![]() |
Bambang Tanoesoedibjo |
"Kondisi proyek tahun 2006 lebih parah karena ada banyak makelar yang bermain, diantaranya Nuki Syahrun, dan Sutikno, karena mereka mendapatkan komisi" ujar Dwi memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan dengan terdakwa mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Kemenkes, Ratna Dewi Umar, Senin(15/7/2013), di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dwi menerangkan penunjukkan PT Rajawali Nusindo sebagai pemenang lelang menyalahi aturan karena nyatanya PT Rajawali tidak dapat menyediakan alkes. Tetapi untuk memenuhi kewajiban kontrak PT Rajawali membeli barang dari sejumlah perusahaan yakni, PT Prasasti Mitra, PT Fondaco Mitratama, PT Airindo Sentra Medika, PT Kartika Sentamas dan PT Mediteclasa Tronica,serta beberapa perusahaan lainnya.
Sutikno adalah anak buah Bambang Rudjianto Tanoesoedibjo, Dirut PT Prasasti Utama. Di perusahaan itu, Sutikno menjabat sebagai direktur. Sedangkan Nuki Syahrun merupakan adik ipar mantan ketua PAN Sutrisno Bachir yang bekerja sebagai marketing PT Heltindo International.
Kesaksian Dwi dihadapan persidangan secara blak-blakan menyebutkan bahwa Nuki mendapat komisi sebesar Rp 1,717 miliar ketika mengurus alkes mobile x-ray yang dibutuhkan PT Prasasti Mitra. Sedangkan Sutikno mendapat uang komisi sebesar Rp 1,232 miliar.
Sebelumnya pada persidangan 17 Juni lalu , Nuki pernah bersaksi dan mengaku menerima uang komisi dari pengurusan penyediaan x-ray. Namun Nuki mengaku bahwa uang komisi sebesar Rp Rp 1,4 miliar tersebut ia kirimkan ke Sutrisno Bachir yang disebut sebagai pembayaran utang pribadinya.
Sejauh mana kebenaran keterangan Nuki Syahrun dihadapan persidangan tindak pidana korupsi ini, masih terus dilakukan investigasi , apakah betul memiliki utang kepada mantan Ketua Umum PAN Sutrisno Bachir, atau teridikasi terlibat dalam peroyek alkes yang menjadikan mantan menteri Kesehatan Siti Fadilah duduk sebagai terdakwa.***Mil
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !