Jakarta, infobreakingnews - Akibat terlalu lamanya pengusaha nasional yang satu ini tidak tampil pada forum publik, sehingga banyak anggapan terhadap Ponco Sutowo, sudah pensiun dari kreaktivitas, dan hiruk pikuk persoalan anak bangsa.
Tetapi ternyata tidak. Dalam keheningan, jauh dari liputan media massa, dia justru menaruh perhatian serius terhadap persoalan bangsa ini. Bersama sebuah kelompok yang terdiri dari para ahli dan dimotorinya, mereka melakukan studi kebangsaan, maritim, dan berbagai persoalan lainnya secara mendalam dan secara rutin mendiskusikan masalah-masalah itu setiap pekan.
Dari hasil studinya ditemukan bahwa hampir semua orang di negeri ini tenggelam dalam persoalan-persoalan jangka pendek. Hanya segelintir orang yang peduli terhadap persoalan-persoalan jangka panjang. Padahal, persoalan-persoalan jangka panjang ini akan sangat menentukan kelangsungan dan keberadaan Indonesia sebagai sebuah bangsa.
Di ruang kerjanya, The Sultan Residence, Jakarta, putra Ibnu Sutowo itu mengungkapkan keprihatinannya dalam kehidupan berbangsa dan negara Indonesia akhir-akhir ini, terutama pascareformasi. Berikut wawancaranya.
Apa "concern" bapak sekarang?
Saya selalu bilang bahwa ada semacam rasa tanggung jawab untuk meneruskan apa yang sudah dirintis oleh orangtua. Dalam konteks sosial-politik, orangtua saya ikut juga mendirikan negara ini, meskipun sedikit. Saya ingin menyumbangkan sesuatu agar apa yang dilakukan orangtua bisa berlangsung terus. Republik ini dalam 100 tahun ke depan masih ada. Orang suka lupa bahwa bangsa Indonesia atau kebangsaan itu sesuatu yang direkayasa dan oleh karena itu perlu dipelihara.
Menghadapi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, tampaknya kita kehilangan nilai-nilai bersama. Sistem politik kita tidak lagi mampu mempersatukan karena sistem politik kita lebih banyak sebagai ajang perebutan kekuasaan daripada mempersatukan. Pada prinsipnya, Indonesia adalah suatu bangsa bineka, tetapi dipersatukan oleh politik. Tampaknya persatuan politik ini mengalami kendala.
Karena itu, selain mengembalikan hikmah persatuan itu, makin lama hal ini terjadi makin buruk. Sekarang ini banyak persoalan mendasar jangka panjang tidak mampu kita tangani. Kita sibuk dengan urusan-urusan jangka pendek, seolah-olah bangsa ini hanya ada hari ini dan hari esok. Tidak ada pemikiran jangka panjang. Hampir semua orang di Indonesia sekarang ini jarang berpikir lebih dari lima tahun. Padahal ada persoalan-persoalan jangka panjang yang perlu diperhatikan. Kalau tidak, nanti persoalan sudah begitu besar, kita tidak akan mampu lagi mengatasinya.
Apa masalah yang paling menonjol?
Pertama adalah persatuan. Bagaimana kita bisa menjaga persatuan. Persatuan itulah adanya Indonesia. Tanpa persatuan tidak ada Indonesia.
Kedua, kita memiliki masalah jangka panjang dalam bidang energi, pangan, penduduk, air, transportasi. Itu semua persoalan jangka panjang yang memerlukan perhatian. Indonesia, dalam segi energi di masa lampau, menghasilkan uang bagi negara. Sekarang pun menghasilkan uang, tetapi trennya tidak baik. Menurun.
Kita sudah menghabiskan uang lebih banyak daripada mendapatkan uang dari minyak. Kita punya sumber-sumber energi yang cukup, tetapi tidak bisa berguna buat kita karena kita menguasai teknologi. Ini satu perspektif sendiri. Orang sering berdebat bahwa teknologi bisa dibeli. Tetapi menurut saya itu omong kosong.
Teknologi itu ibarat memasak. Dalam urusan ini, hanya ada dua kemungkinan, yaitu Anda bisa masak atau Anda tidak bisa masak. Anda tidak bisa bilang, Anda bisa membeli keahlian memasak. Anda bisa membeli buku tentang memasak. Anda mengerti memasak, tetapi masak sendiri belum tentu bisa. Itulah problem kita dengan energi pada khususnya, atau sumber daya alam pada umumnya. Sumber daya alam itu hanya bisa bermanfaat, karena ini pemberian Tuhan, kalau menguasai teknologi. Kalau Anda tidak menguasai teknologi, sumber daya alam itu tidak memberikan manfaat. Dan, kita sebagai bangsa sama sekali tidak menguasai teknologi perminyakan yang sesuai dengan kebutuhan kita.
Teknologi itu berkembang terus. Dia dinamis sesuai dengan kebutuhan umat manusia. Jadi, kita tidak bisa bilang, kita punya teknologi. Dulu punya teknologi, bukan berarti teknologi yang dulu itu memadai untuk sekarang. Dulu kita punya penduduk 100 juta. Sekarang 200 lebih juta. Artinya, teknologi yang dulu tidak cukup. Mesti dikembangkan. Itu yang orang suka lupa, asumsi bahwa teknologi sekali dipunyai tidak usah diurus lagi, tidak perlu diperbaiki. Tidak bisa begitu. Hidup harus terus memperbaiki. Apalagi kebutuhan kita melonjaknya begitu cepat karena ada problem besar yang tidak kita atasi yaitu pertambahan jumlah penduduk yang luar biasa.
Ironisnya, Orde Reformasi sama sekali melumpuhkan kita untuk berpikir jangka panjang. Ini harus kita koreksi. Sebetulnya demokrasi itu inti pokoknya adalah memperkaya asas kedaulatan rakyat. Itu proses demokrasi. Yang butuh demokrasi adalah negara-negara yang berasaskan kedaulatan rakyat. Pertanyaan saya, apakah asas demokrasi ini sebanding dengan kemajuan kita? Apa rakyat makin berdaulat atau makin tidak berdaulat. Jadi, kita sibuk dengan demokrasi tetapi kita lupa menerjemahkan arti demokrasi. Kalau atas nama demokrasi tetapi kedaulatan rakyat tidak tumbuh maka itu bukan demokrasi.
Dalam alam demokrasi seperti ini banyak orang cerdas di Indonesia yang kurang berperan secara militan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Mereka lebih memilih tinggal di zona nyaman dan tidak mau keluar dari sana. Ini sesuatu yang tidak bagus. Sebab mereka sangat dibutuhkan agar bangsa ini bisa maju. Bagaimana negeri mau maju, dia tidak berani keluar daricomfort zone-nya. Orang-orang yang berkehidupan cukup, dia tidak peduli. Ini sesuatu yang kita pikirkan.
Apakah ini kelalaian pemerintah sehingga kita tidak peduli dengan persoalan-persoalan jangka panjang?
Kelalaian kita sebagai bangsa, utamanya pemerintah. Sebab bangsa itu kan dipimpin oleh pemerintah. Lebih dari itu, sistem politik juga menyebabkan kita kehilangan perhatian pada hal-hal yang mendasar jangka panjang. Kita selalu dininabobokan oleh hal-hal jangka pendek, sehingga kehilangan persepsi jangka panjang yang menjadi masalah besar buat kita. Kalau persoalan jangka panjang ini tidak kita bahas di permukaan dan dicarikan solusinya, lalu dia datang tiba-tiba, mungkin kita tidak kuat. Dalam keadaan seperti itu, kita pasti tidak kuat dan tidak tahu rupa Indonesia ke depan akan menjadi seperti apa. Pasti akan terbelah dan hancur.
Lalu, solusinya apa?
Kita harus menyadarkan bahwa persoalan Indonesia itu urusan orang-orang Indonesia. Masa orang-orang asing yang memberesi. Kita sendirilah memberesinya. Jadi, kita juga harus mempunyai visi jangka panjang, negeri ini mau dibawa ke mana. Ini negeri kaya raya. Kalau negeri ini tidak punya apa-apanya, ya sudahlah kita terima nasib saja.
Tetapi negeri ini kaya. Tuhan kasih begitu banyak potensi. Kita tidak bisa bilang, eh Tuhan kamu tidak adil sama kita. Tergantung kita dong, potensi begitu banyak kok kita tidak urus baik-baik. Semua yang menjadi perhatian publik saat ini, seolah-olah semuanya bagus. Padahal semua itu persoalan-persoalan jangka pendek. Saya menaruh waktu saya cukup banyak untuk menggugah orang supaya mulai memperhatikan persoalan-persoalan jangka panjang. Dan logika sederhana, persoalan-persoalan itu yang harus kita kerjakan. Kita tidak bisa menunggu orang lain yang akan mengerjakannya.
Apakah masih ada elite kita yang peduli pada masalah-masalah jangka panjang seperti itu?
Masih ada, tetapi itu tadi masalahnya, mereka berada dalam zona nyaman dan tidak mau keluar dari situasi itu. Selain itu, saat ini ada perubahan nilai. Kita ini dalam segi budaya, agak lalai memelihara budaya kita. Kita lebih banyak mengurus seni, padahal budaya itu bukan seni. Nilai-nilai itu seharusnya dikaitkan dengan tujuan nasional.
Kalau bahasa asingnya, "Indonesian Dream". American value menimbulkan "American Dream".Japanese value menimbulkan "Japanese Dream". Indonesian value seperti gotong-royong akan melahirkan "Indonesian Dream". Apakah gotong royong itu terpelihara? Tidak. Kita abai dalam budaya, kita tidak membangun Indonesian value.
Tetapi saya masih cukup optimistis karena sejarah kita cukup menarik. Kerajaan-kerajaan kita perang lawan Belanda, tetapi tidak ada yang menang. Semangat kebangsaan yang diluncurkan Boedi Oetomo, luar biasa. Siapa Boedi Oetomo, dia hanya dokter. Tetapi perubahan pola pikirnya yang luar biasa. Saya percaya, perubahan pola pikir akan membuat kita lebih maju. Orang-orang zaman dulu hampir putus asa lawan Belanda. Tetapi perubahan pola pikir akhirnya semuanya bisa.
Pesan Anda menjelang Pemilu 2014?
Maju-tidak majunya Indonesia bergantung kita. Meski kita perlu makan setiap hari, tetapi hidup kita bukan hanya untuk makan. Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Kalau hidup untuk makan, kita makan saja setiap hari. Dan hidup jangka panjang itu menentukan sekali nasib kita. Tidak bisa kita hidup untuk jangka pendek. Kau punya kebun, tetapi supaya dapat untung besar, kau jual kebunnya. Sebaliknya kau tanami kebun itu karena kalau kau tidak tanam, tidak mungkin dapat untung besar.
Indonesia, bukan bangsa yang bodoh. Indonesia bangsa yang pintar, ulet. Hanya sayangnya, kita kurang memiliki pemimpin yang visioner yang bisa membawa kita kepada kemajuan. Oleh karena itu, kalau Anda menjadi pemimpin pada level apa pun, Anda harus ingat tugas Anda adalah mengantarkan anak Anda ke kehidupan yang lebih baik . Jangan hanya pikirkan kehidupan sendiri. Anak Anda harus hidup baik. Karena Anda berutang sama anak Anda.***BS/Mil
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !