Jakarta, infobreakingnews - "RUU Advokat yang saat ini dalam pembahasan di DPR RI, bukan lagi RUU Perubahan Atas UU no. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, tetapi RUU Pengganti UU No.18 Tahun 2003, karena materi muatannya sudah lebih dari 50% perubahan dari UU yang sudah ada (UU No.18 Tahun 2003).
RUU ini dinilai sebagai RUU yang Hyper Regulation dari anggota DPR RI yang mengabaikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan berpotensi merusak atau mengabaikan otoritas sistem hukum. Dari sisi substansi, RUU tersebut tidak berkualitas dan hanya akan memenuhi kepentingan jangka pendek para anggota Dewan semata, tetapi tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. Semakin tinggi suatu RUU yang hyper bisa berpotensi mengabaikan sistem hukum dan semakin mengasingkan masyarakat dari pelayanan hukum serta rasa keadilan. Di sinilah esensi mengapa RUU ini ditolak oleh Peradi sebagai induk organisasi Advokat.
Oleh karena itu, Peradi saat ini dalam posisi kegentingan yang memaksa, sehingga perlu mengambil langkah-langkah yang ekstraordinari untuk membatalkan pengesahan RUU tersebut. Jika saja RUU akan disahkan, maka ke depan, selain akan memposisikan Peradi/Advokat sebagai underbow pemerintah, juga akan memasung kemandirian profesi Advokat. Juga akan memposisikan Peradi sebagai sebuah Komisioner, sehingga dalam seleksi Ketua Peradi, maka tentu Pemerintah dapat saja membentuk semacam panitia seleksi (pansel) untuk menyeleksi ketua Peradi hingga proses fit and proper test oleh DPR. Inilah yang tidak diinginkan oleh Peradi karena adanya campur tangan Pemerintah dan DPR.
Lebih lanjut menurut Anthon, bahwa terlepas dari kontroversi antara Peradi dan DPR terkait RUU tersebut, DPR dalam banyak hal seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat yang diwakilinya, sehingga DPR bukan lagi sebagai tempat pengabdian, tetapi tempat untuk mengubah nasib. Makanya jangan heran kalau anggota DPR banyak terlibat kasus korupsi.".....*** Steffy Prastuty
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !