![]() |
Jakarta,
Info Breaking News - Salah satu keluarga korban jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610
PK-LPQ beberapa waktu lalu menggugat The Boeing Company selaku produsen pesawat
Boeing 737 MAX 8 melalui firma hukum Colson Hicks Eidson dan BartlettChen LLC
ke pengadilan Circuit Court of Cook County, Illinois, AS, pada Kamis (15/11/2018)
waktu setempat.
“Kami telah
mengajukan gugatan terhadap The Boeing Company. Gugatan ini kami ajukan atas
nama klien kami, yaitu orangtua dari Alm dr Rio Nanda Pratama yang tewas ketika
pesawat Boeing 737 MAX 8 jatuh ke laut. Alm dr Pratama adalah seorang dokter
muda dalam perjalan pulang dari sebuah konferensi di Jakarta dan hendak menikah
pada tanggal 11 November 2018,” ungkap kuasa hukum Curtis Miner dari Colson
Hicks Eidson melalui sebuah keterangan resmi, Jumat (16/11/2018).
Menurut Miner, pada tanggal
7 November 2018 lalu Federal Aviation
Administration (FAA) telah menerbitkan Emergency Airworthiness Directive
(Petunjuk Layak Terbang Darurat) untuk pesawat Boeing 737 MAX.
Dari hasil
tersebut, FAA menilai bahwa pesawat Boeing 737 MAX memiliki kondisi yang “tidak
aman” dan bukan tidak mungkin kondisi yang sama dapat ditemui pada pesawat
Boeing 737 MAX lainnya.
Berdasarkan
hasil investigasi kecelakaan itu, Miner menyatakan, sesuai perjanjian
internasional, pihak penyelidik dari Indonesia dilarang untuk menentukan siapa
yang bertanggung jawab atau siapa yang bersalah tetapi hanya diperbolehkan
untuk membuat rekomendasi keselamatan untuk industri penerbangan pada masa
depan.
"Inilah
sebabnya mengapa tindakan hukum atas nama keluarga korban harus
dilakukan," ujar Miner.
Miner
menilai gugatan korban kecelakaan ini sangat penting dan perlu dilakukan
sehingga kedepannya akan dilakukan pembenahan baik dari pihak Boeing maupun
instansi pemerintah.
"Investigasi
oleh lembaga pemerintah biasanya tidak akan memutuskan siapa yang bersalah dan
tidak menyediakan ganti rugi yang adil kepada para keluarga korban. Inilah
pentingnya gugatan perdata pribadi dalam tragedi seperti ini," tutur dia.
Sementara
itu, Austin Bartlett dari BartlettChen LLC yang juga turut mengajukan gugatan
ini mengaku terkejut dengan peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 di
Indonesia. Hal ini, ia sebutkan, menjadi bukti atas kegagalan The Boeing
Company dalam menyampaikan instruksi yang benar pada manual produk miliknya.
“Kabar ini
sangat mengejutkan. Para ahli keamanan dan kepala serikat pilot menyatakan
bahwa The Boeing Company telah gagal memperingatkan klien dan pilot pesawat 737
MAX mengenai perubahan sistem kontrol penerbangan yang signifikan ini dan gagal
menyampaikan instruksi yang benar dalam manualnya,” ungkapnya.
Sebelumnya,
Pesawat Lion Air JT 610 berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta,
Jakarta, menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, dan jatuh 13 menit setelah
lepas landas pada 29 Oktober 2018. Sebanyak 189 penumpang dan awak pesawat
tewas dalam kecelakaan tersebut.
Pesawat berseri Boeing 737 MAX 8 tersebut
tergolong unit baru yang dirancang dan diproduksi di AS. Pihak berwenang
melakukan investigasi telah melakukan penyelidikan terhadap sistem kontrol
penerbangan otomatis yang terpasang pada pesawat Boeing 737 MAX. ***Jeremy
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !