![]() |
Jakarta, infobreakingnews - Ketua Pengurus Harian
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengungkapkan aturan pemerintah untuk menaikkan harga rokok dapat menurunkan angka kemiskinan karena mencegah masyarakat miskin untuk membeli rokok.
"Harga rokok yang tinggi akan menurunkan tingkat
konsumsi rokok di rumah tangga miskin. Harga rokok mahal akan membuat
keterjangkauan mereka terhadap rokok menurun," kata Tulus melalui pesan
singkat di Jakarta, Minggu (21/82016).
Pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau itu
mengatakan, 70 persen konsumsi rokok menjerat rumah tangga miskin. Data BPS
setiap tahun menunjukkan belanja rumah tangga miskin terbesar adalah untuk
beras dan rokok, baru kemudian pemenuhan gizi dan pendidikan anak.
Oleh sebab itu, penurunan konsumsi rokok pada rumah tangga
miskin akan berdampak baik terhadap kesejahteraan dan kesehatan rumah tangga
miskin. Masyarakat dapat menggunakan uangnya untuk membeli bahan pangan yang jauh lebih dibutuhkan dibanding rokok.
"Rokok berbahaya bagi kesehatan dan sama sekali
tidak memiliki kandingan kalori sama sekali. Bila tidak bisa membeli rokok,
rumah tangga miskin bisa menggunakan uangnya untuk menambah kalori
keluarga," tuturnya.
Menurut Tulus, sudah seharusnya harga jual rokok mahal
melalui tarif cukai yang tinggi. Cukai merupakan instrumen untuk membatasi dan
mengendalikan suatu barang yang perlu dikendalikan dan dibatasi. Selain
tembakau, barang lain yang dikenai cukai adalah etil alkohol dan minuman yang
mengandung etil alkohol.
"Di negara maju, harga rokok sudah lebih dari Rp100
ribu dan terbukti di sana tidak membuat pabrik rokok bangkrut atau
memberhentikan buruh-buruhnya. Pabrik rokok memberhentikan buruhnya karena
pabrik melakukan mekanisasi, menggantikan buruh dengan mesin," katanya.
Itu juga yang terjadi di Indonesia. Sebelum harga mahal
untuk rokok diwacanakan, industri rokok sudah lebih dulu memberhentikan
buruhnya karena melakukan mekanisasi. ***Deviane
Tidak ada komentar:
Posting Komentar