![]() |
M.Yuntri, SH MH |
Jakarta, infobreakingnews - Banyaknya terjadi kesalahan penerapan hukum oleh para petinggi lembaga hukum, termasuk putusan insan Hakim yang tidak tepat bahkan sangat keliru karena kurang teliti akan informasi kajian struktur hukum, merupakan warna-warni fenomena peradilan kita, walaupun sudah ada lembaga KY yang mengawasi prilaku hakim, tapi tetap sja tidak mebuat citra penegakan hukum menjadi lebih baik.
Hal ini menjadikan kondisi peradilan sesat masih yang dijumpai merupakan PR berat bagi semua pihak, karena berbanding dengan kaus negatip dalam kuryn 3 tahun belakangan ini ditemukan sekitar 47 kasus hakim yang menyimpang dari etika moral, hingga berprilaku kriminal, pesta sabu, pesta seks bahkan belum lama hakim bernama Acep dipecat karena terbukti selingkuhi 4 perempuan pencari keadilanm dan satu diantaranya diantar oleh hakim Acep melakukan oborsi.
Demikian diungkapkan M.Yuntri, SH, MH, yang
mengaku geram atas terus berlangsungnya peradilan sesat di negeri ini, seperti
yang terjadi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dalam Perkara
No.771/Pdt.G/2002/PN .SBY.
“Kenapa saya berani mengatakan jika di PN
Surabaya telah terjadi peradilan sesat. Karena hal ini terjadi kepada klien
kami, dimana PN Surabaya telah berani memutuskan suatu perkara yang sama sekali
tidak masuk logika hukum. Ko bisa-bisanya Majelis Hakim Manis Soejono memenangkan
gugatan PT CHK?. Perkaranya nebis in idem
dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Padahal hakim Manis Soejono
jugalah yang mengabulkan permohonan eksekusi kuasa hukum eksportir Perry
H.Koplik & Son Inc,”ungkap Yuntri kepada wartawan, belum lama ini.
Menurut advokat senior ini, akibat putusan
kontroversial PN Surabaya yang memenangkan PT CHK, kliennya, CV.ISA sangat amat
dirugikan. Sebab, dalam putusan dengan No.771/Pdt.G/2002/PN.SBY menghukum
eksportir secara kontroversial. “Seiring proses PK di MA RI atas putusan aneh
dan menyesatkan di PN Surabaya, pada tanggal 14 Agustus 2012, terbit Surat
Penetapan Eksekusi No.48/Eks/2012/PN.SBY jo No.771/Pdt.G/2002/PN.SBY. Kami pun
melakukan perlawanan atas Surat Penetapan Eksekusi itu. Klien kami sudah dirampok,
malah disuruh membayar denda lagi,“ ucapnya heran.
Yuntri kemudian menjelaskan alasan utamanya
mengajukan gugatan perlawanan. Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 195 ayat (1)
HIR jo Pasal 196 HIR dan UU No.8 Tahun
2004 serta ketentuan-ketentuan hukum dari UU yang bersangkutan. Kedudukan
kliennya, merupakan penerima hak, atau pihak yang mendapat limpahan hak (Letter of Release of Right) dari Perry H.Koplik, ekportir, selaku pemilik
barang PM 1 dan PM 2 berdasarkan perjanjian pada 29 April 2011. Selain itu,
sebagai tindak lanjut penyeselesaian masalah antara Bank Mandiri selaku
penerbit L/C atas pembayaran impor PM 1 dan PM 2 dengan eksportir Perry
H.Koplik pada 3 Juni 2010.
“Bank Mandiri telah tunduk dan mematuhi isi
perjanjian dengan membayar penalty sebesar USD 2.000.000 kepada Perry H.Koplik.
Kewajiban Bank Mandiri lainnya yakni, mengembalikan barang impor PM 1 dan PM 2
kepada Perry H.Koplik yang pengurusan dan lain-lainnnya diserahkan kepada CV
ISA yang berkedudukan di Jakarta ,” papar Alumni FH UNPAD Bandung ini.
Luruskan
Penerapan Hukum
Selaku kuasa hukum CV. ISA, Yuntri akan terus
berusaha meluruskan penerapan hukum yang semestinya diterapkan oleh lembaga
peradilan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Klien kami selaku perwakilan eksportir Perry
H.Koplik, Newyork awalnya telah terselamatkan dengan putusan perkara
No.102/Pdt.G/2000/PN.SBY karena saat itu hakimnya memang punya integritas yang
baik, jujur dan berwawasan. Namun, putusan PK yang dijatuhkan Ketua Majelis
Hakim Mariana Sutadi yang beranggapan surat kuasa dari eksportir tidak sah membuat
kebenaran menjadi buyar,” bebernya.
Yuntri berharap hak-hak kliennya dapat dihormati
dan perkara diproses secara objektif dan independen serta menempatkan segala
sesuatu pada tempatnya dengan dasar hukum yang jelas oleh majelis hakim.”
Importir CHK sebaiknya jangan memaksakan kehendak untuk merusak tatanan hukuman
positif.
Lebih jauh Yuntri juga berharap PN Surabaya bisa mempertimbangkan aspek untuk tidak
terburu-buru melakukan eksekusi karena sudah ada bantahan atau perlawanan. Terlebih,
sudah menjadi rahasia umum dalam kasus ini penuh rekayasa, untuk kepentingan satu pihak,sehingga terkesan adanya indikasi penyimpangan.***Mil
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !