudayaan yg ada di negara kita
ini, khususnya di budaya Batak.
Lebih lanjut Asrin menyebut
bahwa pelaku sudah sepantasnya dihajar dengan hukuman berat.
“Hukuman berat harus
dijatuhkan berat kepada para pelaku karena pelakunya adalah laki-laki yang sudah
dewasa. Secara hukum para pelaku ini harus dijerat dengan pasal berlapis yakni
pasal 170 penganiayaan dengan ancaman pidana 7 tahun penjara serta pasal 310
dan 351 KUHP. Kami meminta agar Polda Sumut bertindak proaktif dan melakukan
reaksi cepat dalam menangkap para pelaku. ***Eva
Tampubolon



0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !