Prof. Abdul Fickar Hadjar, saat diwawancarai jurnalist |
Jakarta, Info Breaking News - Tidak terbantahkan, betapa kasus dugaan korupsi yang dilakukan dua hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, dan sejumlah nama elit MA yang masih terus dikembangkan oleh pihak anti rasua, dimaknai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat pencari keadilan.
Oleh karena itulah pakar hukum pidana, Prof. Abdul Fickar Hadjar menyatakan keprihatinannya sebab hakim agung seharusnya diisi oleh hakim-hakim senior atau sarjana hukum yang berpengalaman.
“Para Hakim Agung di Benteng Terakhir Keadilan MA itu, seharusnya hidup tidak lagi berorientasi pada materi, tetapi ternyata tidak. Paling tidak hakim agung-hakim agung yang sudah tertangkap menggambarkan sebagai manusia-manusia tua yang rakus akan harta, sehingga atas nama Tuhan dia lakukan korupsi, gila kan,” kata Abdul kepada , Info Breaking News.com, Kamis, (17/11/2022) di Jakarta.
Prof. Abdul Fickar Hadjar, yang dikenal sebagai akademisi dan pemerhati prilaku hakim itu menegaskan, secara sistemik Komisi Yudisial (KY) seharusnya banyak menangkap hakim agung yang melakukan tindak korupsi. Tapi saya secera pribadi, sejauh ini tidak melihat kerja nyata dari KY, "
Justru secara tegas Fickar berpendapat sebaiknya KY dibubarkan sebab dinilai hanya menghabiskan uang negara belaka, nggak ada gunanya, Ibarat pahlawan kesiangan itu" katanya, sambil berdehem sebagai ciri khasnya.
“Jika KY baru membentuk satgas, maka tindakan ini terlambat sudah, harapan sudah pupus. Mestinya yang menangkap hakim agung-hakim agung itu komisi Yudisial, jadi opo sing (apa yang) diawasi KY? apa kerjanya KY? Mesti dikasih tongkat nih KY kebanyakan makan gaji buta,” cetusnya secara blak-blakan.
“KY itu dibentuk Undang-undang khusus untuk menjaga kewibawaan dan martabat kekuasaan kehakiman, karena itu KY adalah lembaga paling bertanggung jawab karena yang punya kewenangan mengangkat Hakim Agung-Hakim Agung inipun KY. Jadi rusak tidaknya Hakim Agung-Hakim Agung ini adalah hasil dari pola perekrutan yang dilakukan KY,” kata dia.
Untuk itu, Fickar meminta adanya perubahan di Mahkamah Agung (MA) dan seluruh jajarannya, baik Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) baik secara sistemik melalui Undang-undang maupun melalui tindakan.
“Secara sistemik harus ada perubahan jenis hukuman yang maksimal bagi hakim agung-hakim agung yang tertangkap dihukum maksimal seumur hidup seperti Akil Mochtar Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) serta denda yang membangkrutkan, supaya ada efek jera bagi hakim-hakim lain yang mencoba korupsi,” kata dia.
Lebih lanjut Fickar memberi kritik keras juga ke MA, agar ketua kamar pengawasan Bawas MA, serta ketua kamar pembinaan di MA yang di era KMA Syarifuddin, dirotasi segera, karena sekarang para hakim didaerah bisa bicara lantang, untuk apa buang buang uang negara datang keberbagai daerah hanya mengurusi para hakim didaerah. Urusin saja dulu secara benar para hakim agung yang ada di MA.
Namun apapun itu, secara personal tidak akan bisa berubah lebih baik. sekalipun seribu Malaikat menjelma menjadi manusia, lalu memberikan nasehat untuk berubah. Tidak akan bisa berubah, jika ummat nya sendiri tidak mau untuk berubah, sekalipun saat ini sesungguhnya gaji penghasilan seorang hakim agung sudah diatas Seratus Juta Rupiah sebulan, karena adanya uang ekstra bonus dari setiap satu perkara yang selesai diputus.
Bahwa sesungguhnya adalah entry point, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengantongi sejumlah bukti awal yang akuntabel valid, untuk menyasar nama nama hakim agung yang selama ini dinilai sangat rakus dan semakin menggila diduga melakukan transaksi suap jual beli perkara, setelah menetapkan dua hakim agung sebagai tersangka yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Hingga berita ini diturunkan, pihak KPK sudah menetapkan Sudrajad Dimyati sebagai tersangka karena diduga menerima uang sebesar Rp 800 juta agar putusan kasasi sesuai keinginan pihak Intidana, yaitu perusahaan dianggap gagal. Adapun pemberi suap yakni Yosep Parera dan Eko Suparno selaku pengacara Intidana.
Mereka diduga bertemu serta berkomunikasi dengan beberapa pegawai Kepaniteraan MA. Pihak yang menjembatani Yosep dan Eko mencari hakim agung yang dapat memberikan putusan sesuai keinginannya yitu Desi Yustrisia, seorang pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepeniteraan MA. Desi juga mengajak Elly untuk terlibat dalam pemufakatan.
Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengamankan bukti berupa uang senilai 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta.
Dan aparat TNI yang kini dijadikan sebagai pengaman di MA sesungguhnya hanya membuat banyak pihak semakin geram dan marah, apalagi pihak penyidik KPK yang selalu mengintai dilapangan, yang pekerjaan mereka tidak semua pimpinan KPK mengetahui secara jelas, karena nanti setelah target mau ditangkap, maka biasanya pihak penyidik KPK meminta Sprindik yang harus segera ditandatangani oleh atasannya. *** Emil F Simatupang
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !