Headlines News :
Home » » Profil Perempuan Penjajah Seks Di Berbagai Daerah

Profil Perempuan Penjajah Seks Di Berbagai Daerah

Written By Unknown on Senin, 03 Juni 2013 | 01.20


Bandung ,  infobreakingnews - Komunitas perempuan penjajah seks, sudah ada sejak abad pertama dibelahan dunia. Populasi wanita yang berbanding banyak ketimbang pria, menjadikan salah satu faktor keberadaan PSK. Faktor ekonomi yang dirasakan kaum wanita terutama yang minim berpendidikan, juga menjadi pemicu lainnya. Belum lagi keterbatasan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh perempuan berpendidikan minim. Namun faktor tuntutan  biologis kaumn pria yang tidak cukup pada satu perempuan, membuat keberadaan lokalisasi diberbagai daerah, tumbuh subur dengan berbagai modus bisnis. Ada ditempat terselubung Salon kecantikan, atau di cafe dan tempat penginapan dari losmen hingga hotel berbintang.

Begitu pula halnya cikal bakal sejak awal titik lokalisasi terbuka diberbagai daerah, kota kota yang ada. Bagi para pemerhati dibidang sosial kemasyarakatan, atau kalangan avonturir yang berpetualang keberbagai daerah, maka selalu didapati karakter khas para wanita penjajah seks. Bandung semagai tatar sunda mojang priyangan , secara umum wanita PSK di jawa barat ini, memiliki warna kulit putih kekuning langsat, ramah bertutur dan memiliki pesona yang mengikat hati. 

Lokalisasi Sareitem yang sudah ada sejak zaman Belanda hingga kini tetap menyeruak, begitu juga pasar Kiara Condong, Tegal Lega dan Alun-alun. PSK jalanan kelas bawah ini saja sudah mudah ditemukan wajah perempuan cantik sunda dengan harga murah. Namun kalangan PSK dari tatar sunda ini adalah terbilang paling berkelas mahal jika sudah pada tingkat atas, hotel berbintang dan bungalow. 

Bedanya PSK dikawasan Paris van Java ini dengan PSK daerah lain , adalah kecenderungan para PSK dari kelas bawa hingga level atas, memiliki keinginan yang kuat untuk menjalin hubungan hingga target menikah dengan pria langganannya yang sudah sesuai dalam beberapa kali pertemuan. Hal ini menjadikan khas PSK dikawasan Krawang, Indramayu dan Cirebon, banyak dijumpai wanita penjajah seks yang masih belum berusia 20 tahun , namun kenyataannya banyak diantara mereka yang sudah pernah menikah sampai 4 dan 5 kali.

Namun tidak bisa dibantah, secara umum perempuan sunda adalah PSK tercantik diantara kota lainnya, barulah setelah Jawa Barat, PSK Solo menjadi urutan nomor dua, sedangkan nomor tiga adalah kelompok PSK dikawasan Pontianak Singkawang. Sedangkan PSK Medan Sumut , dianggap paling jelek dan rada bringasan. 

Kini kita sedikit membahas lebih dalam keberadaan PSK Solo dan sekitarnya. Kota Solo memang lebih dikenal sebagai kota yang ramah, kota kuliner, olahraga, pendidikan kota budaya, atau kota dengan begitu banyak sejarah masa lalu, utamanya zaman kejayaan dinasti Mataram. Terbukti kota ini mempunyai dua kerajaan yang sampai saat ini masih terpelihara dengan baik. Yakni Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Istana Mangkunegaran. 



Di pinggiran kota Solo, terdapat pula bekas Kerajaan Pajang dan Keraton Kartasura. Lalu bagaimana dengan kehidupan malam di kota ini. Bagaimana geliat kehidupan prostitusi di kota budaya ini ?



Solo memang tak mempunyai lokasi khusus bagi lelaki hidung belang untuk menyalurkan hasratnya seperti kota-kota besar lain. Surabaya pernah punya Gang Dolly, Bangunsari dan Kermil, Semarang punya kompleks Sunan Kuning, Kramat Tunggak di Jakarta, Saritem di Bandung, belum lagi kota lain yang juga mempunyai tempat sejenis. Dulu kota bengawan memang pernah mempunyai komplek lokalisasi cukup besar di Kampung Silir, Semanggi, Pasar Kliwon. Tempat pelacuran di tepi Bengawan Solo tersebut kabarnya sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang.

Namun mengingat Solo dianggap sebagai ikon kota budaya, keberadaan lokalisasi Silir dianggap menjadi penghalang. Maka sejak masa Wali Kota Imam Sutopo pada tahun 1998, lokalisasi Silir dinyatakan ditutup (SK No. 462.3/09/1998). Sisa-sisa Silir kini hanya tinggal menjadi pasar ayam dan pasar besi bekas. Meski dinyatakan ditutup, namun praktik prostitusi terselubung di tempat ini kadang-kadang terjadi.

Pasca penutupan Silir, praktik pelacuran di Solo berkembang di beberapa tempat, meski tak sebesar Silir. Seperti penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang. Selain tempat tertutup, praktik terlarang tersebut juga berkembang di tiga lokasi, yaitu: Kestalan, Gilingan (Kec Banjarsari) dan Kerten (Laweyan). Dari beberapa tempat tersebut diperkirakan ratusan PSK beroperasi setiap harinya.

Menutup Silir sebagai lokalisasi pelacuran ternyata bukan solusi tepat untuk memberantas praktik pelacuran. Imbasnya praktik ini justru terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai bentuk. Ada yang hanya mangkal di jalanan, dipesan melalui karyawan penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang. Bahkan juga terjadi di beberapa panti pijat dan salon atau sering disebut dengan salon plus-plus.

Dunia gemerlap alias dugem di Kota Solo memang bertaburan bak jamur di musim hujan baik yang terang-terangan maupun terselubung. Padahal pusat-pusat pembinaan umat seperti pesantren juga tak kalah menjamurnya. Anehnya semuanya berjalan sendiri-sendiri menentukan jalan hidupnya masing-masing. Meskipun tak henti-hentinya aparat kepolisian dan ormas yang getol memerangi penyakit masyarakat . Tetapi terkadang juga seolah seperti tak peduli akan semua ini, walau banyak penyuluhan serta edukasi telah dilakukan .

Selain PSK yang ada di lokalisasi, ada pula PSK tidak langsung, seperti anak sekolah, mahasiswi, cewek SPG, cewek pemijat, perempuan pemijat, karyawati salon, dan lain-lain. Di Kota Solo mereka ini disinyalir melakukan praktik secara terselubung dengan berbagai macam modus operasi. Diketahui pihak aparat sangat jarang melakukan razia , karena terkendala banyak ewu pakewu.***Candra Wibawanti


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved