Headlines News :
Home » » Kejaksaan Agung Belum Eksekusi 56 Perkara Korupsi, Bukti Kinerja Jaksa Abal-Abal

Kejaksaan Agung Belum Eksekusi 56 Perkara Korupsi, Bukti Kinerja Jaksa Abal-Abal

Written By Unknown on Senin, 03 Juni 2013 | 09.52

Jakarta, infobreakingnews - Ternyata terlalu banyak kasus perkara korupsi yang sudah diputus oleh Pengadilan tingkat kasasi MA, belum mampu di eksekusi oleh pihak Kejagung, walau banyak diantara perkara korupsi itu sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Kelemahan lembaga hukum Kejaksaan ini tidak pernah dijadikan cermin diri , sehingga publik semakin dingin bahkan kecewa berat terhadap penegakan hukum yang digemborkan. Kelemahan pihak Kejagung ini terus dibiarkan, karena nyaris sangat minim menyoroti kinerja gedung bundar yang semakin lemah. Walau banyak Jaksa karier disana, namun tetap saja tak mampu mengeksekusi paara koruptor yang ternyata puluhan kali lipat ganda uang rakyat yang dikorusi dibanding kan perkara KOmjen Susno Duaji. 

Kalau saja semangat Jaksa seperti ketika mengeksekusi perkara Jenderal berbintang Tiga itu dilakukan kepada 56 perkara korupsi lainnya, maka pemasukan uang negara yang diterima melalui eksekusi para koruptor itu, akan sangat signifikan dipakai untuk memperbaiki nasib rakyat.

Indonesian Corruption Watch (ICW) mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang telah mengeksekusi Bupati Aru, Teddy Tengko, Rabu (29/5) lalu. Namun, ICW mengingatkan hingga kini masih ada 56 terpidana korupsi yang belum dieksekusi Kejaksaan Agung.


Aktivis Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho mengatakan, dari 56 terpidana yang belum dieksekusi, 23 di antaranya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Sedangkan 33 lainnya belum dieksekusi dengan berbagai alasan, seperti sakit atau tidak memenuhi panggilan jaksa.
"Kami apresiasi langkah Kejaksaan Agung yang telah mengeksekusi Teddy Tengko. Tapi, masih banyak pekerjaan rumah lain yang perlu dieksekusi. Catatan ICW, sepanjang 2002 sampai 2013 ini, setidaknya ada 56 terpidana korupsi yang belum dieksekusi dengan berbagai alasan," ujarnya.
Terkait kasus Theddy Tengko, Emerson juga mengingatkan Menteri Dalam Negeri untuk merespons eksekusi itu dengan mencabut surat keputusan (SK) pengangkatan Bupati Teddy. Tujuannya, untuk memberikan kepastian dan keamanan pemerintahan di Aru.
Emerson mengatakan, masih banyaknya terpidana korupsi yang belum dieksekusi menunjukkan Kejagung bagaikan macan ompong. Bahkan, ia meragukan Kejagung mau mengeksekusi semua terpidana korupsi.
"Alasan pihak Kejagung macam-macam, masalah administrasi, seperti salinan putusan belum diterima, menunggu putusan peninjauan kembali, koordinasi dengan pihak internal dan eksternal, pertimbangan kemanusiaan, pertimbangan situasi politik serta keamanan di tingkat lokal. Selain itu, ada upaya pihak tertentu menghalang-halangi proses eksekusi terhadap terpidana," katanya.
Padahal, lambannya proses eksekusi terhadap terpidana korupsi membuka peluang bagi mereka melarikan diri. Dari kasus korupsi yang diamati ICW, eksekusi umumnya baru dilakukan satu sampai empat tahun setelah vonis telah berkekuatan hukum tetap.
Dari 56 terpidana korupsi, beberapa nama populer termasuk seperti Direktur TVRI Sumita Tobing terkait kasus pengadaan peralatan TVRI yang merugikan negara Rp 12,4 miliar. Sumita Tobing dihukum 1 tahun 6 bulan penjara pada Januari 2011 dan diminta membayar uang pengganti Rp 1,73 miliar, namun belum juga dieksekusi.
Selain itu, ada juga terpidana kasus korupsi dana reboisasi dan illegal logging (pembalakan liar) di Mandailing Natal, Sumatra Utara, Adelin Lis, yang hingga kini masih menghirup udara bebas. Adelin dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada 2008 serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 119 miliar dan 2,938 juta dolar AS.
"Lalu kasus penyimpangan dana di BPUI senilai Rp 369 miliar dengan terpidana mantan Dirut Bahana Pembinaan Usaha Indonesia Sudjono Timan yang dihukum 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 369 miliar. Vonis itu bahkan telah dijatuhkan pada 3 Desember 2004 lalu," katanya.
ICW memilah 56 terpidana yang masih bebas berkeliaran itu berdasarkan wilayah. Paling banyak adalah terpidana korupsi di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, yakni 22 orang. Selanjutnya Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebanyak enam terpidana, Kejaksaan Tinggi Riau lima terpidana dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dua terpidana.
Terkait dengan itu, Emerson, mengingatkan Kejagung akan eksekusi yang belum dilakukan. "Kejagung perlu diingatkan dan didorong untuk mengeksekusi terpidana lainnya, apalagi ada yang kasusnya sudah bertahun-tahun," ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, Wakil Jaksa Agung Darmono mengaku akan melakukan pengecekan terhadap 57 DPO terpidana korupsi.
"Saya merangkum yang telah disampaikan teman-teman. Catatan yang disampaikan tadi, saya pastikan akan segera melakukan kroscek, perkara itu sejauh mana. Sudah dieksekusi atau belum. Nanti, Jampidsus segera melakukan pengecekan di lapangan, data di Kejaksaan Agung maupun daerah," jelas Darmono.
Dia menambahkan, kalau telah dieksekusi tentunya juga akan menyampaikan informasi kepada publik. Tujuannya, agar masyarakat tahu.
Dia menegaskan hal tersebut tetap menjadi kewajiban Kejaksaan RI untuk menindaklanjutinya. Darmono juga berjanji sekuat tenaga untuk melakukannya.
Darmono mengakui 57 kasus itu akan mejadi pekerjaan rumah (PR) seluruh kejaksaan untuk segera memastikan tentang tindak lanjutnya. Dia berjanji akan segera memberi jawaban tentang hal tersebut.

Berulangkali Darmono berjanji akan memeriksa ulang rencana eksekusi kasus korupsi diatas yang sudah sekian tahun jalan ditempat, nyatanya tetap saja Darmono  cuma seenaknya berucap janji saja, dan tak tak pernah ada action.***Mil



Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved