KMA Prof. Syarifuddin bersama Jurnalis Senior Emil F Simatupang |
Jakarta, Info Breaking News - Seusai masa pandemi yang nyaris melumpuhkan ekonomi masyarakat selama 2 tahun lebih, bermunculan peristiwa penyimpangan hukum yang selama ini dinilai sangat tidak mungkin terjadi, tapi nyatanya terjadi juga bahkan ibarat pecahnya gunung salju yang mencair leleh menghantam banyak priuk nasi didapur. Rupanya selama pandemi dimana banyak orang bekerja secara online dan terbatas masuk ke kantor, telah menjadikan banyak oknum di MA menjadi sangat rakus seakan kelaparan, sehingga yang selama ini dianggap harampun menjadi di halalkan, yakni marabunta Markus (makelar kasus) dan semakin tamak, hilangnya rasa bersyukur, lalu terjadilah musibah yang sangat memalukan dunia hukum di MA.
Padahal lembaga Mahkamah Agung (MA) yang digariskan sebagai benteng terakhir bagi para pencari keadilan dan dianggap selama ini sangat suci ibarat mezbah Ilahi, sehingga para hakim agung itu dipanggil dengan kata Yang Mulia, seakan akan terlena dengan mencuri kemuliaan Allah itu sendiri, karena justru dilembaga yang sangat dicintai banyak orang, terjadi perkeliruan, penyimpangan, dan suburnya para oknum dari hampir semua divisi di MA menjadi anggota dalam sindikat mafia hukum yang terus menerus berkembang biak secara subur.
" Saya tidak akan pernah bosan apalagi merasa lelah untuk meminta maaf, atas nama pimpinan Mahkamah Agung, memohon maaf atas terjadinya penangkapan sejumlah hakim dan pegawai di MA, dan akan segera memperbaiki kinerja di MA dengan cara menindak tegas yang melakukan kesalahan, sekaligus akan merotasi sejumlah besar pegawai yang selama ini sudah terlalu lama menjabat pada poisisinya, sekaligus akan memberikan promosi jabatan kepada sejumlah orang yang setia yang selama ini kami pandang bekerja dengan penuh kesungguhan, khususnya saya berterimakasih juga adik adikku para jurnalis yang telah memberikan koreksi dan masukan positif, guna memulihkan kepercayaan publik kepada jajaran MA dimanapun berada." kata Prof. Syarifuddin secara khusus kepada Info Breaking News, diruang kerjanya, Selasa (17/1/2023) di Lantai 13 yang dibangun secara megah oleh sang Maestro hukum Prof. Hatta Ali, Ketua MA yang ke 13. Angka sial menjadi kejayaan MA dimasanya.
Bermula dari cerobohnya seorang perempuan serakah yang sehari hari berpenampilan menor dan konsumtif kemewahan bernama Desy Yustria, seorang PNS yang bekerja di MA sebagai staf bagian biro Umum, karena selalu merasa tidak bersyukur atas derajat dan pangkat serta gaji yang cukup besar, dengan santai membagi-bagikan duit suap untuk kesejumlah elit petinggi di MA agar pesanan perkara sesuai diputus dengan imbalan uang haram.
Gilanya lagi Desy juga berperan sebagai kurir dan penghubung dengan tim pengacara dalam operasi suap dengan tujuan memenjarakan Budiman Gandi Suparman. Sebagai imbalannya, bila Budiman divonis oleh oknum hakim agung yang tertulis diatas hingga masuk penjara selama 5 Tahun, maka Desy diberi imbalan sejumlah uang haram yang menghasilkan sejumlah persoalan aib ditubuh MA, yang membuat duka mendalam penuh kesedihan bagi para pendekar hukum yang berdarah darah penuh keringat lelah, membesarkan lembaga MA sejak berdiri sejak hampir satu abad yang lalu itu.Uang panjar yang sangat beresiko besar itupun pertama diserahkan oleh anak buah pengacara Yosep Parera, Eko Prasetyo, kepada Desy pada April 2022 berupa uang sejumlah Rp 1,2 miliar. Desy lalu meminta bantuan koleganya, Nurmanto Akmal, untuk meneruskan operasi jahat itu.
Joroknya gaya sindikat mafia hukum ini adalah saat uang haram itu diserahkan secara kilat di exit tol Grand Wisata Bekasi Timur. Uang itu disimpan Desy, setelah berdiskusi dengan anggota sindikat bernama Nurmanto Akmal.
"Di tempat tersebut saya menyerahkan amplop berisi uang senilai Rp 1,2 miliar dalam bentuk SGD kepada Nurmanto Akmal," kisah Desy kepada penyidik KPK.
Sejurus kemudian, amplop itu dibuka Nurmanto Akmal dan dibagi-bagi. Desy sebagai kurir mendapatkan jatah uang yang dirupiahkan senilai Rp 100 juta. Sisanya dibawa Nurmanto Akmal yang akan dibagi-bagi ke pejabat MA yang menangani perkara diatas.
"Saya menduga bahwa Nurmanto Akmal memberikan uang senilai Rp 1,1 miliar dalam bentuk SGD tersebut kepada pejabat-pejabat majelis yang menangani perkara tersebut," ucap Desy dalam kesaksiannya di PN Jaksel.
"Chat yang tidak penting-penting agar dihapus," demikian perintah Gazalba ke Prasetio sebagaimana kesaksian Prasetio Nugroho yang tertuang dalam salinan putusan perakara Prapid yang ditolak mentah mentah oleh PN Jaksel kemaren.
Gazalba beserta dua stafnya diduga menerima uang senilai SGD 202 ribu terkait pengurusan perkara PT Intidana. Namun ketiganya tidak hanya terlibat dalam pengurusan perkara pidana lainnya.
KPK menyebut Gazalba Saleh bersama dengan Prasetio Nugroho dan Redhy Novarisza melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dalam perkara ini, Gazalba Saleh ditetapkan sebagai tersangka beserta dua orang lainnya, yakni Prasetio Nugroho selaku Hakim Yustisial di MA sekaligus Asisten Gazalba dan Redhy Novasriza selaku staf Gazalba Saleh. Gazalba beserta dua stafnya diduga menerima uang senilai SGD 202 ribu terkait pengurusan perkara PT Intidana. Namun ketiganya hanya terlibat dalam pengurusan perkara pidana.
Bahkan anggota Komisi Yudisial Binziad Kadafi menyebut nama-nama itu banyak diterima oleh pihaknya. Namun, dia mengaku KY bakal mendalami lebih lanjut terkait informasi itu dan kerja sama dengan pihak KPK.
"Kami dapat banyak informasi termasuk nama-nama, tapi memang kami terus dalami titik-titik lemahnya dari perkara ini," kata Binziad Kadafi kepada wartawan di lobi gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).
Taufiq juga menyebut pihaknya berpeluang mengusut masalah etik dan pedoman perilaku hakim terhadap Hakim Agung Prof.Takdir Rahmadi, yang pernah sakit cukup parah dan lama, kemudian setelah pulih, bukannya menjadi taqwa, malah mengagetkan banyak mantan petinggi MA yang sudah menikmati sisa hidup dengan penuh ibadah dan kenyamanan ditengah anak cucu tercinta, bahkan ada bebrapa diantaranya masih terus dipercaya menjadi Komisaris paling bergengsi di perusahan raksasa.
"Siapa pun yang terlibat dan kita memiliki informasi cukup, dalam kaitan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, tentu akan diperiksa," ucap Miko Ginting yang belakangan sering mondar mandir ke KPK untuk berkoordinasi. *** Emil F Simatupang
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !