![]() |
Jakarta, Info Breaking News – Sejumlah nama perwira tinggi (Pati) Polri dikabarkan
turut tercantum dalm daftar seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
Meski begitu, nampaknya hal tersebut tak disambut baik oleh Indonesia Corruption
Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyebut rekam jejak para penegak
hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan dinilai tidak terlalu baik dalam
konteks pemberantasan korupsi.
"Ini
harus direspon dengan serius" kata Kurnia dalam keterangan persnya (23/06/2019).
Merujuk pada data dari Lembaga Survei
Indonesia pada akhir 2018, disebutkan lembaga yang paling berpotensi melakukan
pungutan liar dalam pelayanan birokrasi adalah Kepolisian RI (Kapolri). Sedangkan
Kejaksaan Agung menduduki urutan terbuncit dalam hal tingkat kepercayaan
publik.
Oleh karena itu, Kurnia merasa kedua lembaga
tersebut justru harus fokus dalam membenahi dan memperbaiki insternal instansi,
bukan malah ramai berebutan dalam mengirimkan wakil masing-masing untuk menjadi
pimpinan KPK.
"Maka dari itu seharusnya Kapolri serta
Jaksa Agung menjadikan hal ini sebagai prioritas, bukan justru
berbondong-bondong mengirimkan wakil terbaiknya untuk menjadi Pimpinan
KPK." Kata dia.
Menurut Kurnia, rekam jejak kinerja dari
beberapa wakil Kepolisian di KPK pun tidak terlalu memuaskan, bahkan dapat
dikatakan mengecewakan.
Sebut saja kasus Aris Budiman. Eks Direktur
Penyidikan tersebut diketahui tiba mendatangi Panitia Angket bentukan DPR meski
yang bersangkutan sebenarnya tak mendapat izin dari Pimpinan KPK.
Tak hanya itu, kasus lainnya juga menimpa
mantan penyidik KPK Roland dan Harun yang juga wakil dari kepolisian terkait
dengan kasus dugaan pengrusakan barang bukti perkara korupsi yang sedang
ditangani oleh KPK.
Dengan demikian, Kurnia melanjutkan, atas
dasar rekam jejak tersebut, pihaknya menolak keberadaan unsur penegak hukum
tertentu yang menduduki jabatan tertinggi di KPK.
"Sederhananya, bagaimana publik akan
percaya jika kelak ia menjadi Pimpinan KPK akan serius memberantas korupsi ketika
salah satu pelaku berasal dari lembaganya terdahulu?" katanya.
Kurnia juga meminta panitia harus benar-benar
selektif dalam menyeleksi capim KPK lantaran kini KPK tengah sibuk menangani
kasus korupsi dengan skala politik dan nilai kerugian yang sangat besar. Seperi
kasus BLBI yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4,58 Triliun.
"Untuk itu maka pansel mempunyai
kewajiban agar pimpinan KPK ke depan tidak berupaya untuk menghambat penanganan
beberapa kasus tersebut,” ujarnya.
Lagipula, menurutnya, tidak ada kewajiban
dalam undang-undang manapun yang menyebutkan pimpinan KPK nantinya harus
berasal dari instansi penegak hukum tertentu, seperti halnya Kejaksaan dan
Kepolisian. Sehingga siapapun, termasuk sipil dapat juga mendaftar sebagai
Capim KPK.
Penting diketahui, berdasarkan nomor surat
Kapolri B/722/VI/KEP/2019/SSDM, setidaknya tercatat ada 4 perwira tinggi
berpangkat Irjen, dan sisanya berpangkat Brigjen yang daftar menjadi Capim KPK.
Beberapa diantaranya, Wakabareskrim Irjen Antam Novambar, Widyaiswara Utama,
Sespam Lemdiklat Polri Coki Manurung, dan Wakapolda Kalbar Brigjen Pol Sri
Handayani. ***Rina Triana
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !